TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Jalan Sosrowijayan, di kawasan Malioboro Yogyakarta, ditutup dengan panggung. Di jalan yang kerap dilalui para turis itu berderet sejumlah meja yang ditata rapi, di atasnya tersaji makanan apem.
Makanan yang terbuat dari tepung beras, gandum, telur, soda kue, gula pasir, gula merah, dan pengembang adonan itu cukup menarik perhatian para turis asing dan mengundang rasa penasaran para pejalan kaki.
Jalan Sosrowijayan itu adalah area turis asing, banyak terdapat hotel, homestay, dan kafe-kafe kecil. Selain dekat dengan kawasan Malioboro, kawasan Sosrowijayan itu sering menyuguhkan acara acara menarik wisatawan. Salah satunya festival apem menjelang puasa.
"Saya tertarik apem karena bentuknya hampir sama dengan kue crepe di tempat saya. Juga ada festival makanan mirip seperti ini," kata Martine, 41 tahun, turis dari Prancis, Minggu 17 Juli 2011.
Ia yang tinggal di hotel yang berada di jalan area turis itu menuturkan, sangat senang dengan acara-acara budaya di Indonesia. Kebetulan ia melintas di lokasi pergelaran acara ruwahan dengan festival apem yang digelar Minggu 17 Juli 2001. Ternyata, kue yang tidak terlalu manis itu juga disenangi turis asing.
Martine yang datang dengan Philipe, suaminya, bercerita, di daerah asalnya juga ada acara festival makanan. Meski berbeda, itu mengingatkan daerahnya.
Acara ruwahan menjelang bulan puasa itu juga menambah khazanah pariwisata budaya di kawasan turis di Yogyakarta itu. Acara yang digelar oleh warga Sosromenduran dan Pringgokusuman itu melibatkan lebih dari 150 ibu-ibu yang masuk dalam 62 kelompok.
"Kami ikut memeriahkan acara ini setiap menjelang puasa. Saya senang karena di sini juga banyak turis asing yang tertarik," kata Suastri Utami, salah seorang peserta festival apem.
Dalam festival ini, kata dia, tiap satu kelompok peserta mendapatkan subsidi sebesar Rp 50 ribu. Dana itu bisa untuk membuat lebih dari 2 kilogram apem.
Ketua Panitia Ruwahan, Sudaryo Broto, menyatakan acara ruwahan dengan festival apem itu mulai diselenggarakan sejak 2005 lalu setiap menjelang puasa. "Ini simbol permintaan maaf," kata Sudaryo.
Kegiatan itu, kata dia, juga untuk melestarikan kebudayaan, khususnya masyarakat Jawa yang menggelar kenduri. Semua apem dan makanan yang lainnya akan dinikmati bersama oleh warga dan pengunjung acara tersebut.
Apalagi, kata dia, bulan Juni, Juli, dan Agustus merupakan libur panjang warga Eropa dan Amerika sehingga wisatawan dari dua benua itu banyak berdatangan.
MUH SYAIFULLAH
--
Source: http://www.tempointeraktif.com/hg/kuliner/2011/07/17/brk,20110717-346968,id.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
No comments :
Post a Comment