Askep Pre dan Post Matur Kehamilan
BAB I
PREMATUR
I. DEFINISI
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram ( Manuaba, 1998 : 221).
Bayi prematur adalah Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran.
Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
II. ETIOLOGI
Mengenai penyebab belum banyak yang di ketahui :
1. Eastman = kausa prematur 61,9% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui)
2. Greenhill = kausa premature 60 % kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
3. Holmer = sebagian besar tidak di ketahui.( Mochtar , 1998 : 219 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan preterm
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :Menurut Manuaba (1998 : 221)
1.Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia.
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/ hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35 tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruption placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
8. Penyulit kebidanan
9.Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
10. Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan preterm diantaranya:
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklampsia.
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis.
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: terjadi gawat janin, temperatur tinggi.
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini : Serviks inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim:
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amnionitis
Sedangkan menurut Mochtar (1998 : 220), faktor yang mempengaruhi Prematuritas adalah sebagai berikut:
1. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kencing )
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin: Tak syah 15 % prematur; kawin sah 13 %prematur
5. Prenatal ( antenantal ) care
6. Anemia, penyakit jantung
7. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan prematur, misalnya pada plasenta praevia, toksemia gravidarum, solusio plasentae, atau kehamilan ganda
III. GEJALA
Gambaran fisik bayi prematur:
• Ukuran kecil
• Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
• Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
• Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
• Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
• Rambut yang jarang
• Telinga tipis dan lembek
• Tangisannya lemah
• Kepala relatif besar
• Jaringan payudara belum berkembang
• Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan)
• Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
• Pernafasan yang tidak teratur
• Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki - laki )
• Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).
Kondisi Yang Menimbulkan Kontraksi
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin :
1. Kelainan Bawaan Uterus
Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.
2. Ketuban Pecah Dini
3. Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, Hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain, infeksi asenden merupakan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban pecah.
4. Serviks Inkompeten
5. Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm , riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dapat terjadinya inkompeten. Mc Donald menemukan 59 % pasiennya pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8 % mengalami konisasi, Demikian pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60 % dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49 % mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
6. Kehamilan Ganda
7. Sebanyak 10 % pasien dengan persalinan preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempuyai panjang usia gestasi yang lebih pendek.( Wiknjosastro et. al., 2002 : 313 )
Penanganan Persalinan Preterm
Penanganan Umum
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Prinsip Penanganan.
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan atau.
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
( Saifuddin et.al., 2002 : 302 ).
Kelahiran Prematur
Kelahiran harus dilaksanakan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat.
Oksigen diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran.
Ketuban tidak boleh dipecahkan secara artifisial.
Kantong ketuban berguna sebagai bantal bagi tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar.
Episiotomi mengurangi tekanan pada cranium bayi.
Forceps rendah dapat membantu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan kepala bayi lewat perineum. Kami lebih menyukai kelahiran spontan kalau keadaannya memungkinkan.
Ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada kelahiran prematur adalah bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relatif besar.
Kelahiran presipitatus dan yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur.
Seorang ahli neonatus harus hadir pada saat kelahiran.( Oxorn, 2003 : 588 ).
Pencegahan Persalinan Preterm
Secara teknis kebidanan persalinan preterm dapat dicegah melalui hal – hal sebagai berikut :
Hal – hal yang dapat dicegah
1. Menurunkan atau mengobati
Anak terlalu rapat dicegah dengan kontrasepsi.
2. Pekerjaan sewaktu harus diistirahatkan dan jangan terlalu berat.
3. Bila dijumpai partus prematurus habitualis diperiksa WR dan VDRL bila hamil banyak istirahat atau dirawat.
Hal – hal yang tidak dapat dicegah ;
1. Kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
2. Vaktor Ovum.
3. Tempat insersi plasenta.
4. Insersi tali pusat.
5. Plasenta previa.
6. Congenital anomaly.
7. Hamil ganda.
8. Suku bangsa.
9. Hidrorea / Hydrorrhoe (pengeluaran cairan dari vagina selama kehamilan) ( Mochtar, 1998 : 220 ).
ASKEP PREMATUR KEHAMILAN
I. Pengkajian
1.Riwayat kehamilan
2.Status bayi baru lahir
3.Pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi :
- Kardiovaskular
- Gastrointestinal
- Integumen
- Muskuloskeletal
- Neurologik
- Pulmonary
- Renal
- Reproduksi
4.Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.
II. Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
DARTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.
Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
BAB I
Postmatur Kehamilan
A . Pengertian
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relatif.
B . Etiologi
Etiologinya msih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalh hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum
C. Prognosis
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Kesepakatan yang ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal lebih tinggi pada IUGR atau bayi SGA daripada AGA lewat bulan. Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk kematian perinatal untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term. Namun bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term. Penatalaksanaaan aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan dapat mengubah hasil positif yang diingunkan, angka penatalaksanaan anestesia epidural, persalinan sesar, dan mortalitas.
Pengaruh terhadap Ibu dan Janin
• Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena (a) aksi uterus tidak terkoordinir (b). Janin besar (c) Moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
• Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dri kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
D . Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plase
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
10. Pemeriksaan pH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitoloi vagina
E . Penatalaksanaan Medis
Dua prinsip pemikiran :
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan berat badan janin ( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita yang bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uterus.
Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
• Metode hormon untuk induksi persalinan :
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
b. Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
3. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.
• Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4. Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.
6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar standar perawatan setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan kehamilan lewat bulan.
F. Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :
1. stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
I. Dx PostMatur Kehamilan
- Ansietas b/d proses kelahiran lama
- Nyeri b/d operasi sectio caesarea
- Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant
II Dx Bayi Postmatur
Kerusakan integritas kulit b/d maserasi
Sianosis b/d mekonium telah bercampur air ketuban
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia:
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta. Arcan
No comments :
Post a Comment