Perdarahan intrakranial pada neonatus (PIN) tidak jarang
dijumpai. PIN mempunyai arti penting karena dapat menye-
babkan kematian atau cacat jasmani dan mental
1 . PIN ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak
lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya PIN banyak. Sering
PIN tak dikenal/dipikirkan karena gejala gejalanya tidak khas.
PIN meliputi perdarahan epidural, subdural, subaraknoid,
intraserebral/parenkim dan intraventrikuler
2 . Penatalaksanaan dan penanggulangan PIN masih kurang memuaskan. Untuk
menurunkan angka kejadian PIN, usaha yang lebih penting
ialah profilaksis seperti perawatan prenatal, pertolongan
persalinan dan perawatan postnatal yang sebaik-baiknya. Pada
umumnya prognosis PIN tidak terlalu menggembirakan.
Makalah ini membahas sekedar insidensi, etiologi, patogene-
sis, gambaran klinik, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis dan
pencegahan PIN yang berkaitan dengan persalinan.
INSIDENSI
Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt 3 menemukan pada otopsi bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena 4 13,1% kematian perinatal oleh PI. Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan (BCB). Laki-laki : perempuan = 5 : 2,7 (Saxena), 1,9 : 1 (Banerjee) 4 , 6
ETIOLOGI
• Trauma kelahiran
1. partus biasa.
-- pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan.
-- disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase 6 .
2. partus buatan (ekstraksi vakum, cunam).
3. partus presipitatus.
• Bukan trauma kelahiran:
umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan (BKB). Faktor dasar ialah prematuritas dan yang
lain merupakan faktor pencetus PIN seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang
- kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga hiperosmolaritas/hipernatremia 1,5,7
Ada pula PIN yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan darah.
PATOGENESIS
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh - pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat
tertentu jalannya berkelok kelok, kadang - kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor - faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini ter- utama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.
Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural
dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada BCB daripada BKB
sebab pada BKB vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi 6 . Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun. Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 43
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh - pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat
tertentu jalannya berkelok kelok, kadang - kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor - faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini ter- utama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.
Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural
dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada BCB daripada BKB
sebab pada BKB vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi 6 . Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun. Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 43
Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan
fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (ke-
celakaan) 8 .
Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler 7. Dari semua jenis PIN, perdarahan periventrikuler meme- gang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75--90% perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.
Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan
intraventrikuler 1 Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikantekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
GAMBARAN KLINIK
Gejala-gejala PIN tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut dapat ditemukan :
• Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada perdarahan subaraknoid.
• Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus. Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas.
• Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang ada perdarahan retina, nistagmus dan eksoftalmus.
• Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten.
• Cephalic cry (menangis merintih).
• Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular (snake like flicking of the tongue) menunjuk- kan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks 9.
• Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim. 44 Cermin Dunia Kedokteean No. 41, 1986
• Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi lambat/cepat, kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24--48 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan. Berdasarkan perjalanan klinik, PIN dapat dibedakan 2 sindrom 7:
1. saltatory
syndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjam- jam/berhari-hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa.
2. catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.
LABORATORIUM
• pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada PIN untuk diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk mencegah komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila
cairan likuor berdarah, dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan luasnyaperdarahan. • pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:
-- tanda-tanda anemi posthemoragik
-- analisa gas darah (0 2 dan CO 2 )
--gangguan pembekuan darah terutama pada PIN yang non traumatik. Mc Donald dkk mendapat kadar rendah fibrinogen, trombosit, antitrombin III faktor VIII 10. Faktor-faktor ini
menjadi normal bila keadaan bayi membaik.
• Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatan- lipatan kulit kepala dan mulase.
• Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG, Burstein dkk menentukan derajat perdarahan intraven- trikuler sebagai berikut l1 derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial.
derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah sub- ependimal.
derajat II : perdarahan intraventrikuler.
derajat III : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel.
derajat IV : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel
dengan perluasan ke parenkim otak.
Derajat I, II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 3--4 minggu kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III ,IV umumnya berprognosis buruk, bila tidak
meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus.
• Dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis PIN dapat diketahui 12. Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal.
derajat III : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel.
derajat IV : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel
dengan perluasan ke parenkim otak.
Derajat I, II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 3--4 minggu kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III ,IV umumnya berprognosis buruk, bila tidak
meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus.
• Dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis PIN dapat diketahui 12. Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal.
DIAGNOSIS
Diagnosis PIN sangat sukar, terutama bila tidak ada hubungan dengan trauma kelahiran karena gejala-gejalanya tidak khas. Khusus pada neonatus/BKB, sekitar 20% kasus dengan gejala- gejala yang diduga PIN, ternyata bukan. Oleh karena itu, PIN harus didiagnosis banding dengan beberapa penyakit pada neonatus yang memberikan gejala - gejala yang hampir sama, misalnya
• Infeksi pada bayi baru lahir/neonatus yang dapat memberikan gejala - gejala kesukaran bernapas (apnea, takipnea, siano- sis), lemah (letargi), kejang - kejang, muntah dan lain-lain.
