MAKALAH
“ MASALAH KURANGNYA MUTU LAYANAN PUSKESMAS DITINJAU DARI SARANA, PETUGAS PEMBERI PELAYANAN, SERTA PROGRAM DINKES MELALUI PUSKESMAS BERUPA UPAYA PENANGGULANGAN GIZI BURUK DAN ASURANSI KESEHATAN “
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Mutu Pelayanan
2.1.1 Mutu
2.1.1.1 Pengertian Mutu
2.1.1.2 Perbedaan defenisi Mutu
2.1.1.3 Alasan Pentingnya Mutu
2.1.2 Mutu Pelayanan Kesehatan
2.1.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
2.1.2.2 Arti Mutu Pelayanan Kesehatan dari beberapa sudut pandang
2.1.2.3 Proses Pelayanan Kesehatan
2.1.2.4 Pandangan Pasien Terhadap Mutu Klinik
2.1.2.5 Pandangan provider Terhadap Mutu Klinik
2.1.2.6 Mutu Pelayanan
2.2 Trilogi Juran
2.2.1 Perencanaan Mutu
2.2.2 Pengendalian Mutu
2.2.3 Peningkatan Mutu
2.3 Manajemen Mutu
2.3.1 Manejemen Mutu Philip B. Crosby
2.4 Manajemen Mutu Deming
2.5 Manajemen atai 14 Anjuran Deming
2.6 Faktor-faktor Fundamental yang mempengaruhi Mutu 9M
2.7 Jenis-jenis mutu menurut tempatnya
2.8 Klasifikasi mutu dalam Product Life Cycle
2.9 Proses Kendali Mutu
2.10 Kepuasan pelanggan
2.10.1 Pengertian Pelanggan
2.10.2 Mengukur Kepuasan Pelanggan
2.10.3 Produk dan Kepuasan Pelanggan
2.10.4 Mutu Berdasarkan Kepuasan Pelanggan
2.11 Dimensi Mutu
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 “Dinkes melalui Puskesmas, Gagal Tangani Gizi Buruk”
3.2 “Layanan Puskesmas di Surabaya Masih Buruk”
3.3 “Puskesmas – Posyandu Kekurangan Makanan Tambahan Untuk Bayi Kurang Gizi”
3.4 “Bali Perlu Infestasi Khusus di Bidang Kesehatan Demi Pelayanan Puskesmas yang Prima”
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah besar Kesehatan kita menurut Handrawan Nadesul seperti yang beliau tulis dalam pendapat di Koran Tempo 20 November 2008, timbul karena rakyat di kampong dan pedesaan yang hidupnya belum sehat. Ia mencontohkan Bangladesh yang mampu mendongkrak kesehatan rakyatnya melebihi Indonesia meski anggaran yang disediakan sangat minim.
Pelayanan kesehatan yang memadai merupakan tumpuan masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah salah satu kebutuhan mendasar selain pangan dan juga pendidikan. Pelayanan kesehatan bukan salah monopoli rumah sakit saja. Penduduk Indonesia yang jumlahnya melebihi 200 juta jiwa tidak mungkin harus bergantung dari rumah sakit yan umlahnya sedikit dan tidak merata penyebarannya.
Pelayanan kesehatan yang bermutu masih jauh dari harapan masyarakat, serta berkembangnya kesadaran akan pentingnya mutu, maka UU Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 menekankan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, khususnya ditingkat Puskesmas.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tesebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota .
Saat ini, pudarnya Ujung Tombak Pelayanan Kesehatan, demikian halnya Puskesmas menjadi hal yang sangan disayangkan dibandingkan pada tahun 1980-an dimana pusat Pelayanan Kesehatan terlihat sangat ramai dikunjungi pasien yang hendak berobat, yang kini fenomena itu jarang terjadi. Sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat, mestinya puskesmas dapat menjadi tempat rujukan pertama dengan pelayanan prima yang dapat menangani berbagai masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat, dan yang lebih fatal dimana petugas puskesmas tidak begitu tanggap dengan pelayanan medik, tetapi lebih menekankan administrasi.
Banyak masalah yang menjadi pemicu rendahnya pencitraan puskesmas pada saat sekarang. Sarana yang tidak lengkap seperti obat-obatan yang kurang bermutu dari segi variasi, petugas yang kurang tanggap dengan pasien, keramahan yang kurang dari pemberi layanan, sehingga masyarakat kurang puas setiap berobat ke pusat pelayanan kesehatan ini. Disamping itu program puskesmas yang kurang berjalan menjadi pemicu rendahnya mutu pelayanan puskesmas di mata masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan hal sudah dikemukakan diatas, maka kita akan melihat apakah benar puskesmas menjadi sarana kesehatan yang tidak bermutu lagi dimasyarakat. Dalam hal ini, puskesmas dibawah tanggung jawab Dinas Kesehatan menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat, mulai dari preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif. Program Dinkes yang telah ada tidah sepenuhnya berjalan dengan lancar, dapat dilihat dari masih adanya masalah kesehatan yang ditemui dalam masyarakat, misalnya ditemukan wabah gizi buruk pada balita dibeberapa tempat di Indonesia . Hal ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan pertanggungjawaban dari pihak puskesmas setempat. Mungkin saja dikarenakan peran serta masyarakat yang kurang terhadap lingkungan, dalam hal ini para ibu yang tidak memperhatikan gizi anaknya mulai dari lahir sampai dewasa.
