KOMPAS.com - Keragaman budaya Indonesia begitu luas, sayangnya masih banyak yang belum banyak diekspos. Sarung, misalnya, meskipun merupakan salah satu item busana yang bisa ditemukan di berbagai daerah, namun belum banyak dimanfaatkan dalam tren mode. Kini para perancang seperti Musa Widyatmodjo, Lenny Agustin, dan beberapa desainer lain yang tergabung dalam APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia) bertekad akan mengusung sarung sebagai salah satu warisan budaya Indonesia.
Bukan tak mungkin Indonesia bisa menjadi pusat mode dunia karena Indonesia memiliki warisan budaya yang begitu kaya. Tenun, batik, sarung, songket, sampai perhiasan, semuanya bisa ditemukan di berbagai wilayah. Agar warisan budaya ini menjadi terangkat dan populer di seluruh dunia, tergantung pada kreativitas masyarakat Indonesia untuk mengolah dan mengembangkannya.
"Banyak orang yang masih belum sadar kalau sarung itu bisa dimodifikasi menjadi fashion yang unik, orang masih tertarik untuk memakai fashion barat," ungkap Musa Widyatmodjo, saat Focus Grup Discussion "Road to Indonesia Fashion Week 2012" di Hotel Morissey, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2011) lalu.
Sebenarnya, sarung bukan merupakan hal yang asing untuk masyarakat Indonesia, karena rata-rata setiap keluarga Indonesia pasti memiliki sarung. Namun kadang kala, orang hanya menganggap sarung hanya bisa digunakan untuk kegiatan tertentu seperti ibadah, bahkan tidur. Padahal sebenarnya dengan suatu kreativitas sarung bisa dibuat menjadi sebuah busana yang utuh, menjadi sebuah fashion.
Dengan berbagai motif, corak, dan warna yang beragam, ditambah dengan sedikit sentuhan kreativitas si pemakai, seharusnya sarung juga bisa populer layaknya batik. Banyak kreasi yang bisa diaplikasikan dari sarung untuk digunakan dalam berbagai kesempatan, misalnya dibuat sebagai rompi, rok, ataupun model celana yang trendi dan simpel, dan bisa digunakan untuk pria dan wanita.
Sarung: jati diri bangsa
Dalam diskusi ini, para desainer juga menyinggung tentang kekurangpedulian masyarakat Indonesia akan budaya dan warisan fashion tanah air. Bila dibiarkan, secara tak langsung hal ini bisa membuat rasa kebanggaan pada jati diri bangsa semakin pudar. Banyak orang yang mengganggap sepele sarung, yang lama-kelamaan akan mematikan industri kecil sarung tradisional, dan akhirnya membuat sarung punah.
Namun, satu permasalahan klasik lain yang sering ditemui adalah kurangnya kepercayaan diri masyarakat Indonesia memakai sarung untuk berbagai acara. "Karena image sarung yang sudah terlanjur melekat di masyarakat, akhirnya menjadi pembatas sarung untuk bisa tampil lebih trendi, misalnya untuk dipakai ke mal atau jalan-jalan," beber Musa.
Rasa malu, tidak pede, dan takut dianggap kuno, juga menjadi kendala mengapa dunia fashion Indonesia yang berasal dari warisan tradisional sulit untuk berkembang. Misalnya saja, ketika batik belum sepopuler sekarang, banyak orang yang malu untuk memakai batik untuk jalan-jalan karena identik dengan busana untuk menghadiri acara resmi atau acara pernikahan. Hal yang sama terjadi pada sarung.
Musa menambahkan, ketika orang Indonesia sendiri malu untuk menggunakan barang produksi dalam negeri, tak mungkin dunia mode dalam negeri akan bisa berkembang dan bisa membanggakan. Mentalitas bangsa Indonesia dinilainya masih belum mampu menghargai jati diri bangsanya sendiri, karena masih berkiblat pada mode barat.
Jika Anda belum merasa percaya diri untuk mengenakan sarung dalam berbagai acara, dan meledek orang lain yang memakai sarung, Musa memberi saran sebagai berikut, "Hargailah mereka, karena mereka berusaha untuk menghargai jati diri bangsanya. Kalau Anda sendiri belum berani pakai, lebih baik jangan mengejek, atau paling tidak jangan pernah mengejek karena mereka berani tampil beda," tukas Musa.
No comments :
Post a Comment