Untuk membedakan dengan PIN yaitu riwayat persalinan seperti ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang agak khas pada infeksi ialah hepato splenomegali, ikterus, pneumoni 13. Selain itu lekositosis.
• Tetanus neonatorum dengan kejang - kejang, dibedakan dengan PIN karena partus tetanus neonatorum umumnya oleh dukun. TN hampir selalu terjadi pada akhir minggu pertama,
bayi mula-mula minum baik dan tiba-tiba sukar minum karena trismus dan gejala lain.
• Penyakit metabolisme (hipoglikemi) yang dapat memberikan kejang letargi. Ibunya penderita DM dan perlu pemeriksaan kadar glukosa darah bayi.
• Kecanduan obat dari ibu, antara lain bayi kejang - kejang akibat ketergantungan vitamin B6
karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B6 dosis tinggi. Dibedakan dengan PIN berdasarkan anamnesis dan pengobatan ex juvantibus pada bayi.
• Kelainan kongetinal saraf pusat memberikan gejala kejang dan letargi. Biasanya disertai kelainan kongenital lain, fungsi lumbal pada PIN kadang-kadang ada perdarahan.
• Respiratory distress of the newborn dengan apnea, sianosis, retraksi sternum dan kosta, merintih (expiratory grunting), bradikardi, hipotermi, kejang - kejang, hipotoni. Dibedakan
dengan PIN yaitu gejala gangguan pernapasan dan riwayat persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan lain-lain).
Lebih jelas, diagnosis PIN ditegakkan berdasarkan :
• anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas,
keadaan bayi sesudah lahir dan gejala
-
gejala yang men-
curigakan.
• pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda PI, gejala
-
gejala
nerologik, fraktur tulang kepala dan tanda-tanda peninggi-
an tekanan intrakranial.
• pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah.
• pemeriksaan penunjang: CT Scan USG dan foto kepala.
PENATALAKSANAAN
Diusahakan tindakan dibatasi untuk mencegah terjadinya
kerusakan/kelainan yang lebih parah
14
.
• Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi
kontinu dan pemberian O
2
. Perlu diobservasi secara cermat:
suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil,
aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung
(bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal
baik 15
• Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral.
• Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertim- bangkan.
• Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (5--10%) dan NaCl 0,9% 4:1 atau glukosa 5--10%dan Nabik 1,5% 4:1.
• Pemberian obat - obatan :
-- valium/luminal bila ada kejang - kejang. dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis
selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya.
-- kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.
-- antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan.
• Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks.
• Tindakan bedah darurat:
Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat 8. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan
kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi
aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.
PROGNOSIS
Karena kemajuan obstetri, PIN oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Mortalitas PIN non traumatik 50--70% 7.
Prognosis PIN bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke
arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak men- dapat pertolongan segera. Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan
serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang me- liputi batang otak pada
bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet. Pada perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk, hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah 16. Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek. Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan 17. Pada derajat 1--2 (ringan-sedang), angka kematian 10--25%, sebagian besar sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan. Pada derajat 3--4 (sedang-
berat), mortalitas 50--70% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan periventrikuler 7. Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 45
PENCEGAHAN
Untuk mengurangi terjadinya PIN, yang paling penting ialah pencegahan, yang meliputi pemeriksaan ibu-ibu hamil secara teratur, memberikan pertolongan dan perawatan yang sebaik
- baiknya, baik waktu persalinan maupun sesudah anak lahir. Perhatian khusus harus diberikan kepada bayi-bayi prematur (BKB) yaitu mencegah episode asfiksia sebelum dan sesudah persalinan. Dalam hal ini perlu monitoring keadaan bayi intrapartum, resusitasi segera sesudah lahir dan mencegah kemungkinan hipoksia oleh sebab-sebab lain 18. Pemberian koagulans sebagai usaha untuk mencegah timbulnya PIN sampai saat ini belum ada persesuaian paham, tetapi pemberian vitamin K secara rutin pada BKB dapat dianjurkan.
Karena kemajuan obstetri, PIN oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Mortalitas PIN non traumatik 50--70% 7.