Konsep puskesmas seharusnya menjemput bola. Perannya bukan hanya seperti rumah sakit yang menunggu pasien berkunjung. Untuk daerah terpencil yang sulit dijangkau, puskesmas hatus mendekat ke masyarakat agar mereka tidak terlanjur sakit. Bila masyarakat tidak dibina, dari 4 program puskesmas yang harus ada, mereka rentan jatuh sakit, sehingga puskesmas akan dinilai gagal karena pasien yang akan berobat akan semakin banyak, dan yang lebih parah apabila mereka mengeluh dengan penyakit yang itu-itu saja.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan masalah mengenai rendahnya mutu pelayanan puskesmas ini adalah apakah benar momok yang beredar di masyarakat tentang pencitraan puskesmas yang rendah. Dilihat dari berbagai segi, apa saja yang menyebabkan masalah ini terjadi, dari pihak Dinas kesehatan sebagai penanggung jawab, puskesmas sebagai pelaksana, dan masyarakat sebagai penunjang pelayanan kesehatan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Untuk mengembangkan berbagai disiplin ilmu yang diperoleh di pendidikan
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai bahan bagi mahasiswa lainnya mengenai mutu pelayanan kesehatan khususnya mengenai kontrasepsi (KB)
1.4.3 Bagi Instansi Kesehatan
Dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 MUTU PELAYANAN
2.1.1 MUTU
2.1.1.1 Pengertian Mutu
ü Mutu adalah suatu keputusan yang berhubungan denga proses pelayanan, yang berdasarkan tngkat dimana pelayanan memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes.
ü Mutu adalah kecocokan penggunaan produk (Fitness for use), untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan dari penggunaan tersebut didasarkan atas 5 ciri utama, yaitu:
§ Teknologi : kekuatan dan daya tahan
§ Psikologis : citra rasa atau status
§ Waktu : kehandalan
§ Kontraktual : adanya jaminan
§ Etika : sopan santun, ramah atau jujur
(Juran)
ü Mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan di mana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan ( Dr. Armand V. Feigenbaum ).
ü Mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya
ü Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan
ü Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.
ü Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (konsumen).
ü Mutu gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan (American Society for Quality Control).
ü Mutu: kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The conformance of requirements-Philip B. Crosby, 1979).
Banyak arti tentang mutu namun dua di antaranya sangat penting bagi manajer, meskipun tidak menyadarinya, yaitu :
Ø Mutu sebagai keistimewaan Produk
Di mata pelanggan, semakin baik keistimewaan produk semakin tinggi mutunya.
Keistimewaan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan :
Mutu yang lebih tinggi dari produk memungkinkan (memberikan manfaat) untuk :
– Meningkatkan kepuasan pelanggan.
– Membuat produk mudah laku dijual
– Memenangkan persaingan
– Meningkatkan pangsa pasar
– Memperoleh pemasukan dari penjualan
– Menjamin harga premium
– Dampak yang teruatama adalah terhadap penjualan
– Biasanya, mutu yang lebih tinggi membutuhkan biaya lebih banya.
Ø Mutu berarti bebas dari kekurangan (defisiensi), zero defect, defect-fre.
Di mata pelanggan semakin sedikit kekurangan, semakin baik mutunya.
Mutu yang bebas dari kekurangan :
Mutu yang lebih tinggi memungkinkan untuk :
- Mengurangi tingkat kesalahan
– Mengurangi pekerjaan ulang dan pemborosan
– Mengurangi kegagalan di lapangan, beban garansi
– Mengurangi ketidakpuasan pelanggan
– Mengurangi keharusan memeriksa dan menguji
– Memendekkan waktu guna melempar produk baru ke pasar
– Tingkatkan hasil/kapasitas
– Meningkatkan kinerja pengiriman
– Dampak utama biaya
– Biasanya mutu lebih tinggi biayanya lebih sedikit
2.1.1.2 Perbedaan definisi mutu
ü Bagi health consumer : Mutu layanan terkait pada ketanggapan, keramahan petugas serta kesembuhan atas penyakit yang diderita.
ü Bagi health provider : mutu pelayana sesuai dengan kemajuan ilmu kesehatan yang mutakhir
ü Bagi health financing : mut pelayanan terkait pada efisiensi sumber daya ( uang terutama ) ; kewajaran atas pembiayaan, dan mampu memberikan keuntungan.
2.1.1.3 Alasan pentingnya mutu
§ Perubahan global, misalnya perdagangan bebas
§ Mutu adalah masalah hak dan etis
§ Mutu membantu pasien memcapai hasil yang optimal
§ Komitmen terhadap mutu akan mengurangi biaya pengeluaran
§ Kebanggan staf terhadap organisasi
§ Menghindari rasa frustasi baik dari staf maupun pelanggan
§ Lebih mudah untuk memenuhi standar-standar yang ditetapkan
2.1.2 MUTU PELAYANAN KESEHATAN
2.1.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesahatan
Ø Mutu Pelayanan Kesehatan merupakan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk (Dr. Avedis Donabedian, dalam Buku Manajemen Mutu Paripurna Pelayanan Kesehatan)
Ø Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampua untuk menghasilkan dampat pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Milton I Roemer dan C Montoya Aguilar, WHO, 1988).
2.1.2.2 Arti Mutu pelayanan Kesehatan dari beberapa Sudut Pandang :
ü Pasien, Petugas Kesehatan dan Manajer
Mutu merupakan fokus sentral dari tiap uapaya untuk memberikan pelayanan kesehatan
ü Pasien dan Masyarakat
Mutu pelayanan berarti suatu empathi, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung.
ü Petugas Kesehatan
Mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik.
