KOMPAS.com - Perempuan kerap menjadi korban kekerasan yang terjadi di dalam juga di luar rumah. Kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat, termasuk kekerasan dalam hubungan berpacaran. Ini adalah fakta yang terjadi di sekitar Anda. Lantas, apa yang Anda lakukan? Melakukan pengabaian seperti yang kerap terjadi, atau mulai peduli dan bergerak menghentikan kekerasan terhadap perempuan?
Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dan memutus rantai kekerasan terhadap perempuan, Yayasan PULIH bekerja sama dengan UN Women (United Nations Entity for Gender Equity and the Empowerment of Women), menggelar kampanye stop kekerasan terhadap perempuan. Kegiatan ini dipayungi kampanye global sekjen PBB, "UNiTE" untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan yang berlangsung sejak 2008 hingga 2015.
Menyasar kalangan muda di Jakarta, PULIH dengan kampanye bertajuk, "Nyatakan Sekarang Stop Kekerasan Terhadap Perempuan", mengajak anak muda usia 16-24 untuk ambil bagian di gerakan sosial melalui Facebook dan Twitter dengan "gerakan5jari". Serta berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan offline, seperti workshop dan flash mob untuk mendukung kampanye melawan kekerasan terhadap perempuan.
Mengapa anak muda perlu peduli? Miryam Nainggolan dari Yayasan PULIH menegaskan, kampanye yang menyasar anak muda ini menjadi penting dan strategis karena data kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat.
Data 2010 di DKI Jakarta, Miryam menyebutkan terdapat 1.200 kasus kekerasan terhadap perempuan kategori kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pada tahun yang sama tercatat, 1.299 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam masa hubungan pacaran. Masih di Jakarta, pada Januari-Maret 2011, tercatat 395 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sementara berdasarkan data Yayasan PULIH, pada tahun 2011 jumlah kasus kekerasan yang ditangani yayasan mencapai 150 kasus. Jumlah kasus ini meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2010 yang tercatat 116 kasus.
Menurut Miryam, kekerasan terjadi karena konstruksi sosial dan budaya, salah satunya pelaku kekerasan pernah mengalami kekerasan pada masa kecil. "Kekerasan kemudian dipahami sebagai bentuk komunikasi dan sesuatu yang normatif," jelas Miryam saat jumpa pers di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (2/2/2012).
Kampanye stop kekerasan terhadap perempuan untuk kalangan muda bukan hanya menjadi cara memutus rantai kekerasan. Namun juga untuk meningkatkan kesadaran perempuan yang menjadi korban, memberdayakan dan menolong dirinya terbebas dari lingkaran kekerasan yang terus membelitnya.
"Persoalan kekerasan membelit dan pelik. Banyak hal yang harus dilakukan. Kegiatan ini dapat menjadi salah satu caranya untuk memutus rantai kekerasan tersebut," jelasnya.
Anak muda punya andil besar untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan. Karena seperti disebutkan sebelumnya, PULIH mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan pada 2011. Namun catatan pentingnya adalah dari kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut, pelaporan lebih banyak dari kasus kekerasan dalam pacaran.
"Hal ini terjadi bisa karena dua hal, kasusnya yang meningkat atau meningkatnya kesadaran korban kekerasan untuk melapor," jelas Irma Martam, Technical Advisor PULIH-UNITE Campaign pada kesempatan yang sama.
Kekerasan tak hanya bicara fisik, namun juga psikis melalui verbal. Selain juga kekerasan ekonomi dan seksual. Bagaimana berhubungan dengan orang-orang di sekitar, tanpa melakukan semua bentuk kekerasan tersebut juga menjadi sasaran program untuk kalangan muda ini. Karena di tangan anak muda, rantai kekerasan terhadap perempuan ini dapat diputuskan, tak lagi berlanjut atau "dikonstruksikan" kembali ke generasi berikutnya.
Lebih penting lagi, Irma menegaskan, perempuan yang kerap menjadi korban harus lebih percaya diri untuk menyelamatkan dan mencintai dirinya sendiri. "Kampanye ini juga ingin meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa kita bisa menghargai berbagai hal tanpa kekerasan. Namun kita tidak bisa sendirian untuk melakukannya," ungkapnya. Setiap orang punya peran Menurut Anne Dickson, Project Officer UN Women, semua pihak bisa mendukung dengan perannya masing-masing, agar masalah kekerasan terhadap perempuan yang menjadi isu global ini bisa diatasi.
Anne menyebutkan beberapa peran di antaranya, mulai perorangan seperti guru kepada para muridnya, perusahaan atau pengusaha dengan kegiatan corporate social responsibility (CSR), workshop yang diadakan masyarakat sipil, media massa dengan pemberitaan yanag bertujuan meningkatkan kepedulian publik terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan.
"Pemerintah atau parlemen bisa berperan dengan membuat kebijakan atau undang-undang yang bisa menekan kasus kekerasan terhadap perempuan. Serta aparat penegak hukum memberikan hukuman yang optimal kepada pelaku kekerasan terhadap perempuan agar menimbulkan efek jera," kata Dickson.
Anne menegaskan, "Kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap hak azasi manusia dan masalah global yang mendesak. Kekerasan juga bisa dicegah!"
No comments :
Post a Comment