Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada usia 0-1 tahun mempunyai arti yang penting, terutama pemenuhan kebutuhan gizi dan zat-zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit (Dinkes Propinsi Lampung, 2006). Dengan memberikan ASI, dapat meningkatkan jalinan kasih antara ibu dan bayi (perasaan hangat dan nyaman bagi ibu dan bayi). ASI mengandung zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi yang tidak mungkin dibuat oleh manusia (Roesli, 2000).
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satu pun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam kandungan gizinya, enzim, hormon, maupun kandungan zat imunologik dan antiinfeksi.
Rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI pada satu hari pertama bayak ibu-ibu tidak memberikan ASI pada satu hari pertama kepada bayinya, karena ASI pada satu hari pertama merupakan ASI yang kotor (karena warnanya kekuningan), jika diberikan kepada bayi maka bayi menjadi tidak sehat dan sering sakit-sakitan (Hapsari, 2000).
Bayi yang diberi ASI, Terlindungi dari penyakit, terlindungi dari reaksi alergi, asma, eksem dan lain-lain, dapat mencegah kuman penyakit masuk ke dalam tubuh, membuat bayi lebih cerdas dikemudian hari. Mencegah bakteri penyebab panyakit lainnya untuk bertumbuh dalam saluran percernaan dan karena itu mencegah diare dan mencegah pertumbuhan kuman penyakit (Savitri, 2006). Bayi yang tidak diberi ASI dua kali lebih sering sakit dibandingkan bayi yang diberi Air Susu Ibu (ASI), kemungkinan dirawat di rumah sakit karena infeksi bekteri hampir empat kali lebih sering dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI, juga lebih sering menderita penyakit muntaber, kematian bayi yang mendadak, penyakit hati dan penderitaan-penderitaan lain seperti kurang gizi dan busung lapar (Roesli, 2000).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Hasil susenas 2003 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan informasi mengenai persentase anak usia 2-4 tahun yang disusui selama 0 bulan adalah 0,23%. Untuk Propinsi Lampung adalah 0,61%.
Di Kabupaten Lampung Tengah balita yang mendapatkan ASI menurut lamanya disusui adalah 13.6% selama lebih dari 25 bulan (Dinkes, 2006). Berdaarkan hasil perhitungan data, persentase bayi 0-6 bulan yang menerima Air Susu Ibu ASI eksklusif diwilayah punggur dengan jumlah bayi 790 jiwa, tetapi yang diberikan ASI eksklusif adalah 39 bayi dengan persentase 4,94% (Dinkes Lampung Tengah, 2006).
Berdasarkan data pada waktu melakukan prasurvei di RB Kasih Ibu Punggur Lampung Tengah bulan April sampai 5 Mei 2007 jumlah bayi adalah 12 orang. Tetapi jumlah bayi dari 12 orang yang diberikan ASI pada satu hari pertama adalah 4 orang. Berdasarkan data uraian tersebut, pemberian ASI pada satu hari pertama masih rendah. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur Lampung Tengah?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan :
1. Jenis Penelitian : Deskritif
2. Objek Penelitian : Perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI di RB Kasih Ibu Punggur
3. Subjek Penelitian : Ibu menyusui pada satu hari pertama melahirkan di RB Kasih Ibu Punggur
4. Lokasi Penelitian : RB Kasih Ibu Punggur
5. Waktu Penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur pada bulan Mei-Juni 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran perilaku tentang persiapan ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
b. Mengetahui gambaran perilaku tentang langkah memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
c. Mengetahui gambaran perilaku tentang cara ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.
d. Mengetahui gambaran perilaku tentang lamanya ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.
e. Mengetahui gambaran perilaku tentang tehknik ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, mendapat gambaran tentang perilaku ibu menyusui pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
2. Bagi pendidikan, memberikan masukan untuk kegiatan penelitian berikutnya serta menambah wawasan khususnya program studi kebidanan Metro.
3. Bagi ibu menyusui, sebagai informasi dalam menambah pengetahuan tentang perilaku, persiapan menyusui, langkah menyusui, cara menyusui, lama menyusui, tehknik menyusui khususnya ASI pada satu hari pertama.
4. Bagi lokasi penelitian, memberikan masukkan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA.

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB
Baca selengkapnya - Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB

Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan pembangunan manusianya. Tentang pembangunan yang akan datang memerlukan peningkatan mutu manusia masa depan yang semakin tangguh (DepKes RI, 1987). Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan tergantung pada keberhasilan dalam membina masyarakat agar mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam bentuk peran serta luas. Maka yang perlu dilakukan adalah mengembangkan pengertian kesadaran, kemampuan dan prakarsa masyarakat. Dalam arti masyarakat berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Pembangunan dibidang kesehatan ini lebih diarahkan pada upaya dalam menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran. Sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu “Meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. (Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan). Secara operasional, ditingkat desa/kelurahan, upaya untuk menurunkan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran terutama dilakukan melalui Posyandu.
Posyandu merupakan kegiatan oleh dan untuk masyarakat, akan menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga kelestarian hidup serta tumbuh kembang anak. Posyandu juga merupakan suatu forum komunikasi, ahli teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (DepKes RI, 1994). Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan dan memanfaatkan posyandu sebaik-baiknya atau dengan kata lain peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pemanfaatan posyandu. Dalam upaya pelayanan posyandu tidak dapat dicapai hanya lewat usaha kesehatan saja. Tetapi harus disertai upaya bidang lain : ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya. Untuk mencapainya diperlukan usaha bersama dengan seluruh lapisan masyarakat dan tanggung jawab bidang kesehatan juga memerlukan keikutsertaan masyarakat (DepKes RI, 1984).
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat antara lain melalui sistem pengkaderan dengan pelatihan, penyuluhan, dan bimbingan untuk menumbuhkan sikap mandiri sehingga mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia serta menumbuhkan dan memecahkan masalah yang dihadapi guna mencapai pelayanan yang optimal. Untuk itu diperlukan kader kesehatan yang baik, yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Petugas kesehatan hanya mengawasi dan membantu upaya yang bukan wewenang kader posyandu. Pada kenyataannya dalam setiap pelaksanaan kegiatan posyandu peran petugas kesehatan dan bidan lebih menonjol.
Posyandu diwilayah kerja Puskesmas Seputih Raman sebanyak 66 posyandu dengan jumlah kader 330 orang kader (Puskesmas Seputih Raman, 2005). Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh data, di Kampung Rama Oetama terdiri dari 6 posyandu dengan jumlah kader 30 orang. Masing-masing posyandu memiliki 5 orang kader. Dari ke-30 orang kader posyandu tersebut, hanya 20 orang (66,67%) saja yang aktif dan 10 orang kader (33,33%) yang tidak aktif. Penyuluhan yang seharusnya dilakukan oleh kader, ternyata dilaksanakan oleh bidan. Berdasarkan latar belakang maka penulis memilih judul penelitian tentang peran serta kader dalam kegiatan program posyandu di wilayah kerja Puskesmas Seputih Raman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu adalah :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Kader posyandu di Kampung Rama Oetama
3. Objek Penelitian : Peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama
4. Lokasi Penelitian : Posyandu di Kampung Rama Oetama yang terdiri dari 6 posyandu
5. Waktu Penelitian : Mei – Juni 2007
D. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena kesadaran
2) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena imbalan
3) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena paksaan

