Sriana dan corak batik hasil karyanya (VIVAnews/Tudji Martudji)
VIVAnews - Seruan memakai busana batik di hari tertentu di semua instansi ikut mendorong perubahan besar usaha batik milik Sriana. Wanita paruh baya ini menggeluti pembuatan kain baik sejak tahun 1982 silam.
Sriana mengaku, sejak pencanangan mengenakan batik, produksi batik usahanya melejit pesat. Order atau pesanan pun terus mengalir diterima wanita asal warga Desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur ini. Untuk mengerjakan itu, Sriana terus menambah pekerjanya hingga 45 orang. Dan semua pegawainya itu merupakan warga desa setempat.
"Dari jumlah itu, mereka tidak hanya mengerjakan di sini. Tapi juga bisa dibawa pulang, dikerjakan di rumah masing-masing," kata Sriana.
Dari sejumlah corak batik buatannya, beberapa corak menduduki nominasi tertinggi karena banyak diminati. Diantaranya diberi nama 'Bekisar Ijah', burung Bekisar jantan yang mencumbu pasangannya dengan latar dasar bercorak bunga serta motif lainnya bernama 'Satrio Manah' yang didominasi warna pekat dengan bahan sutra dan katun yang cukup halus.
Selain itu ada sejumlah corak batik lainnya, seperti Barong Gong, Gajah Mada dan lainnya. Disebutkan, untuk motif Bekisar Ijah sebulan lalu dalam lomba karya batik unggulan di Jakarta menduduki posisi nominasi final. "Motif ini, hasil kreasi paduan Tulungagung dan Trenggalek," jelasnya.
Untuk mengerjakan satu kain batik bercorak Bekisar, urai Sriana, membutuhkan waktu 20 hari. Hal itu disebabkan karena pembuatannya berbeda dengan desain batik cetak yang hanya dikerjakan satu hari. Dan yang membuat corak ini semakin terkesan istimewa, yang mengerjakan kain ini pun hanya satu orang. Tujuannya untuk memberikan corak dan hasil yang sempurna.
"Kalau dikerjakan satu orang, pola yang dihasilkan akan seirama tidak menyimpang dari pakem. Berbeda kalau dikerjakan banyak orang. Makanya, harga jual batik ini juga mahal sampai jutaan rupiah," tegasnya.
Batik yang dihasilkan Sriana tidak dikerjakan dengan mesin. Dan oleh karena itu melibatkan banyak pekerja. Usaha yang dilakoninya semula hanya membuat kain 'jarik' sederhana untuk dipasarkan di sekitar lokasi tempat tinggalnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan terus terjadi hingga kemudian ia memperbesar garapannya dengan memproduksi kain batik sebagai bahan baju dan kebaya untuk laki-laki dan perempuan. Seiring itu, nama batik Bekisar Ijah dan Satrio Manah terus digemari masyarakat umum.
Dikisahkan, salah satu yang membuat jenis buatannya beda dengan pengrajin batik lainnya adalah, karena hingga saat ini tetap bertahan dengan hanya menerima pesanan batik tulis. Ia tidak membuat batik cetak atau printing yang mulai dikerjakan banyak pengrajin batik. Proses pembuatannya juga manual, dengan tangan-tangan terampil pegawai asuhannya.
Menurutnya, itu untuk menjaga dan mempertahankan nilai tradisional kain khas yang dipakai nenek moyang di Tanah Jawa sejak dahulu. "Itu karena untuk tetap bertahan pada nilai tradisional. Yang dilakukan nenek moyang kita kan seperti itu," ucapnya.
Sriana menjelaskan, perusahaan yang berawal jenis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tersebut terus diminati. Tidak hanya di dalam negeri seperti Jakarta, Surabaya dan sejumlah kota di Sumatera. Konsumen asal luar negeri juga terus berdatangan ke desa kecil di Tulungagung itu untuk memesan batik dengan berbagai corak.
"Luar negeri diantaranya dari Singapura, Malaysia, Hong Kong dan Belanda," sebutnya.
Laporan : Tudji Martudji | Surabaya
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }
No comments :
Post a Comment