ü Kepuasan Praktisioner
Suatu ketetapan “kebagusan” terhadap penyediaan dan keadaan dari pekerja praktisioner, untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya sendiri
ü Manajer
ü Bagi yayasan atau pemilik rumah sakit
2.1.2.3 Proses pelayanan kesehatan
Proses pelayanan kesehatan ini terdiri dari du komponen utama, yaitu:
1. Pelayanan Teknis
2. Manajemen Hubungan Interpersonal antara praktisioner dank lien.
( Buku Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan)
2.1.2.4 Pandangan Pasien terhadap Mutu Klinik:
1. Dokter terlatih dengan baik
2. Melihat dokter yang sama setiap visite
3. Perhatian pribadi dokter terhadap pasien
4. Privacy dalam diskusi penyakit
5. Ongkos klinik terbuka
6. Waktu tunggu dokter yang singkat
7. Informasi dari dokter
8. Ruang istirahat yang baik
9. Staf yang menyenangkan
10. Ruang tunggu yang nyaman
2.1.2.5 Pandangan Provider terhadap Mutu Klinik:
1. Perilaku seseorang terhadap pasien, dokter dsb
2. Koordinasi antar peran masing-masing, interdepartemen
3. Jumlah kontak dengan pasien
4. Kepuasan pasien dan hal-hal yang menyenangkan
5. Keterampilan medis dan fisilitas
6. Fasilitas fisik
7. Kelangsungan perawatan, dokter yang sama visite pasien berikutnya
8. Follow-up, seperti janji pasien kembali
9. Penyukuhan pasien dan pemahamannya
10. Hubungan pasien staf
11. Sistem pencatatan
12. Penekanan riset
13. Hubungan antar staf
2.1.2.6 Mutu Pelayanan dibuat dalil (postulate) ke dalam lima komponen atau dimensi, kemudian dibuat daftar atribut sebagaimana daftar berikut :
a. Preventif
• Check Up
• Pemeriksaan Rectal Pemeriksaan Pelvic
• Papanicolau smear
• Prenatal Check Up
• Imunisasi
• Pemeriksaan Bayi
• Serologi
• Nasihat menghindari masalah yang dapat terjadi akan datang
b. Komprehensif
• Keadaan sekunder
• Faktor-faktor Sosial
c. Koordinasi
• Rujukan spesialis
• Rujukan Paramedik
• Pelayanan Konsultasi
d. Kelangsungan
• Follow up visite
• Follow up visite yang diminta
• Kelangsungan tenaga medis
• Catatan Kemajuan
• Pelayanan Rehabilitasi
e. Rasionalitas
• Keluhan utama - Pengobatan : resep
• Riwayat - Pengobatan : yang lain
• Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan darah lengkap
• Diagnosis - Pemeriksaan Urine
• Permintaan LAboratorium - Pekerjaan Lab yang lain
• Catatan Hasil laboratorium - Pekerjaan radiologi lain
• Pengamatan Dokter
• Pembedahan
• Pengobatan : injeksi
2.1.2.7 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
v Kompetensi Teknis (Technical competence)
v Akses terhadap pelayanan (Access to service)
v Efektivitas (Effectiveness)
v Efisiensi (Efficiency)
v Kontinuitas (Continuity)
v Keamanan (Safety)
v Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
v Kenyamanan (Amenities)
2.1.2.8 Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan
Dalam proses untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara:
1. Meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan, perlengkapan dan material
2. Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan
a. Struktur
ü Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
ü Struktur = input
ü Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :
§ Jumlah, besarnya input
§ Mutu struktur atau mutu input
§ Besarnya anggaran atau biaya
§ Kewajaran
b. Proses
§ Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan pasien.
§ Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
§ Baik tidaknya proses dapat diukur dari :
ü Relevan tidaknya proses itu bagi pasien
ü Fleksibilitas dan efektifitas
ü Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
ü Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
c. Outcomes
ü Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap pasien.
ü Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
ü Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
ü Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional pasien.
2.1.2.8 Pelayanan Medis yang Baik :
· Pelayanan medis yang baik adalah praktek kedokteran (pengobatan) yang rasional yang berdasarkan ilmu pengetahuan.
· Pelayanan medis yan baik, menekankan pencegahan
· Pelayanan medis yang baik, memerlukan kerjasama yang cerdik (intilligent) antara pasien yang awam dan para praktisi yang ilmiah medis
· Pelayanan medis yang baik, memerlukan individu seutuhnya
· Pelayanan medis yang baik, mempertahankan hubungan pribadi yang akrab dan berkesinambungan antara dokter dan pasien
· Pelayanan medis yang baik dikoordinasikan dengan pekerjaan kesejahteraan sosial
· Pelayanan kesehatan yang baik, mengkordinasikan semua jenis pelayanan kesehatan
· Pelayanan medis yang baik termasuk pelaksanaan semua pelayanan yang diperlukan dari ilmu kedokteran modern sesuai dengan kebutuhan semua orang.
2.1.2.9 Mutu pelayanan Kesehatan dalam Peraturan Perundang-undangan :
Ä UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Ä Mutu dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN)
Ä RP3JPK (1983)
Ä GBHN 1993, Tap MPR No. II/MPR/1999
2.2 TRILOGI JURAN
2.2.1 Perencanaan Mutu (Quality Planning)
Suatu mutu seharusnya direncanakan atau dirancang, yang terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut :
§ Menetapakan (Identifikasi) siapa pelanggan
§ Menetapkan (identifikasi) kebutuhan pelanggan
§ mengembangkan keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan.