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu

2. Bagi Posyandu di Kampung Rama Oetama
Sebagai bahan evaluasi tentang peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.

3. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan di perpustakaan dan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas
Baca selengkapnya - Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas

Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan pembangunan manusianya. Tentang pembangunan yang akan datang memerlukan peningkatan mutu manusia masa depan yang semakin tangguh (DepKes RI, 1987). Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan tergantung pada keberhasilan dalam membina masyarakat agar mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam bentuk peran serta luas. Maka yang perlu dilakukan adalah mengembangkan pengertian kesadaran, kemampuan dan prakarsa masyarakat. Dalam arti masyarakat berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Pembangunan dibidang kesehatan ini lebih diarahkan pada upaya dalam menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran. Sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu “Meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. (Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan). Secara operasional, ditingkat desa/kelurahan, upaya untuk menurunkan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran terutama dilakukan melalui Posyandu.
Posyandu merupakan kegiatan oleh dan untuk masyarakat, akan menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga kelestarian hidup serta tumbuh kembang anak. Posyandu juga merupakan suatu forum komunikasi, ahli teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (DepKes RI, 1994). Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan dan memanfaatkan posyandu sebaik-baiknya atau dengan kata lain peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pemanfaatan posyandu. Dalam upaya pelayanan posyandu tidak dapat dicapai hanya lewat usaha kesehatan saja. Tetapi harus disertai upaya bidang lain : ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya. Untuk mencapainya diperlukan usaha bersama dengan seluruh lapisan masyarakat dan tanggung jawab bidang kesehatan juga memerlukan keikutsertaan masyarakat (DepKes RI, 1984).
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat antara lain melalui sistem pengkaderan dengan pelatihan, penyuluhan, dan bimbingan untuk menumbuhkan sikap mandiri sehingga mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia serta menumbuhkan dan memecahkan masalah yang dihadapi guna mencapai pelayanan yang optimal. Untuk itu diperlukan kader kesehatan yang baik, yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Petugas kesehatan hanya mengawasi dan membantu upaya yang bukan wewenang kader posyandu. Pada kenyataannya dalam setiap pelaksanaan kegiatan posyandu peran petugas kesehatan dan bidan lebih menonjol.
Posyandu diwilayah kerja Puskesmas Seputih Raman sebanyak 66 posyandu dengan jumlah kader 330 orang kader (Puskesmas Seputih Raman, 2005). Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh data, di Kampung Rama Oetama terdiri dari 6 posyandu dengan jumlah kader 30 orang. Masing-masing posyandu memiliki 5 orang kader. Dari ke-30 orang kader posyandu tersebut, hanya 20 orang (66,67%) saja yang aktif dan 10 orang kader (33,33%) yang tidak aktif. Penyuluhan yang seharusnya dilakukan oleh kader, ternyata dilaksanakan oleh bidan. Berdasarkan latar belakang maka penulis memilih judul penelitian tentang peran serta kader dalam kegiatan program posyandu di wilayah kerja Puskesmas Seputih Raman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu adalah :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Kader posyandu di Kampung Rama Oetama
3. Objek Penelitian : Peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama
4. Lokasi Penelitian : Posyandu di Kampung Rama Oetama yang terdiri dari 6 posyandu
5. Waktu Penelitian : Mei – Juni 2007
D. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena kesadaran
2) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena imbalan
3) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena paksaan

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu

2. Bagi Posyandu di Kampung Rama Oetama
Sebagai bahan evaluasi tentang peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.

3. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan di perpustakaan dan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas
Baca selengkapnya - Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas

Pemeriksaan Umum pada Kehamilan


Pemeriksaan Umum Kehamilan
  1. Bagaimana keadaan umum penderita, keadaan gizi, kelainan bantuk badan, kesadaran.
  2. Adakah anemia, cyanosis, icterus, atau dyspnoe.
  3. Keadaan jantung dan paru-paru.
  4. Adakah oedem : Oedema dalah kehamilan dapat disebabkan oleh toxemia gravidarum atau oleh tekanan rahim yang membesar pada vena-vena dalam panggul yang mengalirkan darah dari kaki, tetapi juga oleh hypovitaminose B1, hypoproteinaemia dan penyakit jantung.
  5. Refleks : terutama refleks lutut. Refleks lutut negatif pada hypovitaminose B1 dan penyakit urat syaraf.
  6. Tensi : Tensi pada orang hamil tidak boleh mencapai 140 systolis atau 90 diastolis. Juga perubahan 30 systolis dan 15 diastolis di atas tensi sebelum hamil menandakan toxemia gravidarum.
  7. Berat badan : walaupun prognosa kehamilan dan persalinan bagi orang gemuk kurang baik di bandingkan dengan orang yang normal beratnya, dalam menimbang seseorang bukan beratnya saja yang penting, tapi lebih penting lagi perubahan berat setiap kali ibu memeriksakan diri. Berat badan dalam triwulan ke III tidak boleh tambah lebih dari 1 kg seminggu atau 3 kg sebulan. Penambahan yang lebih dari batas-batas tersebut di atas disebabkan oleh penimbunan (retensi) air dan di sebut praoedema.
  8. Pemeriksaan Laboratorium
  • Air kencing : terutama diperiksa atas glukose, zat putih telur dan sedimen. Adanya glukose dalam urine orang hamil harus dianggap sebagai gejala penyakit diabetes kecuali kalau kita dapat membuktikan bahwa hal-hal lain yang menyebabkannya. Dalam akhir kehamilan dan dalam nifas reaksi reduksi dapat menjadi positif adanya laktose dalam air kencing. Zat putih telur positsf dalam air kencing pada nefritis, toxemia gravidarum dan radang dari saluran kencing.
  • Darah : dari darah perlu ditentukan Hb, sekali 3 bulan karena pada orang hamil sering timbul anemia karena defisiensi Fe. Selanjutnya perlu di periksa reaksi seroogis (WR) dan golongan darah. Juga pemeriksaan kadar gula darah. Reaksi Wasserman positif dan lues, tetapi juga pada fraimboesia. Golongan darah ditentukan supaya kita cepat dapat mencairkan darah yang cocok jika penderita memerlukannya. Kalau ibu golongan O maka mungkin timbul ABO antagonisme.
  • Faeces diperiksa atas telur-telur cacing.
Baca selengkapnya - Pemeriksaan Umum pada Kehamilan

Penyebab Gairah Seksual Menurun

Kecemasan dan kelelahan mengurus bayi baru lahir sering kali membuat gairah bercinta pasangan suami istri (pasutri) surut, terutama pada wanita. Bila trauma dikelola dengan baik, kehidupan seks bisa kembali berjalan dengan baik seperti semula. Menurunnya gairah seksual disebabkan oleh trauma psikis maupun fisik. Ditinjau dari segi fisik, wanita mengalami perubahan sangat drastis di dalam tubuh. Mengandung dan melahirkan normal maupun caesar dapat menyebabkan trauma pada wanita.

Ambil contoh, trauma fisik bisa terjadi saat melahirkan. Rasa sakit akibat pengguntingan bagian dalam vagina (episiotomi) untuk melancarkan jalan lahir untuk menghindari terjadinya perobekan yang berat. Tentu saja, tindakan ini membutuhkan waktu untuk penyembuhan.

Sedangkan trauma psikis (kejiwaan) terjadi pada wanitausaimelahirkanyangbelum siap dan memahami segala urusan mengurus anak. Dari mulai merawat anak, merawat payudara yang sudah siap mengeluarkan susu, cara pemberian susu yang benar sampai urusan mengganti popok. Akibatnya, ibu merasa lelah, capek, dan menyebabkan gairah menurun dan enggan untuk berhubungan seksual.

Ibu yang baru melahirkan kerap merasa cemas dengan keadaan tubuh tidak lagi menarik. Istri takut tidak bisa memproduksi ASI yang cukup banyak untuk kebutuhan bayi dan merasa cemas dengan kondisi kesehatan lainnya. Kecemasan yang dialami terkadang tidak ada penyebabnya dan inilah yang menjadi penghalang timbulnya hasrat untuk bercinta.

Ketidakseimbangan hormon juga kerap dituding sebagai penyebab menurunnya hasrat seksual. Ketidakseimbangan hormon ini dapat mengakibatkan perubahan emosi yang tidak seimbang pula. Para ibu muda lebih mudah merasa kesal, malas, ingin marah. Kendati begitu, Konsultan Seks Remaja dan Perkawinan dari Klinik Curhat, Semarang dr Iwan Setiawan menegaskan, ketidakseimbangan hormonal hanya mempengaruhi secara tidak langsung. Setelah masa-masa nifas, hormonal kembali bekerja secara normal.

Tiap wanita berbeda-beda kesiapannya. Namun secara medis, setelah tidak ada pendarahan lagi, bisa dipastikan ibu sudah siap berhubungan seks yakni setelah masa nifas yang biasanya berlangsung selama 30-40 hari. Masih dianggap wajar bila keengganan untuk berhubungan badan dengan pasangan, terjadi antara satu hingga tiga bulan setelah melahirkan.
"Jika melewati batas tersebut berarti ada sesuatu yang salah dan perlu penanganan tepat. Sebaiknya, segera komunikasikan dengan suami," tukas Iwan.

Secara alami, sesudah melewati masa nifas kondisi organ reproduksi ibu sudah kembali normal. Oleh sebab itu, posisi hubungan seks seperti apa pun sudah bisa dilakukan. Kalaupun masih ada keluhan rasa sakit, lebih disebabkan proses pengembalian fungsi tubuh belum berlangsung sempurna seperti fungsi pembasahan vagina yang belum kembali seperti semula. Namun, bisa juga keluhan ini disebabkan kram otot, infeksi, atau luka yang masih dalam proses penyembuhan.
Baca selengkapnya - Penyebab Gairah Seksual Menurun

Mengajar Bayi Metode Glenn Doman

Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup di dunia ini, cuma manusia yang dapat membaca. Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan sebuah buku ketika berusia tiga tahun dan mereka menyukainya. Tahun 1961 satu tim ahli dunia yang terdiri atas, dokter, spesialis membaca, ahli bedah otak dan psikolog mengadakan penelitian “Bagaimana otak anak-anak berkembang?”. Hal ini kemudian berkembang menjadi satu informasi yang mengejutkan mengenai bagaimana anak-anak belajar, apa yang dipelajari anak-anak, dan apa yang bisa dipelajari anak-anak.
Hasil penelitian juga mendapatkan, ternyata anak yang cedera otak-pun dapat membaca dengan baik pada usia tiga tahun atau lebih muda lagi. Jelaslah bahwa ada sesuatu yang salah pada apa yang sedang terjadi, pada anak-anak sehat, jika di usia ini belum bisa membaca.