Prognosis PIN bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke
arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak men- dapat pertolongan segera. Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan
serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang me- liputi batang otak pada
bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet. Pada perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk, hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah 16. Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek. Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan 17. Pada derajat 1--2 (ringan-sedang), angka kematian 10--25%, sebagian besar sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan. Pada derajat 3--4 (sedang-
berat), mortalitas 50--70% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan periventrikuler 7. Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 45
PENCEGAHAN
Untuk mengurangi terjadinya PIN, yang paling penting ialah pencegahan, yang meliputi pemeriksaan ibu-ibu hamil secara teratur, memberikan pertolongan dan perawatan yang sebaik
- baiknya, baik waktu persalinan maupun sesudah anak lahir. Perhatian khusus harus diberikan kepada bayi-bayi prematur (BKB) yaitu mencegah episode asfiksia sebelum dan sesudah persalinan. Dalam hal ini perlu monitoring keadaan bayi intrapartum, resusitasi segera sesudah lahir dan mencegah kemungkinan hipoksia oleh sebab-sebab lain 18. Pemberian koagulans sebagai usaha untuk mencegah timbulnya PIN sampai saat ini belum ada persesuaian paham, tetapi pemberian vitamin K secara rutin pada BKB dapat dianjurkan.
RINGKASAN
Telah dilaporkan tinjauan kepustakaan perdarahan intra krakranial pada neonatus yang berkaitan dengan persalinan. Menurut etiologi dapat dibedakan PIN yang traumatik/trauma
kelahiran dan non-traumatik. Berkat kemajuan obstetri, PIN oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. PIN non-traumatik yang ditemukan pada BKB merupakan masalah pediatrik, baik menyangkut diagnosis maupun penatalaksanaan dan pencegahannya.
KEPUSTAKAAN
1. Roberton NRC and Howart P. Hypernatremia as a Cause of Intracranial Haemorrhage. Arch Dis Child. 1975; 50: 938-41.
2. Menkes JH. Textbook of Child Neurology, 2nd ed. Philadelphia: Lea Febiger. 1980; pp 421-8.
3. Holt LE, Mc Intosh R and Barnett HL. Paediatrics. 13th ed, Appleton-Century-Crofts, Inc. 1962; pp 1034-8.
4. Saxena HMK, Mithilesh C, Santos KB and Gosh S. Intracranial Haemorrhage, A Cause of Perinatal Mortality. Indian Ped. 1978; 15: 403.
5. Banerjee CK, Narang A and Bhakov ON. Cerebral Intraventricular Haemorrhage and Autopsy. Indian Ped. 1977; 14: 115-6.
6. Behrman RE and Driscoll JM. Neonatology. St Louis: CV Mosby Co. 1973; pp 527-9.
7. Volpe JJ. Neonatal Periventricular Haemorrhage: Past, Present and Future. J Paed. 1978; 92: 693-5.
8. Leksmono PR, Hafid A dan Sajid DM. Cedera Otak dan Dasar-dasar Pengelolaannya. Cermin Dunia Kedokteran. 1984; 34: 32-4.
9. Schaffer and Avery. Intracranial Haemorrhage, Disease of New- born. 3rd ed. Philadelphia-London-Toronto: WB Saunders Co. 1971; pp 601-5.
10. Mc Donald MM, Johnson ML, Rumack CM, Koops BL, Guggen- heim MA and Hathaway WE. Role of Coagulopathy in Newborn Intracranial Haemorrhage. Pediatrics. 1984;74: 26-7.
11. Mc Donald MM, Koops BL, Johnson ML, Guggenheim MA and Hathaway WE. Timing and Antecedent of Intracranial Haemorrhage in The Newborn Pediatrics. 1984; 74: 32.
12. Susworo. Peranan Radiologik Pada Kelainan Otak. Cermin Dunia Kedokteran.1984; 34: 28-9. 13. Purnomo Suryantoro, Moch Bachtiar dan Achmad Suryono. Penanganan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir. Kumpulan Naskah Ilmiah Simposium dan Seminar Neonatologi, Jakarta 1977.
14. Nelson. Texbook of Pediatrics. 10th ed. Tokyo: Igaku Shoin Ltd. 1975.
15. Arhan Arief. Renjatan Pada Neonatus. BIKA I KUI. 1983; hal 36-40.
16. Mealy J. Infantile Subdural Hematomas. The Ped Clinics North
Am. 1975; 22: 433-5.
17. Volpe JJ. Intracranial Hemorrhage in The Newborn: Current Understanding and Dilemmas. Neurol. 1979; 29: 32-4.
18. Cole VA, Durbin GM, 011afson A, Reynolds EO, Rivers RP and Smith 1F. Pathogenesis. of Intraventicular Haemorrhage in New- born Infants. Arch Dis Child. 1974;49: 722-3.
"
Am. 1975; 22: 433-5.
17. Volpe JJ. Intracranial Hemorrhage in The Newborn: Current Understanding and Dilemmas. Neurol. 1979; 29: 32-4.
18. Cole VA, Durbin GM, 011afson A, Reynolds EO, Rivers RP and Smith 1F. Pathogenesis. of Intraventicular Haemorrhage in New- born Infants. Arch Dis Child. 1974;49: 722-3.
No comments :
Post a Comment