§ mengembangkan proses yang mampu menghasilkan keistimewaan produk
§ Mengarahkan perencanaan ke kegiatan-kegiatan operasional
2.2.2 Pengendalian Mutu (Quality Control)
Kontrol mutu adalah proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan atau perubahan segera setelah terjadi, sehingga mutu dapat dipertahankan.
Adapun langkah-langkah kegiatan yang dikerjakan, antara lain:
§ Evaluasi kinerja dan kontrol produk
§ Membandingkan kinerja aktual terhadap tujuan produk.
§ Bertindak terhadap perbedaan atau penyimpangan mutu yang ada.
2.2.3 Peningkatan Mutu (Quality Improvement)
Peningkatan mutu mencakup dua hal yaitu :
· Fitness for use
· Mengurangi tingkat kecacatan dan kesalahan
Kegiatan-kegiatan Peningkatan Mutu :
ü Mengadakan infrastruktur yang diperlukan bagi upaya peningkatan mutu.
ü Identifikasi apa yang perlu ditingkatkan dan proyek peningkatan mutu.
ü Menetapkan tim proyek
ü Menyediakan tim dengan sumber daya, pelatihan, motivasi untuk :
§ Mendiagnose penyebab
§ Merangsang perbaikan
§ Mengadakan pengendalian agar tetap tercapai perolehan
Meningkatkan fitness for use mempunyai beberapa Manfaat :
ü Mutu lebih baik dari pengguna
ü Pangsa Pasar yang besar untuk manufaktur
ü Harga premi bagi manufaktur
ü Status pasaran bagi manufaktur
Mengurangi tingkat Kecacatan dan kesalahan mempunyai manfaat :
ü Mengurangi biaya dan beberapa gesekan pengguna
ü Mengurangi secara dramatis pembiayaan bagi manufaktur.
ü Meningkatkan produktivitas lebih mudah diproduksi
ü Mengurangi inventaris dalam mendukung konsep tepat waktu
2.3 Manajemen Mutu
2.3.1 Manajemen Mutu Philip B. Crosby
Menurut, Philip B. Crosby, ada “empat hal yang mutlak (absolut)” menjadi bagian integral dari manajemen mutu, yaitu bahwa:
v Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The definition of Quality is conformance to requirements)
v Sistem mutu adalah pencegahan (The system of quality is prevention)
v Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is Zero Defects)
v Ukuran mutu adalah harga ketidaksesuaian (The measurement of quality is the price of nonconformance).
14 langkah yang diperlukan untuk pelaksanaan rencana Zero Defects, yaitu :
1. Komitmen Manajemen (Management Commitment)
2. Tim Peningkatan Mutu (Quality improvement Team)
3. Pengukuran-Pengukuran (Measurement)
4. Biaya Mutu (Cost of Quality)
5. Sadar akan Mutu (Quality awareness)
6. Kegiatan koreksi (Corrective action)
7. Rencana ZD (zero deffects planning)
8. Pelatihan pekerja (employee education)
9. Hari ZD (zero deffects day)
10. Menyusun tujuan (Goal setting)
11. Mengganti penyebab kesalahan (error cause removal)
12. Pengakuan (recognition)
13. Dewan Mutu (Quality council)
14. Kerjakan sekali lagi (Do it ever again)
2.4 Manajemen Mutu Deming
Menurut, Deming terdapat 14 butir pedoman manajemen yang menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mentransformasi “budaya mutu” atau perubahan budaya organisasi. 14 butir manajemen mutu Deming yaitu :
1. Create and publish to all employees a statement of the aims and purposes of the company or other organization. The management must demonstrative constantly their commitment to this statement. Create constancy of purpose of purpose for continual improvement of product and service
2. Learn the new philosopy, top management and everybody. Adopt the new philosopy for economic stability
3. Understand the purpose of inspection, for improvement of processess and reduction of cost. Cease dependence on inspection to achieve quality
4. End the practise of awarding business on the basis of price tag alone
5. Improve constantly and forever the system of production and service
6. Institute training & Institute training on the job
7. Teach and institute leadership & Adopt and institute modern methods of supervision and leadership.
8. Drive out fear. Create trust. Create a climate for innovation & Drive out fear
9. Optimize toward the aims and purposes of the company the efforts of the learns, groups, staff areas & Breek down barries between departments and individuals
10. Eliminate exhortations for the work force & Eliminate the use of slogans, posters and exhortations
11. Eliminate numerical quotas for production, insteed, learns, group and institute methods for improvement & Eliminate management by objective. Eliminate work standars and numerical quotas
12. Remove barriers that rob people of pride of workmanship & Remove barriers that rob the hourly worker of the right to pride in workmanship
13. Encourage education and self-improvement for everyone & Institute a vigorous programme of education and retraining
14. Take action to accomplish the transformation & Define top managements permanent commitment to ever improving quality and productivity.
2.5 Manajamen Mutu Atau 14 Anjuran Deming Dapat di Ringkas Dalam Pengertian Segitiga Deming, Segitiga Joiner Atau Segitiga TQM
Ø Aksioma 1 : Komitmen tingkat puncak untuk perbaikan mutu.
Ø Aksioma 2 : Menatap setiap aspek secara efektif untuk meyakinkan bahwa produk atau jasa di rancang, dibangun, dan diantarkan sesuai dengan harapan pelanggan.
Ø Aksioma 3 : Setiap anggota organisasi menyadari pentingnya peranan dirinya untuk pencapaian tersebut.