Penelitian tentang Otak Anak
Bagi otak tidak ada bedanya apakah dia ‘melihat’ atau ‘mendengar’ sesuatu. Otak dapat mengerti keduanya dengan baik. Yang dibutuhkan adalah suara itu cukup kuat dan cukup jelas untuk didengar telinga, dan perkataan itu cukup besar dan cukup jelas untuk dilihat mata sehingga otak dapat menafsirkan. Kalau telinga menerima rangsang suara, baik sepatah kata atau pesan lisan, maka pesan pendengaran ini diuraikan menjadi serentetan impuls-impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang bisa melihat untuk disusun dan diartikan menjadi kata-kata yang dapat dipahami. Begitu pula kalau mata melihat sebuah kata atau pesan tertulis. Pesan visual ini diuraikan menjadi serentetan impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang tidak dapat melihat, untuk disusun kembali dan dipahami. Baik jalur penglihatan maupun jalur pendengaran sama-sama menuju ke otak dimana kedua pesan ditafsirkan otak dengan proses yang sama.

Dua faktor yang sangat penting dalam mengajar anak:
1. Sikap dan pendekatan orang tua
Syarat terpenting adalah, bahwa diantara orang tua dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali.
Belajar adalah:
  • Hadiah, bukan hukuman
  • Permainan yang paling menggairahkan, bukan bekerja
  • Bersenang-senang, bukan bersusah payah
  • Suatu kehormatan, bukan kehinaan
2. Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya.
Bahan yang sesuai:
a. bahan-bahan dibuat dari kertas putih yang agak kaku (karton poster)
b. kata-kata yang dipakai ditulis dengan spidol besar
c. tulisannya harus rapi dan jelas, model hurufnya sederhana dan konsisten

Tahap-tahap mengajar:
TAHAP PERTAMA : (perbedaan penglihatan)
Mengajarkan anak anda membaca dimulai menggunakan hanya lima belas kata saja. Jika anak anda sudah mempelajari 15 kata ini, dia sudah siap untuk melangkah ke perbendaharaan kata-kata lain.
1. Ukuran karton : tinggi 15 cm, panjang 60 cm
2. Ukuran huruf, tinggi 12,5 cm dan lebar 10 cm, serta setiap huruf berjarak kira-kira 1,25 cm
3. Huruf berwarna merah
4. Gunakan huruf kecil (bukan huruf kapital)
5. Buatlah hanya 15 kata, misal : IBU (UMMI/MAMA/BUNDA), BAPAK (ABI/PAPA/AYAH)
6. Ke-15 kata-kata pertama harus terdiri dari kata-kata yang paling dikenal dan paling dekat dengan lingkungannya yaitu nama-nama anggota keluarga, binatang peliharaan, makanan kesukaan, atau sesuatu yang dianggap penting untuk diketahui oleh sang anak.

Hari Pertama
Gunakan tempat bagian rumah yang paling sedikit terdapat benda-benda yang dapat mengalihkan perhatian, baik pendengarannya maupun penglihatannya. Misalnya, jangan ada radio yang dibunyikan.
  1. Tunjukkan kartu bertuliskan IBU/AYAH atau yang lainnya
  2. Jangan sampai ia dapat menjangkaunya
  3. Katakan dengan jelas ‘ini bacaannya IBU/AYAH’
  4. Jangan jelaskan apa-apa
  5. Biarkan dia melihatnya tidak lebih dari 1 detik
  6. Tunjukkan 4 kartu lainnya dengan cara yang sama
  7. Jangan meminta anak mengulang apa yang anda ucapkan
  8. Setelah kata ke-5, peluk, cium dengan hangat dan tunjukkan kasih sayang dengan cara yang menyolok
  9. Ulangi 3 kali dengan jarak paling sedikit 1,5 jam

Hari Kedua
  1. Ulangi pelajaran dasar hari pertama 3 kali
  2. Tambahkan lima kata baru yang harus diperlihatkan 3 kali sepanjang hari kedua. Jadi ada 6 pelajaran
  3. Jangan lupa menunjukkan rasa bangga anda
  4. Jangan lakukan test, belum waktunya !
Hari Ketiga
1. Lakukan seperti hari ke-2
2. Tambahkan lima kata baru seperti hari kedua sehingga menjadi 9 pelajaran

Hari keempat, kelima, keenam ulangi seperti hari ketiga tanpa menambah kata-kata baru.

Hari Ketujuh
Beri kesempatan pada anak untuk memperlihatkan kemajuannya:
  1. Pilih kata kesukaannya
  2. Tunjukkan kepadanya dan ucapkan denga jelas ‘ini apa?’
  3. Hitung dalam hati sampai sepuluh, Jika anak anda mengucapkan, pastikan anda gembira dan tunjukkan kegembiraan anda Jika anak anda tidak memberikan jawaban atau salah, katakan dengan gembira apa bunyi kata itu dan teruskan pelajarannya.
Ancaman
Kebosanan adalah satu-satunya ancaman. Jangan sampai anak menjadi bosan. “Mengajarnya terlalu lambat akan lebih cepat membuatnya bosan daripada mengajarnya terlalu cepat”
Pada tahap pertama ini, dua hal luar biasa telah anda lakukan:
  1. Dia sudah melatih indera penglihatan, dan yang lebih penting: dia telah melatih otaknya cukup baik untuk dapat membedakan bentuk tulisan yang satu dengan yang lainnya.
  2. Dia sudah menguasai salah satu bentuk abstraksi yang paling luar biasa dalam hidupnya: dia dapat membaca kata-kata. Hanya ada satu lagi abstraksi besar harus dikuasainya, yaitu huruf-huruf dalam abjad.

