TEMPO Interaktif, - Sudah beberapa bulan ini bujet belanja Elliana Ruhaini, 36 tahun, agak membengkak. Bukan karena dia doyan berbelanja sepatu, tas, atau baju. Tetapi Elli—sapaannya—banyak membeli tisu dan kertas toilet. Karyawati di sebuah perusahaan media ini ke mana pun pergi selalu membawa dua barang itu. "Memang jadi boros sedikit. Daripada kena kuman, virus, atau bakteri waktu di toilet umum, lebih aman membawa dua benda ini," ujarnya.
Elli mengaku sangat khawatir tertular virus human papillomavirus (HPV) penyebab kanker serviks atau kanker leher rahim. Demi menghindari virus tersebut, dia menjaga kebersihan vaginanya. Setiap kali menggunakan toilet untuk buang air, dia selalu memakai kertas toilet. Kemudian membersihkan vaginanya dengan air dan tisu basah. Elli meyakini virus pembunuh ini, selain bisa menular melalui hubungan seksual, bisa menular lewat transmisi lain, seperti toilet yang tidak bersih.
Ketua Female Cancer Program Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, DR Dr Laila Nuranna, SpOG, Onk, membolehkan para perempuan menggunakan tisu dan kertas toilet untuk menjaga kebersihan alat vital serta toilet yang dipakainya.
"Boleh saja, tetapi sampai sekarang tisu atau sabun apa yang efektif mencegahnya belum diketahui. Yang paling penting, menjaga kebersihan alat kelamin setelah buang air," ujar Laila seusai pencanangan Gerakan Perempuan Melawan Kanker Serviks di Aula Pertamina, Kamis lalu.
Kesadaran tentang kebersihan alat kelamin, toilet, dan kanker serviks ini, kata Laila, masih rendah. Di tingkat dunia, perempuan yang paham soal kanker serviks ini baru 2 persen. Akibatnya, banyak perempuan terlambat menyadari berkembangnya kanker di leher rahim mereka. Tetapi sekarang kesadaran soal itu sudah meningkat.
Laila mengutip, berdasarkan data kesehatan lokal, kanker ini menjangkiti dan membunuh perempuan usia produktif. Prevalensi di dunia, setiap menit seorang perempuan meninggal karena kanker ini. Tak kurang 500 ribu perempuan didiagnosis kanker serviks, dan rata-rata terjadi 270 ribu kematian setiap tahun. Adapun di Asia-Pasifik, kanker serviks menjadi penyakit kanker terbanyak kedua yang diderita perempuan.
Karena setiap perempuan berisiko, Laila pun menyarankan untuk melakukan pencegahan sejak awal. Caranya melalui vaksinasi dan deteksi. Sayangnya, memang saat ini vaksinasi masih mahal. Sekali suntik, biayanya Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu, padahal dibutuhkan tiga kali penyuntikan. Untuk pendeteksian dengan pap smear, biayanya Rp 10 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Tetapi ada juga cara yang lebih mudah, murah, dan meriah. Sayangnya, cara ini pun belum banyak tersosialisasi. "Yaitu inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), yang berbiaya lebih murah," ujar ahli di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu.
Meskipun mudah, deteksi dengan asam cuka ini harus dilakukan bidan atau dokter yang harus menganalisisnya lebih lanjut di laboratorium. Deteksi menggunakan asam cuka ini dilakukan dengan dioleskan ke kapas dan dimasukkan ke leher rahim.
Apabila terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi plak putih, berarti ada kelainan. Artinya, ada perubahan sel yang menutupi leher rahim (sel epitel). Selain plak atau bercak putih, perempuan juga harus waspada terhadap gejala lain. Misalnya, ketika mengalami perdarahan setelah sanggama, artinya sudah parah.
Laila menegaskan, deteksi cara ini menjadi alternatif pemecahan masalah kanker leher rahim di Indonesia. Sebab, sangat mudah, murah, tidak invasif, sehingga bisa dilakukan semua tingkat layanan kesehatan dan tenaga medis. Hasil deteksi pun bisa segera diketahui, sangat sesuai untuk keadaan ekonomi yang terbatas.
Sayangnya, upaya pencegahan ini belum menjadi program pemerintah. Apabila program ini ditetapkan menjadi program pemerintah, konsekuensinya harus tersedia anggaran negara setiap tahun. Fakultas Kedokteran UI/RSCM dengan bantuan PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 3,5 miliar juga mencanangkan upaya deteksi ini. Mereka akan memperluas tenaga pendeteksi, seperti dokter umum, dokter kandungan, bidan, perawat, dan penyuluh dengan metode IVA tadi. Sebagai pilot project, kegiatan ini akan dilaksanakan di Jakarta dan Balikpapan.
Menteri Kesehatan Dr Endang Rahayu Sedyaningsih juga berharap gerakan melawan kanker serviks bisa membantu pemerintah. Saat ini di Jakarta baru terdapat 14 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang sudah bisa melayani deteksi dengan asam cuka ini.
Dia berharap pada 2014 nanti semua provinsi dan kabupaten mempunyai program deteksi asam cuka. Namun Endang mengakui, hingga sekarang, pemerintah belum memiliki data yang jelas tentang banyaknya penderita kanker, terutama kanker serviks. "Saat ini kami sedang mengumpulkan data di berbagai pusat perawatan kanker," ujar Menteri Endang.
DIAN YULIASTUTI
No comments :
Post a Comment