2.6 Faktor-faktor Fundamental yang mempengaruhi mutu 9 M :
ü Men
ü Money
ü Materials
ü Machines
ü Modern Information Methods
ü Markets
ü Management
ü Motivation
ü Mounting Product Requirement
2.7 Jenis-jenis Mutu menurut Tempatnya :
v Q0 : Permintaan/kebutuhan/keinginan/penggunaan yang merupakan akhir kepuasan pelanggan.
v Q1 : Permintaan untuk usaha memperoleh pelanggan.
v Q2 : Tujuan mutu untuk riset dan pengembangan operasional.
v Q3 : Instruksi mutu (tujuan) spesifik oleh manajer puncak untuk mutu baru produk akan datang
v Q4 : Permintaan mutu spesifik dalam gambar dan spesifikasi.
v Q5 : Mutu produk protipe baru.
v Q6 : Desain proses mencapai mutu.
v Q7 : Mutu produk yang disuplai
v Q8 : Mutu pada masing – masing produk proses
v Q9 : Mutu yang dijamin dengan test dan inspeksi
v Q10 : Mutu ketika produk dikirim ke pelanggan
v Q11 : Mutu pelayanan oleh personil pendukung produk pada pelanggan
v Mutu dalam Audit : Mutu diidentifikasi melalui audit mutu oleh manajer puncak atau bagian Total Quality Control atau bagian Quality Assurance
v Mutu dalam menangani keluhan : Mutu atau efisiensi atau efektifitas dan klaim pelanggan atau penanganan keluhan
2.8 Klasifikasi mutu dalam “Product Life Cycle”
1. Mutu di dalam Perencanaan
2. Mutu di dalam Desain
3. Mutu di dalam Produksi
4. Mutu di dalam Penggunan
2.9 Proses Kendali Mutu
2.10 Kepuasan Pelanggan
Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingka penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang ( Philip Kotler ).
Kepuasan pelanggan rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain atau kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor, antara lain yang bersangkutan dengan :
ü Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali datang.
ü Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharap
ü Prosedur perjanjian
ü Waktu tunggu
ü Fasilitas umum yang tersedia
ü Fasilitas perhotelan
ü Outcome terapi dan perawatan yang diterima
2.10.1 Pelanggan
v Orang yang paling penting dalam setiap kesibukan atau bisnis kita
v Tidak tergantung pada kita. Kita bergantung pada mereka
v Tidak merepotkan kita, mereka adalah yang kita maksud
v Bagian dari kita, bukan di luar kita
v Tidak sekedar statistik. Mereka memiliki perasaan, seperti kita.
v Orang yang datang kepada kita dengan kebutuhan dan keinginannya adalah tugas kita untuk memenuhinya
v Mereka adalah darah kehidupan organisasi, tanpa mereka kita tidak ada.
2.10.2 Mengukur Kepuasan Pelanggan
Puas atau tidak puas seseorang tergantung pada :
· Sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa senang atau tidak senang).
· Tingkatan daripada evaluasi “baik atau tidak” untuk dirinya, melebihi atau di bawah standar.
2.10.3 Produk dan Kepuasan Pelanggan
Beberapa definisi menurut J. M. Juran :
o Produk adalah keluaran (output) dari proses.
o Barang adalah benda-benda fisik seperti mobil, televisi
o Jasa adalah pekerjaan yang dikerjakan untuk orang lain seperti transportasi, hotel, rumah sakit, dll
o Keistimewaan produk adalah sifat yang dimiliki oleh suatu produk yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari konsumen.
o Kekurangan (defisiensi) produk adalah kegagalan produk yang mengakibatkan ketidakpuasan terhadap produk.
2.10.4 Mutu Berdasarkan Kepuasan Pelanggan
Paling penting kondisi bagi pelanggan adalah :
Ø Kenyataan penggunaan akhir
Ø Harga jual produk dan jasa
Yang dapat direfleksikan dalam sepuluh kondisi yaitu
Ø Spesifikasi Dimensi dan karakter Operasional (The Spesification of Dimensions and Operoting Characteristics)
Ø Sasaran daya tahan dan lamanya bertahan (The Live and Reliability Objective)
Ø Standar yang Relevan (The Relevants Standards)
Ø Persyaratan Keamanan (The Safety Requirements)
Ø Biaya Engineering,Manufacturing dan Biaya Mutu
Ø Instalasi Lapangan
Ø Pertimbangan Lingkungan
Ø Biaya Operasional Palanggan
2.11 Dimensi Mutu
Delapan dimensi Mutu :
ü Penampilan (performance), suatu karakter utama hasil produk
ü Gambaran atau keistimewaan (features)
ü Ketahanan (reliability)
ü Kesesuaian (conformance)
ü Lama bertahan (durability)
ü Kemampuan pelayanan (serviceability)
ü Estetika (Asthetics)
ü Mutu yang dirasakan (perceived quality)
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada kesempatan ini penulis akan memcoba membahas tentang mutu atau kualitas pelayanan Puskesmas di beberapa tempat di Indonesia .
3.1 Judul : “DINKES MELALUI PUSKESMAS, GAGAL TANGANI GIZI BURUK”
Lokasi : Kabupaten Kebumen
Waktu : 06 Maret 2008
KEBUMEN – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kebumen dinilai gagal dalam penanganan gizi buruk. Pasalnya, dalam program, kegiatan dan anggaran pada setiap fasilitas kesehatan yang termasuk Puskesmas yang dilakukan melum bias memberikan hasil yang signifikan. Untuk itu Dinkes harus kerja keras merumuskan kembali program-program baru yang betul-betul efektif dan efisien..
