Pengertian Malpraktik
Ada duty of care
Artinya dokter atau RS mengaku berkewajiban memberi asuhan ke[ada pasien.
Ada breach of duty
Artinya dokter atau RS tidak melakukan kewajiban sebagaimana seharusnya. Wujud breach atau pelanggaran ini adalah:
Ada hubungan sebab akibat langsung antara butir 2 dan 3, artinya cedera pada pasien memenag akibat breach of duty pada pemberi asuhan kesehatan. Ini yang paling sukar dibuktikan.
Sanksi Hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter sebagaimana contoh kasus yang terjadi yaitu tentang kelalaian, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang .
Serta tidak menutup kemungkinan juga dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa pasien. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), serta Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain ditur dalam pasal 359 yang berbunyi: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun".
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oeh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: "Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya."
Kepastian Hukum
Melihat berbagai saksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut diatas dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan, tetapi juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik.
Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum. Azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga untuk diperlakukan sama didepan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jamina kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik tanpa memihak siapa pun.
Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan malpraktik apabila:
Langkah-langkah Penanganan Kasus
Pertimbangan apakah kasus akan diselesaikan di pengadilan ataukah dengan cara perdamaian perlu dibahas pada waktu tersebut. Kasus yang secara nyata merupakan kesalahan pihak medis dan dinilai "undefensable" sebaiknya diselesaikan dengan cara non litigasi. Sebaliknya, kasus yang secara nyata tidak memiliki titik lemah di pihak medis dapat dipertimbangkan untuk diselesaikan melalui sidang pengadilan. Kadang-kadang terdapat kasus "abu-abu" atau "kasus ringan" yang penyelesaian cara non litigasi mungkin akan lebih "menguntungkan" dari segi finansial daripada memilih cara penyelesaian litigasi. Guna menghadapi hal itu, organisasi profesi (PDSp) membentuk semacam "dewan pakar" atau "dewan kehormatan pembina", yang akan menilai kasus dari sisi profesi dan kemudian akan menjadi saksi ahli - menyampaikan hasil pembahasan peer-group tersebut kepada penyidik.
- Berasal dari kata “mal” yang berarti buruk dan “practice” yang berarti suatu tindakan atau praktik. Malpraktik adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien.
- Menurut Black’s Law Dictionary, malpraktik adalah “professional misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them”. Pengertian malpraktik diatas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga berlaku bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan, dan lain-lain.
- Menurut World Medical Association (1992) adalah : “medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.
- Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950).
- Menurut Hoekema, 1981, malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama.
- Pada undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebut sebagai kesalahan atau kelalaian dokter sedangkan dalam undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran dikatakan sebagai pelanggaran disiplin dokter.
- Pegangan pokok untuk membuktikan malpraktik adalah dengan adanya kesalahan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter ketika melakukan perawatan medik dan ada pihak lain yang dirugikan atas tindakan tersebut.
- Malpraktik adalah suatu tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan standard operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
- Kecelakaan
- Resiko tindakan meik (risk of treatment)
- Kesalahan penilaian (error of judgement).
- Adanya perbuatan (berbuat atau tidak berbuat)
- Perbuatan itu melanggar hukum
- Ada kerugian yang diatanggung pasien
- Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
- Adanya unsur kesalahan atau kelalaian.
Ada duty of care
Artinya dokter atau RS mengaku berkewajiban memberi asuhan ke[ada pasien.
Ada breach of duty
Artinya dokter atau RS tidak melakukan kewajiban sebagaimana seharusnya. Wujud breach atau pelanggaran ini adalah:
- Kesalahan dalam tindakan medis, seperti kekliruan diagnosa, interpretasi hasil pemeriksaan penunjang, indikasi tindakan, tindakan tidak sesuai dengan standar pelayanan, kesalahan pemberian obat, kekeliruan transfuse, dll
- Kelalaian berat. Tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut asas-asas dan standar praktik kedokteran yang baik.
Ada hubungan sebab akibat langsung antara butir 2 dan 3, artinya cedera pada pasien memenag akibat breach of duty pada pemberi asuhan kesehatan. Ini yang paling sukar dibuktikan.
Sanksi Hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter sebagaimana contoh kasus yang terjadi yaitu tentang kelalaian, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang .
Serta tidak menutup kemungkinan juga dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa pasien. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), serta Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain ditur dalam pasal 359 yang berbunyi: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun".
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
- Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orag lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
- Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembian bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinngi tiga ratus juta rupiah
Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oeh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: "Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya."
Kepastian Hukum
Melihat berbagai saksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut diatas dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan, tetapi juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik.
Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum. Azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga untuk diperlakukan sama didepan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jamina kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik tanpa memihak siapa pun.
Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan malpraktik apabila:
- Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai.
- Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap kode etik kedokteran Indonesia (kodeki)
- Melanggar UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Langkah-langkah Penanganan Kasus
- Dimulai dari langkah pencegahan. Dilakukan perspektif safety disetiap langkah prosedur atau tindakan medis dengan melibatkan proses manajemen resiko.
- Bila telah terjadi peristiwa yang potensial menjadi kasus tuntutan hukum, maka profesioanl wajib menganalisis peristiwa tersebut untuk meemukan apakah kesalahan yang telah terjadi dan kemudian melakukan koreksi. Untuk melakukan hal itu, ia harus membuat kronologi peristiwa dan menjelaskan alasan masing-masing tindakannya, dan menandatanganinya.
- Bila tingkat potesial menjadi kasus medikoleganya cukup tinggi, maka kasus tersebut dilaporkanke atasan (ketua KSMF atau Komite Medik) untuk dibahas bersama pakar dari organisasi profesi atau perhimpunan spesialis terkait. Dalam audit klinis tersebut dilakukan pembahasan tentang keadaan pasien, situasi kondisi yang merupakan “tekanan”, diagnosis kerja dan diagnosis banding, indikasi medis dan kontra indikasi, alternative tindakan, informed consent, komunikasi, prosedur tindakan dibandingkan dengan standar, penyebab peristiwa yang menuju ke peristiwa medikolegal, penanganan peristiwa tersebut, diagnosis akhir, dan kesimpulan apakah prosedur medis dan alas an lainnya telah dilakukan sesuai dengan standar profesi atau SOP yang cocok dengan situasi kondisi kasus.
Pertimbangan apakah kasus akan diselesaikan di pengadilan ataukah dengan cara perdamaian perlu dibahas pada waktu tersebut. Kasus yang secara nyata merupakan kesalahan pihak medis dan dinilai "undefensable" sebaiknya diselesaikan dengan cara non litigasi. Sebaliknya, kasus yang secara nyata tidak memiliki titik lemah di pihak medis dapat dipertimbangkan untuk diselesaikan melalui sidang pengadilan. Kadang-kadang terdapat kasus "abu-abu" atau "kasus ringan" yang penyelesaian cara non litigasi mungkin akan lebih "menguntungkan" dari segi finansial daripada memilih cara penyelesaian litigasi. Guna menghadapi hal itu, organisasi profesi (PDSp) membentuk semacam "dewan pakar" atau "dewan kehormatan pembina", yang akan menilai kasus dari sisi profesi dan kemudian akan menjadi saksi ahli - menyampaikan hasil pembahasan peer-group tersebut kepada penyidik.
No comments :
Post a Comment