TAHAP KEDUA : (kata-kata diri)
Kita mulai mengajarkan anak membaca dengan menggunakan kata-kata ‘diri’ karena anak memang mula-mula mempelajari badannya sendiri.
1. Ukuran karton 12,5 tinggi dan 60 cm panjang
2. Ukuran huruf 10 cm tinggi dan 7,5 cm lebar dengan jarak 1 cm
3. Huruf dan warna seperti tahap pertama
4. Buat 20 kata-kata tentang dirinya, misalnya: tangan kaki gigi jari kuku lutut mata perut
lidah pipi kuping dagu dada leher paha siku hidung jempol rambut bibir
5. Dari 3 kelompok kata masing-masing 5 kata di tahap awal, ambil masing-masing 1 kata lama dan tambahkan dengan 1 kata baru di tahap kedua
6. Dari 20 kata baru pada tahap kedua, ambil 10 kata dan jadikan 2 kelompok kata masing-masing 5 kata
7. Jadi sekarang anda memiliki:
- 3 kelompok kata dari tahap pertama yang sudah ditambah kata-kata baru
- 2 kelompok kata baru dari tahap kedua
- total 5 kelompok kata = 25 kata
8. Lakukan seperti tahap pertama
9. Setelah 5 hari ganti 1 kata dari masing-masing kelompok dengan kata baru, sehingga anak mempelajari 5 kata baru.
10. Setelah itu setiap hari ganti 1 kata lama dari masing-masing kelompok data dengan 1 kata baru. Dengan demikian setiap hari anak belajar 5 kata baru masing-masing satu dalam setiap
kelompok kata, dan 5 kata lama diambil setiap harinya.

TIPS:
  1. Usahakan jangan ada 2 kata yang dimulai dengan yang sama secara berurutan, misalnya ‘lidah’ dengan ‘lutut’
  2. Anak-anak usia 6 bulan sudah bisa diajarkan. Lakukan dengan cara yang persis sama kalau anda mengajarnya berbicara
  3. Ingat, membaca bukan berbicara
  4. Usaha mengajar bayi membaca dapat membaca dapat mempercepat berbicara dan memperluas perbendaharaan kata.

TAHAP KETIGA : (kata-kata ‘rumah’)
Sampai tahap ini, baik orang tua maupun anak harus melakukan permainan membaca ini dengan kesenangan dan minat besar. Ingatlah bahwa anda sedang menanamkan cinta belajar dalam diri anak anda, dan kecintaan ini akan berkembang terus sepanjang hidupnya. Lakukan permainan ini dengan gembira dan penuh semangat.
  1. Ukuran karton 7,5 cm tinggi dan 30 cm panjang
  2. Ukuran huruf 5 cm tinggi dan 3,5 cm lebar dengan jarak lebih dekat
  3. Huruf dan warna seperti tahap tahap kedua
  4. Terdiri dari nama-nama benda di sekeliling anak serta lebih dari 2 suku kata, misalnya: kursi, meja, dinding, lampu, pintu, tangga, jendela, dll
  5. Gunakan cara pada tahap kedua dengan setiap hari menambah 5 kata baru dari tahap ke tiga
  6. Setelah kata benda, masukkan kata milik, misalnya: piring, gelas, topi, baju, jeruk, celana,sepatu, dll.
  7. Setelah itu masukkan kata perbuatan, misalnya: duduk, berdiri, tertawa, melompat, membaca, dll
  8. Pada tahap kata perbuatan , agar lebih menarik, sambil menunjukkan kata tersebut, anda praktekkan sambil katakana ‘Ibumelompat’, ‘kakak melompat’, dsb
TAHAP KEEMPAT :
  1. Ukuran kartu 4 cm tinggi dan 20 cm panjang
  2. Ukuran huruf 5 cm
  3. Huruf kecil, warna hitam
  4. Tunjukkan kata demi kata seperti tahap sebelumnya lalu gabungkan misalnya ‘ini’ dan kata ‘bola’ menjadi ‘ini bola’.
  5. Lakukan beberapa kata beberapa kali setiap hari.
TAHAP KELIMA : (susunan kata dalam kalimat)
  1. Pilihkan buku sederhana dengan syarat : Perbendaharaan kata tidak lebih dari 150 kata Jumlah kata dalam 1 halaman tidak lebih dari 15-20 kata Tinggi huruf tidak kurang dari 5 mm Sedapat mungkin teks dan gambar terpisah. Carilah yang mendekati persyaratan tersebut
  2. Salinlah kata-kata yang ada setiap halaman tersebut ke dalam satu kartu kira-kira ukuran 1 kertas A4. Huruf hitam, ukuran tinggi huruf 2,5 cm. Jumlah kartu ’susunan kata-kata’ sama dengan jumlah halaman buku. Ukuran kartu harus sama walaupun jumlah kata tidak sama. Sekarang anda sudah mempunyai kartu-kartu dengan kata-kata yang ada dalam setiap halaman buku yang akan dibaca anak. Lubangi sisi kartu-kartu untuk dijilid menjadi sebuah buku yang isinya sama namun ukurannya lebih besar.
  3. Bacakan kartu demi kartu pelan-pelan, sehingga anak belajar kalimat demi kalimat.
  4. Bacakan dengan ekspresi sesuai dengan kalimat bacaan.
  5. Lakukan secara rutin, minimal 5 kartu sebanyak 3 kali selama 5 hari.
  6. Ketika membaca kartu pada hari lainnya, kartu yang lama sebaiknya diulang. Setelah selesai kartu-kartu dibaca, simpanlah beurutan di dalam sebuah map atau dibinding deperti buku.
  7. Pada saat selesai 1 buku, berilah ijazah yg ditandatangani ibu, yg menyatakan bahwa pada hari ini, tanggal ini, pada usia anak sekian, telah selesai dibaca buku ini.
TAHAP KEENAM : (susunan kata dalam kalimat)
Pada tahap ini, anak sudah siap membaca buku yg sebenarnya, karena dia sudah 2 kali melakukan hal itu. Perbedaan ukuran huruf dari 5 cm (Tahap 4), 2,5 cm (Tahap 5) dan 5 mm (Tahap 6 ini) adalah sangat berarti khususnya bagi anak yang masih sangat muda, karena itu juga berarti anda membantu mendewasakan dan memperbaiki indera penglihatannya.
Kunci Keberhasilan
1. Jangan membosankan anak
2. Jangan memaksa anak
3. Jangan tegang
4. Jangan mengajarkan abjad terlebih dahulu
5. Bergembiralah
6. Ciptakan cara baru
7. Jawablah semua pertanyaan anak
8. Berilah buku bacaan yang bermutu