“Jangan sampai kasus gizi buruk mencuat kembali. Karena berita tentang adanya balita gizi buruk itu adalah kasus yang sangat memalukan,” kata anggota Komisi B DPRD Kabupaten Kebumen, Drs Lulus Triparyadi yang menanggapi masih ditemukan kasus gizi buruk di Kabupaten Kebumen, Senin (5/11)
Anggota DPRD Kabupaten Kebumen dari Fraksi Golkar ini mendesak Dinkes Kebumen cepat bertindak. Program yang selama ini dilakukan dalam menangani gizi buruk dievaluasi kembali. Program yang dinilai bak dan tepat sasaran ditindak lanjuti, sedangkan program yang gagal untuk diperbaharui.
Untuk waktu dekat ini, Dinkes dapat melakukan koordinasi dengan Puskesmas melakukan pendataan, melakukan pengamatan yang melinbatkan kader posyandu,”katanya. Anggota lain, Dian Lestari Pertiwi mengatakan masalah gizi buruk tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinkes namun menjadi tanggung jawab lintas sektoral. Instansi terkait harus terlibat dalam penanganan gizi buruk tersebut, terlebih lagi kepala desa dan perangkat desa harus memantau ada kasus gizi buruk atau tidak di Wilayahnya.
Ika di wilayahnya ditemukan ada balita alami gizi buruk maka cepat bertindak. Minimal melaporkan kasus tersebut ke Puskesmas terdekat supaya dapat langsung ditangani.” “Apalagi Bupati Rustiningsih telah membuat kebijakan, bahwa gizi buruk menjadi indicator desa mendapat ADD,” kata Dian saat membezuk dua balita gizi buruk di RSUD bersama dengan Kabid Gizi Dinkes Kebumen dr Sukarni P, Kasi Gizi Sugihartana, Kabid Pelayanan Medis RSUD Kebumen dr Dhani Eka Rhini dan dokter specialist anak Rebuwa Hendardi.
Kabid Gizi Dinkes dr Sukarni P menyatakan adanya balita alami gizi buruk bukan karena Dinkes gagal dalam menanganinya. Karena kebanyakan kasus balita alami gizi buruk disebabkan adanya penyakit penyerta. Artinya, balita itu sudah mengalami sakit yang membuat daya tahan tubuh melemah.
Peran Posyandu
Untuk mencegah gizi buruk, katanya berbagai program dan kegiatan telah dilakukan. Seperti meningkatkan peran dan fungsi posyandu, penyuluhan dan pemberian makanan tambahan (PMT).
Untuk tahun anggaran 2008 ini dana perbaikan gizi masyarakat sebesar Rp.500 juta. Sedangkan, untuk biaya perawatan akan ditanggung biayanya darai APBD tingkat Provinsi Rp 4 juta/kasus.
3.2 Judul : “LAYANAN PUSKESMAS DI SURABAYA MASIH BURUK”
Lokasi : Surabaya
Waktu : Senin, 5 Januari 2009. 17:12 WIB
SURABAYA, SURYA Online – Warga Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim) masih mengeluhkan buruknya pelayanan kesehatan di sejumlah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Surabaya, kata sekretaris Komisi D Bidang Kesra dan Pendidikan DPRD Surabaya, Muhammad Alyas.
“Hasil jarring asmara (jarring aspirasi masyarakat) di lima kecamatan, ternyata banyak warga yang masih mengeluhkan buruknya pelayanan yang diberikan puskesmas,”katanya di Surabaya , Senin (5/1)
Menurutnya warga mengeluhakan mahalnya biaya karcis untuk sekali layanan, yang lebih fatal lagi kurang ramahnya petugas medis saat memberikan pelayanan. Akhirnya, warga jera untuk berobat ke puskesmas.
Padahal selama ini, pihaknya terus menekankan kepada Dinas Kesehatan untuk menginstruksikan Puskesmas di Surabaya agar memberikan pelayanan yang baik. Apalagi hal ini dibarengi dengan meningkatnya anggaran kesehatan di setiap tahun anggaran.
Petugas Puskesmas masih menganggap pasien sebagai beban. Mestinya Puskesmas harus membangun paradigma baru yang “care” dan simpatik,” kata Alyas.
Alyas uga menyebutkan, minimnya stok obat-obatan di puskesmas juga menjadi keluhan masyarakat.
Padahal, beberapa warga menuturkan hanya menerima obat yang sama meski keluhan sakit mereka berbeda. “Ini karena stok obat dan variasi obat yang minim”katanya.
Selain itu, lanjut Alyas, beratnya retribusi karcis sangat memberatkan masyarakat. Dalam aturan, masyarakat hanya dibebani biaya karcis Rp 2.500. Namun, dalam praktiknya mereka harus mengeluarkan uang antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 sekali berobat. Ini tidak bisa dibenarkan, sebab anggaran untuk obat-obatan sudah cukup tersedia banyak,” kata Alyas.
3.3 Judul : “Puskesmas – Posyandu Kekurangan Makanan Tambahan untuk Bayi Kurang Gizi”
Lokasi : Palembang
Waktu : 23 Oktober 2008
Data dari Dinas Kesehatan Palembang menyebutkan, penyebab anak balita kurang gizi antara lain rendahnya asupan saat giz, seperti karbohidart, protein dan lemak. Selain itu infeksi penyakit pada anak balita uga membuat kesehatan dan berat badan anak menurun.
Di Posyandu Cempaka, Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, umlah anak balita yang menderita kurang gizi mencapai 17 anak dari total 197 orang. Sementara di Posyandu Harapan Bunda, Keramasan, jumlah anak balita kurang gizi mencapai 12 anak dari total 250 anak balita.
