Menjalani operasi katarak. (Antara/ Saiful Bahri)
VIVAnews - Katarak merupakan gangguan yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun, sehingga mengganggu penglihatan. Di Indonesia, jumlah penderitanya cukup tinggi dengan perkiraan mencapai tiga juta orang.
Tanpa perawatan yang memadai, penyakit ini meningkatkan risiko kebutaan. Di dunia, memicu sekitar 48 persen kasus kebutaan di kalangan keluarga miskin dan mereka yang sembarangan melakukan perawatan mata.
Melihat banyaknya kalangan miskin yang tak sanggup melakukan operasi katarak, seorang ahli Opthamology asal Nepal, Dr Sanduk Ruit, akan menggelar operasi katarak selama lima hari di Rumah Sakit Tentara Reksodirwiryo, Padang, Sumatera Barat. Lebih 600 pasien diperkirakan turut berpartisipasi.
Dokter yang terlibat dalam pengobatan penyakit-penyakit mata di dunia itu akan menggunakan teknik Small Incision Catarac Surgery (SICS) atau metode sayatan kecil tanpa jahitan. Dengan metode ini, ia sudah membantu menormalkan penglihatan sekitar 100 ribu pasien katarak di dunia.
Menurutnya, metode ini lebih efektif dan murah daripada operasi menggunakan mesin. "Biaya bisa ditekan dari US$150 ke US$20, namun biaya murah bukan berarti kualitas rendah. Metode ini simple, low cost, and good outcome," ucapnya, saat ditemui di Hotel Four Seasons, Jakarta, Selasa, 10 Januari 2012.
Ia mengumpamakan katarak seperti telur rebus. Dengan metode andalannya, ia seperti mengambil putih dan kuning telur (katarak) tanpa merusak cangkangnya (mata). Setelah katarak diambil kemudian dimasukkan lensa untuk mengembalikan fungsi mata.
"Kebutaan dapat disembuhkan hanya dengan lima menit operasi."
Penderita katarak umumnya berusia 40 tahun ke atas. Ini karena salah satu penyebabnya adalah penuaan. Namun, tidak menutup kemungkinan anak muda juga menderita katarak. Terutama mereka yang bekerja di daerah yang banyak terkena sinar matahari, kontak dengan cahaya ultra violet, radiasi. Katarak juga merupakan efek sekunder dari diabetes dan hipertensi, bisa juga akibat cedera mata atau trauma fisik.
Selain menggelar operasi, Dr Ruit juga melatih 50 dokter Indonesia melakukan operasi katarak dengan metode sayatan kecil. Ini agar mereka dapat membantu pasien yang menderita kebutaan akibat katarak di sejumlah daerah di pedalaman.
Dr Ruit sadar bahwa banyak penderita katarak dari kalangan miskin, marjinal, dan tinggal di pedalaman, yang tak paham dengan penyembuhan penyakit itu. Selain Indonesia, ia juga berkeliling ke sejumlah pedalaman di beberapa negara seperti Nepal, India, China, dan beberapa negara berkembang lainnya untuk melakukan operasi katarak sekaligus melatih tenaga medis di daerah tersebut.
"Kebutaan akibat katarak dapat disembuhkan, tapi pasien tak memiliki akses melakukan operasi atau tidak memiliki biaya memadai untuk sembuh," ujar Direktur Medik untuk Ophtalmology di Institut Tilganga Kathmandu, Nepal, itu. (hp).
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
Kirim Komentar
Anda harus Login untuk mengirimkan komentar
No comments :
Post a Comment