Penutup
Pada dasarnya anak memiliki kemampuan yang luar biasa, khususnya pada usia yg semakin kecil. Hanya diperlukan perhatian, kemauan,ketekunan serta yang utama kasih sayang orangtua untuk membuatnya mampu mengeluarkan potensinya yg luar biasa tsb.
Keinginan orangtua pada umumnya adalah :
  1. Menginginkan anak mereka bahagia di dalam hidupnya dengan menjadikan anak mereka tangguh dan siap bersaing.
  2. Untuk itu dibutuhkan anak yg cerdas baik rasional maupun emosional serta rasa ingin tahu yang besar.
  3. Anak dapat diketahui rasa ingin tahunya yang besar dari banyaknya pertanyaan yg diajukannya.
  4. Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, anak harus dibimbing supaya suka membaca.
  5. Agar anak suka membaca, dibutuhkan kemampuan membaca dan sarana untuk membaca yang tidak lepas dari buku.
Jadi, dengan buku yg merupakan “JENDELA ILMU”, anak akan mampu membuka cakrawala kehidupan masa depannya dengan keceriaan. (Ikatan Dokter Indonesia)
“Selamat berkarya untuk anak-anak tercinta !”

Sumber: Buku “Men gajar Bayi Membaca” - Glenn Doman
Baca selengkapnya - Mengajar Bayi Metode Glenn Doman

Tinjauan Teoritis Primipara


  • Pimpinan adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali (Manuaba, 1998)
  • Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kolinya (Mochtar, 1998)
  • Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar matur atau prematur (Bagian obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran Universitas Pajajaran)
Perbedaan Primigravida dan Multigravida

Primigravida :
* buah dada tegang
* puting susu runcing
* perut tegang dan menonjol kedepan
* striae lividae
* perineum utuh
* vulva tertutup
* hymen perforatusvagina sempit dan teraba rugae
* portio runcing, ost. ext. tertutup

Multigravida :
* lembek, menggantung
* puting susu tumpul
* perut lembek dan tergantug
* striae lividae dan striae albicans
* perineum berparut
* vulva mengangah
* carunculae myrtiformis
* vagina longgar, selaput lendir licin
* portio timpul dan terbagi dalam bibir depan dan bibir belakang.
Baca selengkapnya - Tinjauan Teoritis Primipara

Gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seseorang mengalami masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, pada masa ini seseorang terus berkembang baik fisik, sosial dan psikologis (Khomsan, 2002). Selama pertumbuhan pesat masa remaja terjadi perubahan fisik penting diantaranya adalah perubahan ukuran tubuh baik tinggi maupun berat badan, perubahan proporsi tubuh ditandai dengan daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya kecil menjadi besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain, organ seks mencapai ukuran yang matang dan ciri-ciri seks sekunder berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja (Hurlock,1997).
Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru, yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, karena remaja lebih banyak berada diluar rumah maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga (Hurlock, 1997). Salah satu contoh keterpengaruhan ini adalah dalam hal pemilihan makanan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi vegetarian atau food fadism (Arisman, 2004).
Supaya Pertumbuhan dan perkembangan berjalan optimal tubuh memerlukan nutrisi yang memadai, kecukupan energi, protein, lemak dan suplai semua nutrien esensial yang menjadi basis pertumbuhan. Asupan energi mempengaruhi pertumbuhan tubuh dan bila asupan tidak adekuat, menyebabkan seluruh unit fungsional remaja ikut menderita, antara lain adalah derajat metabolisme, tingkat aktifitas, tampilan fisik dan maturasi seksual (Soetjiningsih, 2004).
Kecemasan akan bentuk tubuh yang tidak ideal membuat remaja sengaja tidak makan, kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau hanya menyantap kudapan. Kebiasaan ini di pengaruhi oleh teman, media terutama iklan di televisi, atau bahkan dari keluarga. Teman sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan. Makanan siap saji (junk food) kini semakin di gemari oleh remaja, baik hanya sebagai kudapan maupun makanan besar. Makanan ini mudah di peroleh, di samping lebih dikenal karena terpengaruh iklan. Bahan makanan jenis ini sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali kandungan kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan C, sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi. Mengkonsumsi makanan jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kegemukan dan kekurangan zat gizi lain (Arisman,2004).
Kebiasaan makan yang di peroleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Kekurangan zat besi misalnya, dapat menimbulkan anemia dan keletihan, terutama remaja wanita yang membutuhkan zat besi lebih tinggi untuk mengganti besi yang hilang bersama darah haid. Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga kedewasa dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor resiko penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, diabetes melitus, atritis, penyakit kantung empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernafasan, dan berbagai gangguan kulit (Arisman, 2004).
Berdasarkan data berat badan dan tinggi badan sebagai hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 28 April 2006, diperoleh hasil penghitungan sebagai berikut : dari seluruh remaja wanita kelas II MAN 2 Metro yang berjumlah 193 orang, 30 orang diantaranya (15,54%) memiliki berat badan ideal, 137 orang (70,98%) memiliki berat badan kurang dari berat badan ideal dan 26 orang (13,47%) memiliki berat badan lebih dari berat badan ideal. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian yaitu “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk :
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang pengertian diet seimbang di MAN 2 Metro.
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang konsumsi makanan sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) di MAN 2 Metro.
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang pengaruh gizi pada proses tubuh di MAN 2 Metro.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro adalah :
Sifat Penelitian : Deskriptif
Subyek Penelitian : Remaja Wanita Kelas II MAN 2 Metro
Objek penelitian : Pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.
Lokasi penelitian : Sesuai dengan latar belakang penelitian ini maka penulis menetapkan lokasi untuk melakukan penelitian di Madrasah Aliyah Negeri 2 Metro.
Waktu Penelitian : April – Mei 2006
E. Manfaat Penelitian
Bagi Remaja Wanita
Sebagai informasi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan remaja wanita tentang diet seimbang