Kader kesehatan Posyandu Cempaka, Yuana di Palembang, Rabu (22/10) mengatakan, anak balita yang kurang gizi itu mendapatkan makanan pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Untuk meningkatkan status gizi dan berat badannya. MP ASI itu berupa makanan pabrik dalam kemasan, yaitu biscuit untuk anak balita umur 1-2 tahun dan bubur untuk usia 6-11 bulan.
Meski demikian, MP ASI yang diberikan cuma-Cuma selama tiga bulan itu kerap tidak cocok dengan balita, sebagian orang tua di posyandu Cempaka menuturkan, bubur dalam kemasan itu baunya tengik sehingga anak-anak tidak mau memakannya. Padahal bubur itu belum kadaluarsa.
“Entah kenapa kok rasa bubur itu aneh bagi anak-anak. Tetapi saya terpaksa tetap memberikannya. Kalau tidak diberikan, program peningkatan gizi bisa gagal,”kata Yuana.
Pemberian MP ASI itu berbeda dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2006, MP ASI diberikan dalam bentuk makanan local yang dikelola langsung oleh kader posyandu. Makanan itu diantaranya berupa donat, bubur kacang hijau, dan lemper. Jumlah anak balita yang memperoleh MP ASI 8.336 orang, 7.836 orang diantaranya dari biaya diantaranya dari biaya APBN dan 500 orang orang dari biaya APBD.
3.4 Judul : “Bali Perlu Infestasi Khusus di Bidang Kesehatan Demi Pelayanan Puskesmas yang Prima”
Lokasi : Bali
Waktu : tahun 2008
Salah satu penyakit yang paling menonjol di Bali saat ini adalah demam Berdarah Dengue. Kegagalan pencegahan penyakit ini merupakan saah satu wuud lemahnya kerja sama lintas sektoral, partisipasi masyarakat dalam menjaga kesehatan lingkungan, serta pusat pelayanan kesehatan yang tidak tanggap dalam penanggulangan penyakit yang ada.
Masalah Askes masyarakat dalam ke pelayanan kesehatan juga masih terganjal oleh rendahnya cakupan jaminan pembiayaan kesehatan masyarakat. Paradigma sakit masih menonjol disemua lini pelayanan kesehatan di Bali , padahal pemerintah sudah mencanangkan paradigma hidup sehat sejak tahun 2001. potret belum berhasilnya pembangunan kesehatan tahun 2005 juga tercermin pada indeks pembangunan manusia Kabupaten/kota di Bali sejak beberapa tahun terakhir masih tetap rendah.
Kondisi kesehatan seperti yang digambarkan di atas adalah beban yang harus dihadapi pemerintah dan masyarakat Bali di bidang pembangunan kesehatan. Untuk itu, strategi pembangunan kesehatan di Bali tahun 2009 harus lebih diarahkan untuk mereposisi peran institusi kesehatan dan askes masyarakat ke pelayanan kesehatan lebih ditingkatkan.
Citra Puskesmas
Reposisi dan perbaikan askes pelayanan kesehatan bisa dimulai dari Puskesmas. 109 puskesmas dengan jaringan kerjanya (puskesmas pembantu) yang tersebar merata di seluruh Bali harus dijadikan sasaran utama reposisi. Semua puskesmas sudah dilengkapi SDM dengan umlah yang memadai, termasuk dana operasional dan enam program pokok. Semuanya adalah modal dasar pengembangan mutu pelayanan kesehatan yang bisa diakses oleh masyarakat di wilayah kera masing-masing. Ironisnya, semua modal dasar tersebut belum mampu dikelola secara efisien, padahal infestasi pemerintah tidaklah kecil untuk mendukubg pengembangan program puskesmas setiap tahunnya. Puskesmas nyaria bersaing dengan pelayanan kesehatan swasta dan cenderung ditinggalkan oleh masyarakat disekitarnya.
Pencitraan Puskesmas yang cenderung belum pernah mendapat perhatianyang serius dari penanggung jawabnya yang baru yaitu pemerintah kabupaten/kota. Sosialisasinya ke masyarakat juga kurang dirasakan oleh masyarakat setempat sehingga masyarakat merasa tidak memiliki puskesmas. Sebagai tempat pelayanan kesehatan terdekat dengan pemukiman penduduk, masyarakat menganggap pelayanan di puskesmas kurang bermutu, stafnya kurang antipasif terhadap keluhan pasien, obatnya juga itu-itu saja dan menu pelayanannya juga kurang dipahami oleh masyarakat setempat. Jam kerja puskesmas juga terbatas sampai pukul 14.00 WIB. Kondisi dan pencitraan puskesmas yang seperti ini semakin menjauhkan puskesmas dari masyarakat yang dilayani. Yang lebih paradoks lagi adalah masyarakat yang lebih suka mencari pertolongan ke swasta.
Untuk itu staf puskesmas dilatih untuk mengidentifikasi factor resiko lingkungan dan perilaku masyarakat terkait dengan berbagai jenis penyakit yang khas berkembang di wilayah kerja puskesmas. Staf Dinkes Kabupaten/Kota sebagai pelatih juga perlu dikembangkan kapasitasnya di bidang administrasi kesehatan agar mampu sebagai pelatih puskesmas.
Infestasi sector pelayanan kesehatan di era desentralisasi juga harus memperhatikan system jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Dua model asuransi kesehatan di Bali sudah dirintis oleh Jembrana dan Tabanan. Dengan UU No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), asuransi social sebaiknya dikembangkan di tingkat propinsi dengan mendapat dukungan kabupaten/kota sehingga dana yang dihimpun dari berbagai sumber akan dapat dimanfaatkan lebih efisien dan efektif. Jaminan pemeliharaan kesehatan akan mendorong puskesmas dan RS daerah mengembangkan mutu pelayanannya karena mereka harus bersaing dengan pelayanan swasta.
