a. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit akibat infeksi menahun kuman
Mycobacterium tuberculosis mengena hampir semua organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak diparu yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Depkes,
2003). Menurut Suriadi, dkk (2001) Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi
pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis , yaitu suatu
bakteri tahan asam.
Menurut Evelyn (1995) paru-paru merupakan alat pernafasan utama.
Paru-paru terletak di rongga dada sebelah kanan dan kiri dan ditengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besar dan struktur lainnya.
b. Etiologi
Menurut Suriadi, dkk (2001) etiologi dari tuberculosis paru adalah:
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium bovis
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis:
1. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan
secara genetik.
2. Jenis kelamin: pada akhirnya masa kanak -kanak dan remaja, angka
kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3. Usia: pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
4. Keadaan stress: situasi yang penuh stress ( injury atau penyakit, kurang
nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kron ik)
5. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan
memudahkan untuk perluasan infeksi.
6. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan teinfeksi lebih
mudah.
7. Nutrisi: status nutrisi yang kurang
8. Infeksi berulang: HIV, meales s, pertusis
9. Tidak mematuhi aturan pengobatan
c. Patofisiologi
Depkes (2003) terjadinya TB Paru dibedakan menjadi:
1. Infeksi primer
Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru.
Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, hingga da pat melewati
mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai di alveolus dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TB PARU berhasil berkembang biak
dengan cara membelah diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan pada
Paru, dan ini disebut komplek primer . Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan komplek primer adalah sekitar 4 -6 minggu.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluluer). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TB PARU. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur), kadang-kadang
daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita
TB PARU. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. Infeksi Pasca Primer (Post Primary TB PARU)
TB PARU pasca primer biasanya terjadi s etelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari TB PARU pasca
primer adalah kerusakan Paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
d. Manifestasi klinik
Gejala-gejala Menurut Depkes (2003) dibagi:
Gejala Umum: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau
lebih. Pada TB Paru anak terdapat perbesaran kelenjar limfe superfisialis.
Gejala lain yang sering dijumpai:
a). Dahak bercampur darah.
b). Batuk darah.
c). Sesak nafas dan rasa nyeri dada.
d). Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit Paru selain
TB Paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, harus dianggap sebagi seorang “ suspek TB Paru” atau
tersangka penderita TB Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
Menurut Depkes (2003) TB diklasifikasikan menjadi:
1. TB Paru: adalah TB yang menyerang jaringan Paru, tidak termasuk
pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru di bagi dalam :
a). TB Paru BTA Positif
b). TB Paru BTA Negatif
2. TB ekstra Paru, menyerang organ selain Paru, misalnya pleura, selaput
jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, dll. TB ekstra Paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit yaitu:
a). TB ekstra Paru ringan, misalnya TB kelenjar lim fe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b). TB ekstra Paru ringan, misalnya meningitis, milier, perikardits,
peritonitis, pleuritis eksudasi duplex, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
Menurut Depkes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita
TB Paru stadium lanjut:
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiectasis dan fribosis pada Paru.
4. Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner.
e. Penatalaksanaan
Menurut Depkes (2003) tujuan pengobatan TB adalah untuk
menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan
menurunkan tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS adalah
pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan lansung dan
untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pengawas
menelan obat (PMO). Pemberian paduan OAT didasarkan pada klasifikasi TB.
Prinsip pengobatan TB adalah obat TB diberikan dalam be ntuk
kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin,
Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 -8 bulan, supaya
semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif
dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut
kosong. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secar a tepat, penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif.
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadi kekambuhan. Pada
anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita
TB Paru BTA positif, perlu dilakukan pemeriks aan: bila anak punya gejala
seperti TB Paru maka dilakukan pemeriksaan seperti alur TB Paru anak dan
bila tidak ada gejala sebagai pencegahan diberikan Izoniasid 5 mg per kg berat
badan perhari selama enam bulan.
Penggunaan OAT mempunyai beberapa efek samp ing diantaranya:
1. Rifampisin: tidak nafsu makan, mual, sakit perut, warna kemerahan pada air
seni, purpura dan syok.
2. Pirasinamid: nyeri sendi
3. INH: kesemutan sampai dengan rasa terbakar dikaki.
4. Streptomisin: Tuli, gangguan keseimbangan.
5. Etambutol: gangguan penglihatan.
Hampir semua OAT memberikan efek samping gatal dan kemerahan,
ikhterus tanpa penyebab lain, binggung dan muntah -muntah (Depkes, 2003)
Menurut Suriadi (2001) penatalaksanaan terapeutik TB Paru meliputi nutrisi
adekuat, kemoterapi, pembedahan da n pencegahan.
http://askep-askeb.cz.cc/