Bagi Insitusi yang diteliti
Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan seluruh siswa tentang diet seimbang

Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi atau bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan diet seimbang

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang
Baca selengkapnya - Gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang

Gambaran pengetahuan klimakterium tentang menopause di dusun


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental, sosial, dan bukan hanya bebas dari penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsinya. Kesehatan reproduksi bukan hanya membahas masalah kehamilan atau persalinan, tetapi mencakup seluruh siklus kehidupan wanita yang salah satunya adalah masa menopause, yaitu suatu masa yang dimulai pada akhir masa reproduksi dan berakhir pada masa senium (lanjut usia), yaitu pada usia 40-65 tahun (Pakasi, 2000). Pada usia ini akan banyak muncul masalah kesehatan karena masalah kesehatan sangat erat kaitannya dengan peningkatan usia (Curtis, Glade B, 2000).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan Umur Harapan Hidup (UHH) orang Indonesia adalah 75 tahun. Umur harapan hidup wanita adalah 67 tahun dan pria 63 tahun (yminti online, 2007). UHH dari 10 Kabupaten di Propinsi Lampung dari tahun 2002-2004 mengalami peningkatan bila dilihat per kabupaten atau per kota, UHH berkisar 66,4 tahun. UHH Kota Metro adalah 71,8 tahun dan Kabupaten Lampung Timur memiliki UHH 69,3 tahun (Profil Kesehatan Lampung, 2005). Hal ini berarti wanita memiliki UHH lebih tinggi dari pada pria dan akan menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. (yminti online, 2007).
Menopause adalah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir yang disebabkan menurunnya fungsi ovarium dan diagnosa dibuat setelah terdapat Amenorea (tidak haid) sekurang-kurangnya satu tahun (medicastore online, 2007). Sebenarnya menopause bukan merupakan masalah patologis tetapi merupakan masalah fisiologis yang dialami setiap wanita di dunia tetapi sangat mengganggu kebahagiaan sebuah keluarga dan wanita itu sendiri. Di dalam pengalaman hidupnya, seorang wanita akan mengalami perubahan-perubahan alamiah ini. Namun proses alamiah ini berbeda pada setiap wanita menopause. Ada yang melewatinya tanpa merasa terganggu, namun sebagian besar wanita menopause melalui perubahan alamiah ini dengan cobaan yang berat, gangguan fisik dan tekanan psikis yang menekan (Pakasi, 2000). Hal ini disebabkan karena berhentinya produksi estrogen dan menurunnya daya tahan tubuh seiring dengan bertambahnya usia (yminti online, 2007).
Perubahan fisik pada wanita biasanya terlihat pada perubahan kulit yang terlihat semakin mengendor, mudah terbakar sinar matahari, dan tumbuh bintik hitam (Manuaba, 1999). Perubahan fisik yang lain seperti incontinentia urin, berkurangnya penglihatan, pendengaran, patah tulang, dan sakit kepala (yminti online, 2007).
Berdasarkan penelitian Choirah pada tahun 2004 di Jakarta, ditemukan hubungan antara penurunan kadar estrogen dengan perubahan psikis yang terjadi pada masa menopause. Ditemukan adanya depresi sebanyak 37,9 % pada wanita menopause yang mengalami penurunan estrogen (Kusumawardhani, 2006), karena adanya ketidakseimbangan pisikologis dan emosional (Nirmala, 2003). Sedangkan penelitian Gail Saltz yang disitasi oleh Kusumawadhani tahun 2006 menemukan bahwa sepertiga wanita yang berusia diatas 50 tahun mengalami disfungsi seksual, tidak tertarik lagi dalam aktifitas seksual terjadi penurunan minat, gairah, dan berkurangnya sensitifitas fisik.
Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan pada tanggal 21 Maret 2007 di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur menunjukkan bahwa jumlah wanita klimakterium yaitu wanita yang berusia 45-60 tahun berjumlah 52 orang. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan pada wanita klimakterium, ternyata 61,5% wanita klimakterium belum mengerti tentang menopause.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan wanita klimakterium tentang menopause, di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah “Bagaimana pengetahuan wanita klimakterium tentang menopause di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur?”

C. Ruang Lingkup
Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
Subjek Penelitian : Wanita klimakterium, yaitu pre-menopause, menopause, dan post menopause.
Objek Penelitian : Tingkat pengetahuan Wanita pre-menopause, menopause, dan post menopause tentang menopause.
Lokasi Penelitian : Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.
Waktu penelitian : 5 Mei -7 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause berdasarkan perubahan fisik.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause berdasarkan perubahan psikis.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman untuk penerapan ilmu yang telah di dapat selama kuliah, dalam rangka pemahaman pengetahuan wanita tentang menopause.
2. Wanita klimakterium di dusun III Desa Cempaka Nuban Kec. Batanghari Nuban Lampung Timur.
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan pengetahuan pada wanita tentang menopause, sehingga membantu mempersiapkan diri dalam memasuki masa menopause.
3. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan menopause.

