KOMPAS.com - Memiliki wajah dengan garis senyum yang kentara meski kondisi wajah sedang diam bukan tersenyum, memberikan kesan Anda tampak tak bersemangat. Penampilan menjadi terganggu, apalagi bagi mereka yang bekerja di industri kecantikan atau bidang jasa yang melayani kebutuhan banyak orang.
Mengoreksi garis senyum menjadi kebutuhan untuk kepentingan penampilan bagi sejumlah orang di Jakarta. Menurut dr Olivia Ong, Dipl AAAM, spesialis ilmu estetika medis dan antiaging, koreksi garis senyum merupakan salah satu koreksi wajah yang mulai banyak dicari, oleh perempuan juga laki-laki. Selain mengoreksi area seputar mata seperti cekungan mata dan kerutan di sekitar area mata, juga koreksi bibir dan hidung.
"Meski ingin mengoreksi bagian wajahnya, orang mencari cara yang alami, tak ingin operasi plastik," jelas dr Olivia saat temu media di Jakarta, Rabu (11/1/2012).
Teknik penyuntikan botox dan filler kemudian menjadi pilihan cara koreksi wajah yang lebih aman dibandingkan operasi plastik. Meski begitu, kemampuan dan pengalaman dokter ahli tetap menjadi pertimbangan. Umumnya, mereka yang memilih melakukan botox dan filler untuk mengoreksi bagian atau bahkan bentuk wajahnya, tak ingin sembarangan memilih perawatan.
Pemilik salon Anggi Tinggartana (42) yang merasa terganggu dengan garis senyum terlalu dalam memilih teknik filler untuk mengatasi masalahnya. Bapak satu anak ini mengaku ingin tampil lebih menyegarkan, dan menghilangkan kesan tak bersemangat atau mengantuk karena garis senyum yang terlalu tegas.
Meski sudah memahami prosedur yang akan dilewatinya, jelang tindakan Anggi mengaku grogi. "Saya deg-degan karena takut jarum. Tapi karena saya sudah memahami setelah sebelumnya melakukan konsultasi, sekitar 1-2 minggu sebelum tindakan, itu mengurangi rasa takut. Penerangan mengenai obat-obatan yang akan dipakai untuk suntik jelas. Saya cari cara yang aman dan tidak mau terasa sakit," tutur Anggi jelang tindakan penyuntikan filler di klinik dr Olivia, Jakarta.
Prosedur awal yang dijalani Anggi adalah anestesi, 30 menit sebelum injeksi. Prosesnya mirip seperti tindakan di dokter gigi. Selanjutnya, dr Olivia menyuntikkan filler berisi hyaluronic acid berbentuk gel. Senyawa asam ini sebenarnya dimiliki tubuh secara alami. Namun seiring pertambahan usia, senyawa asam ini berkurang dan dapat ditambahkan volumenya dengan penyuntikan filler.
Seusai menjalani injeksi filler yang berlangsung kurang dari 30 menit, perubahan tampak di wajah Anggi. Garis senyum yang tadinya terlihat tegas menjadi lebih samar. "Tidak sakit, namun bagian bibir atas agak kebal saja. Hasilnya akan maksimal lima hari setelah tindakan. Tak ada obat kecuali obat penghilang rasa sakit yang hanya diminum jika ada keluhan. Saya hanya disarankan minum air putih yang banyak," ungkap Anggi kepada Kompas Female seusai tindakan injeksi filler.
Anggi harus kembali melakukan prosedur filler enam bulan kemudian, inilah aturan wajib yang harus dipatuhi mereka yang memutuskan melakukan filler atau botox. "Memang harus ada pengulangan, operasi plastik pun butuh pengulangan. Tapi lebih baik memang yang tidak permanen. Rata-rata filler atau botox bertahan enam bulan, karena ada masanya dan tergantung gaya hidup yang dijalankan," jelas dr Olivia.
Injeksi filler juga bisa dilakukan pada bibir dan hidung untuk memperbaiki penampilan namun dengan hasil yang tidak berlebihan. "Bibir seksi tapi tak berlebihan, juga bisa mengisi kekurangan pada hidung," tutur dr Olivia, menambahkan koreksi wajah dengan filler dan botox di kliniknya digemari 70-80 persen perempuan dan sisanya laki-laki.
Baca juga: Lebih Muda dengan Koreksi Mata Tanpa Bedah
No comments :
Post a Comment