BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tumbuh kembang adalah proses berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa, anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah tahap transisi antara masa anak dan dewasa dimana terdapat fase tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, fertilisasi (Soetjiningsih, 2004). Pada tahap ini remaja memerlukan penyesuaian mental untuk membentuk nilai, sikap, dan minat baru terhadap perubahan fisik dan psikis (Hurlock, 1997).
Data demografi menunjukan remaja adalah populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di daerah sedang berkembang. Data demografi Amerika Serikat menunjukkan remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia seperlimanya adalah penduduk remaja berumur 10-19 tahun (Soetjiningsih, 2004).
Pada masa remaja akan menguasai tugas perkembangan yang penting dalam pembentukan hubungan-hubungan baru dan yang lebih matang dengan lawan jenis, dan dalam memainkan peran yang tepat dalam seksnya (Hurlock, 1997). Remaja memiliki keingintahuan yang tinggi tentang seks, namun orang tua tidak mengenal istilah pendidikan seks, karena seks dianggap tidak biasa, aneh, dan sangat tabu, bahkan mungkin dianggap porno.Oleh karena itu pendidikan seks sangat diperlukan karena dengan seks diusahakan timbulnya sikap emosional yang sehat dan bertanggung jawab tentang seks sehingga seks bagi remaja tidak dianggap sesuatu yang kabur, rahasia, mencemaskan bahkan menakutkan (Gunarsa, 2001).
Pada zaman modern sekarang muncul pula sekelompok remaja yang menyebarluaskan kebebasan ekstrim dalam seks. Ide kebebasan seks dicetuskan karena remaja beranggapan bahwa masalah seks sepenuhnya adalah masalah prive, dan masyarakat sama sekali tidak berhak mencampuri masalah tersebut. Mereka menuntut adanya tingkah laku seks murni individual yang kokoh berdasarkan dokrin kebebasan seks sepenuhnya (Kartono, 1992).
Kenyataan menunjukan bahwa, seks bebas dapat mengakibatkan banyaknya destruksi dikalangan kaum remaja, baik remaja pria maupun wanita (Kartono, 1992). Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Boyke Dian Nugraha, pada tahun 2000 terdapat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9%. Kelompok remaja yang masuk penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat SLTP dan SLTA (seksremaja.online, 2007).
Harapan sosial berkembang dalam bentuk tugas bagi orang tua dan guru untuk memberikan pendidikan tentang seks kepada putra putrinya. Remaja juga seharusnya sadar bahwa mulai memasuki tahap baru dalam kehidupan, yaitu tahap dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Hurlock, 1997).
Berdasarkan uraian diatas, didapat bahwa rendahnya pengetahuan remaja awal tentang seks dipengaruhi oleh faktor keluarga dan faktor lingkungan social, karena kedua faktor ini menganggap seks sebagai hal yang tidak pantas untuk dibicarakan. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hal tersebut agar remaja awal dapat lebih mengenal tentang seks yang terdiri dari perubahan organ reproduksi, hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan, serta kelainan-kelainan seksual.
Peneliti mengambil lokasi penelitian di SLTP Negeri 3 Metro karena setelah dilakukan studi pendahuluan ternyata di SLTP Negeri 3 Metro belum pernah dilakukan penyuluhan dan siswa belum mengetahui faktor penyebab rendahnya pengetahuan remaja awal tentang pendidikan seks.
No comments :
Post a Comment