Reformasi puskesmas dan pengembangan system jaminan pemeliharaan kesehatan akan bisa segera terwujud, kalau Gubernur dan Bupati sebagai motor penggerak pembangunan sesuai dengan ruang lingkup wilayahnya masing-masing memiliki komitmen politis untuk menjadikan kesehatan sebagai pilar utama pembangunan manusia di daerah ini.
BAB III
PEMBAHASAN
Dari kasus yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, jelas bahwa puskesmas memiliki pencitraan yang rendah pada saat sekarang. Dilihat dari sarana, puskesmas memiliki fasilitas yang lengkap dengan dana yang telah diserahkan Dinas Kesehatan yang bertanggung jawab sesuai dengan subsidi pemerintah dalam bidang kesehatan.
Masalah lain yang membuat masyarakat menjadi malas berobat ke puskesmas adalah petugas yang tidak cepat tanggap terhadap masyarakat dengan keluhan kesehatan yang dialaminya. Dari kasus “Layanan Puskesmas di Kota Surabaya yang Masih Buruk” dapat diambil kesimpulan bahwa masih adanya hambatan untuk memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan. Biaya karcis yang mahal, petugas yang tidak ramah dan tidak tanggap karena menganggap pasien adalah beban menjadi pemicu masalah ini. Ditambah lagi obat-obatan yang kurang bervariasi sehingga tidak efektif dalam menyembuhkan berbagai penyakit.
Peran serta masyarakat dalam menanggapi berbagai masalah di lingkungan sekitarnya juga menjadi salah satu factor dalam gagalnya program Dinkes –Puskesmas dalam penanggulangan berbagai masakah kesehatan. Dari kasus “Dinkes Melalui Puskesmas, Gagal Tangani Gizi Buruk” dan “ Banyak Balita Minim Gizi”. Hal ini memberikan gambaran bahwa salah satu program puskesmas yaitu Posyandu untuk pelayanan bayi dan balita belum tepat sasaran, misalnya kurangnya penyuluhan ahan informasi kepada para ibu yang mempunyai bayi dan balita tentang pentingnya zat gizi untuk anaknya, sehingga menyebabkan datangnya wabah gizi buruk pada bayi dan balita.
Hal ini sangat disayangkan, karena dari sumber lain juga menyebutkan bahwa beberapa Puskesmas-Posyandu kekurangan makanan tambahan pendamping ASI.
Pada kasus ketiga, dikeluhkan bahwa jam kerja puskesmas sangat singkat, hanya samapai jam 14.00 WIB, sehingga pelayanan yang diberikan tidaklah maksimal. Puskesmas yang menjadi ujung tomabak pelayanan kesehatan masyarakat memang belum memberikan kontribusi yang maksimal tentang program pelayanan yang ada. Kendala lain yang menjadi hambatan adalah: Kemampuan keuangan daerah yang terbatas, pelaksanaan program puskesmas sebagai bagian dari integral pembangunan kesehatan secara menyeluruh belum dapat optimal, pengelolaan kegiatan puskesmas yang selama ini bersifat sentralistik, menjadikan puskesmas belum terbiasa mengelola kegiatannya secara mandiri, Puskesmas yang kurang memiliki otoritas untuk memanfaatkan peluang yang ada, kurangnya kesejahteraan karyawan yang berpengaruh terhadap motivasi dalam melaksanakan tugas di puskesmas,dan kurang siapnya puskesmas dalam menghadapi era globalisasi di masa depan.
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa puskesmas menjadi pihak yang akan disalahkan dalam pelaksanaan program kesehatan yang ada, padahal semua kesalahan mungkin datang dari berbagai pihak, Dinkes ikut bertanggung jawab dalam hal ini, serta masyarakat akan ikut terlibat.
Kemandirian puskesmas yang diidam-idamkan masyarakat tidak bisa diwujudkan begitu saja tanpa peran mereka sebagai penerima layanan. Banyak hal yang harus diperbaiki demi terlaksananya program dengan baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada layanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan Puskesmas umumnya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota .
Banyak masalah yang menjadi pemicu rendahnya pencitraan puskesmas pada saat sekarang. Sarana yang tidak lengkap seperti obat-obatan yang kurang bermutu dari segi variasi, petugas yang kurang tanggap dengan pasien, keramahan yang kurang dari pemberi layanan, sehingga masyarakat kurang puas setiap berobat ke pusat pelayanan kesehatan ini. Disamping itu program puskesmas yang kurang berjalan menjadi pemicu rendahnya mutu pelayanan puskesmas di mata masyarakat.
4.2 Saran
Diharapkan kepada berbagai pihak yang ikut terlibat dan bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan puskesmas agar tidak hanya melimpahkan semua wewenang dan kesalahan yang ada kepada puskesmas setempat. Kepada Dinas Kesehatan untuk tetap mengawasi jalannya program yang telah dibuat sedemikian rupa, demi kemandirian Puskesmas dalam melaksanakan layanan yang maksimal kepada masyarakat luas.
Perbaikan struktur yang tela ada kearah yang lebih baik, dan peran masyarakat untuk terlibat demi keberhasilan program kesehatan kedepan. Melanutkan kegiatan yang sebelumya sudah berhasil dilaksanakan dan perbaikan program yang gagal dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
DAFTAR PUSTAKA
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
No comments :
Post a Comment