Definisi Fase Laten Memanjang
Menurut Sarono Prawirohardjo dalam buku pelayanan maternal dan neonatal fase laten memanjang adalah suatu keadaan pada kala I dimana pembukaan serviks sampai 4 cm dan berlangsung lebih dari 8 jam.
Etiologi
Menurut Rustam Mochtar (Sinopsis Obstetri) pada dasarnya fase laten memanjang dapat disebabkan oleh :
1. His tidak efisien (adekuat)
2. Tali pusat pendek
3. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
4. Kesalahan petugas kesehatan memastikan bahwa pasien sudah masuk dalam persalinan (inpartu) atau belum
Faktor-faktor ini saling berhubungan satu sama lain.
Penilaian Klinis
Menurut Sarwono Prawirohardjo menentukan keadaan janin :
- Periksa DJJ selama atau segera setelah His. Hitung frekuensinya sekurang-kurangnya 1 x dalam 30 menit selama fase aktif dan tiap 5 menit selama fase laten kala II.
- Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah, pikiran kemungkinan gawat janin
- Jika tidak ada ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang mungkin juga menyebabkan gawat janin. Perbaiki keadaan umum dengan memberikan dukungan psikologis. Berikan cairan baik secara oral atau parenteral dan upayakan BAK.
- Bila penderita merasakan nyeri yang sangat berat berikan analgetik
Diagnosis
Menurut Suprijadi dalam buku asuhan intrapartum pada fase laten memanjang ini memungkinkan terjadinya partus lama. Maka dari itu bidan harus bisa mengidentifikasi keadaan ini dengan baik.
Diagnosa partus lama ialah :
Tanda dan Gejala Diagnosa
1. Serviks tidak membuka
Tidak didapatkan his/his tidak teratur Belum inpartu
2. Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam inpartu dengan his yang teratur Fase laten memanjang
3. Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada partograf
a. Frekuensi his kurang dari 3 x his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik
b. Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik
c. Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tak maju dengan caput, terdapat moulase hebat, oedema serviks, tanda ruptura uteri imins, gawat janin Fase aktif memanjang
4. Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tidak ada kemajuan penurunan Kala II lama
Kekeliruan melakukan diagnosa persalinan palsu menjadi fase laten menyebabkan pemberian induksi yang tidak perlu yang biasanya sering gagal. Hal ini menyebabkan tindakan operasi SC yang kurang perlu dan sering menyebabkan amnionitis. Oleh sebab itu maka petugas kesehatan atau bidan harus benar-benar tahu atau paham tentang perbedaan persalinan sesungguhnya dan persalinan palsu yaitu dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Persalinan sesungguhnya
a. Serviks menipis dan membuka
b. Rasa nyeri dengan internal teratur
c. Internal antara rasa nyeri yang secara perlahan semakin pendek
d. Waktu dan kekuatan kontraksi bertambah
e. Rasa nyeri berada dibagian perut bagian bawah dan menjalar ke belakang
f. Dengan berjalan menambah intensitas
g. Ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi dengan intensitas rasa nyeri
h. Lendir darah sering tampak
i. Kepala janin terfiksasi di PAP diantara kontraksi
j. Pemberian obat penenang tidak menghentikan proses persalinan sesungguhnya
k. Ada penurunan kepala bayi
2. Persalinan Semu
a. Tidak ada perubahan serviks
b. Rasa nyeri tidak teratur
c. Tidak ada perubahan internal antara nyeri yang satu dan yang lain
d. Tidak ada perubahan pada waktu dan kekuatan kontraksi
e. Kebanyakan rasa nyeri dibagian depan saja
f. Tidak ada perubahan rasa nyeri dengan berjalan
g. Tidak ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi uterus dengan intensitas rasa nyeri
h. Tidak ada lendir darah
i. Tidak ada kemajuan penurunan bagian terendah janin
j. Kepala belum masuk PAP walaupun ada kontraksi
k. Pemberian obat yang efisien menghentikan rasa nyeri pada persalinan
Penatalaksanaan
1. Penanganan secara umum (menurut Sarwono Prawirohardjo)
a. Nilai secara cepat keadaan umum wanita hamil tersebut termasuk tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya. Apakah ia kesakitan dan gelisah, jika ya pertimbangkan pemberian analgetik.
b. Tentukan apakah pasien benar-benar inpartu
c. Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah O2 ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan dan mengedan dengan tidak menahan napas terlalu lama
d. Perhatikan DJJ
2. Penanganan secara khusus
Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan penilaian ulang serviks :
- Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks serta tak didapatkan tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu
- Bila ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostoglandin. Lakukan drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai His adekuat (maksimum 40 tetes/menit) atau diberikan preparat prostaglandin. Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin lakukan seksio sesarea.
- Pada daerah yang prevelensi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan ketuban tetap utuh, selama pemberian oksitosin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penularan HIV
- Bila didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes permenit setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes/menit atau diberikan preparat prostaglandin, serta berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan yaitu amplisilin 29 gr IV. Sebagai dosis awal dan 1 gr IV setiap 6 jam ditambah dengan gestamisin setiap 24 jam.
- Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinan
- Jika dilakukan seksiosesarea, lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
No comments :
Post a Comment