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan klimakterium tentang menopause di dusun
Baca selengkapnya - Gambaran pengetahuan klimakterium tentang menopause di dusun

Gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di desa


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memiliki anak penting bagi semua masyarakat di dunia dan perkawinan merupakan salah satu sarana untuk mendapat keturunan, dengan adanya keturunan diharapkan dapat membangun keluarga yang aman, damai, sejahtera dan bahagia sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai generasi penerus dengan kualitas sumber daya manusia dapat diandalkan. (Manuaba,1999). Infertilitas (ketidakmampuan konsepsi atau memiliki anak) merupakan sumber keluhan dan kecemasan pada pasangan. Walaupun Infertilitas tidak berpengaruh pada aktivitas fisik dan tidak mengancam jiwa, bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar pada kehidupan keluarga (POGI,1996).
Selain itu faktor psikokultural mempengaruhi sikap pasangan terhadap masalah ini, sehingga ada upaya-upaya irasional (alternatif, shinse, herbalisme, dll) untuk mempunyai anak. Memang apa yang dilakukan pasangan tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena ilmu kedokteran yang mutakhir sekalipun belum dapat menjawab seluruh masalah Infertilitas secara memuaskan (www.kompas.com 2007).
Berdasarkan catatan WHO, di dunia ada sekitar 50-80 juta Pasutri mempunyai problem Infertilitas dan setiap tahunnya muncul sekitar 2 juta pasangan infertil (ketidakmampuan mengandung atau menginduksi konsepsi) baru. Tidak tertutup kemungkinan jumlah itu akan terus meningkat. Berdasarkan penelitian dari setiap 100 pasangan, pada pasangan suami istri yang sudah mempunyai anak dan mereka menginginkan anak kembali seperempatnya atau 15% berada di bawah kesuburan normal (Alia,Maret 2005).
Program Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organization (WHO) juga mencakup pelayanan pasangan infertilitas. Hal ini sesuai dengan tujuan program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia yaitu “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)”. Oleh karena itu kepada pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak seyogyanya juga diberikan pelayanan infertilitas agar mereka juga dapat mewujudkan tujuan NKKBS bagi diri dan keluarga (Hartanto,2002).
Penyebab utama Infertilitas dibeberapa Negara berkembang adalah infeksi yang disebabkan karena kuman gonorrea dan clamydia. Infeksi tersebut dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PRP), penyumbatan tuba, Infeksi postpartum dan post abortus pada wanita serta epididimitis pada laki-laki (POGI.1996). Seperti halnya penanggulangan penyakit pada umumnya, usaha pertama yang selalu harus diusahakan adalah mencari penyebab Infertilitas (www.kompas.com 2007).
Hasil survey sebuah website wanita menunjukan bahwa gagalnya kehamilan pada pasangan menikah selama 12 bulan, 40 % nya disebabkan Infertilitas pada pria, 40 % pada wanita dan 20 % lagi adalah kombinasi keduanya. Jadi tidak benar anggapan bahwa kaum wanita lebih bertanggungjawab terhadap kesulitan mendapatkan anak, bahkan penelitian beberapa tahun terakhir ini, 50 % gangguan kesuburan disebabkan oleh pria (Alia,Maret 2005).
Evaluasi terhadap pria penderita infertilitas yang datang ke klinik infertilitas bagian urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan, 20-25% penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab terbanyak infertilitas pria adalah pelebaran pembuluh darah balik atau vena disekitar buah zakar yang disebut varikokel. Varikokel ditemukan pada 40% penderita. Temuan ini tidak jauh berbeda dengan temuan salah satu pusat penanggulangan infertilitas terkenal di Baylor College of Medicine, Amerika Serikat yaitu 42%. Penyebab lain dari infertilitas pada pria adalah sumbatan/obstruksi pada saluran sperma. Hal ini terjadi pada 15% penderita. Pada 20% sisanya, infertilitas diakibatkan oleh berbagai faktor, misalnya gangguan hormon, kelainan bawaan, pengaruh obat, gangguan ereksi/ejakulasi, radiasi, keracunan pestisida, gangguan imunologi, operasi di daerah panggul dan lain-lain (www.kompas.com 2007).
Pada wanita penyebab infertilitas terbanyak adalah karena tertutupnya saluran tuba sebanyak 30%, 25% disebabkan karena gangguan ovulasi, masalah serviks sebanyak 15%, masalah-masalah endokrin seperti tumor hipofisis dan kelainan kongenital juga dapat menyebabkan infertilitas pada wanita, hal ini terjadi sebanyak 10% penderita (POGI,1996).
Di Indonesia banyaknya pasangan Infertil dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup, maka menurut Sensus Penduduk terdapat 12% baik didesa maupun dikota, atau kira-kira 3 juta pasangan infertil di seluruh Indonesia. Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin menurun kejadian kehamilannya.
Di Propinsi Lampung dengan jumlah penduduk 6.983.700 jiwa dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) 1.380.636 pasangan dan diperkirakan yang mengalami infertilitas adalah 138.064 (10%) pasangan (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2005). Di kabupaten Lampung Timur dengan jumlah penduduk 919.017 jiwa dan jumlah pasangan usia subur (PUS) 184.379 pasangan dan yang mengalami Infertilitas lebih kurang 18.438 (10%) pasangan. Selanjutnya untuk kecamatan Batanghari dengan jumlah penduduk 50.741 jiwa dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) 10.400 pasangan dan diperkirakan yang mengalami infertilitas 1040 (10%) pasangan (BPS, Kantor Catatan Sipil dan BKKBN Lampung Timur, 2006).
Berdasarkan data pra survey pada bulan Juli sampai dengan Desember 2006 di desa Sri Basuki Batanghari dengan jumlah penduduk 1994 jiwa dan jumlah pasangan usia subur 414 pasangan terdapat 21 pasangan infertil yang sedang berupaya untuk mendapatkan keturunan dimana sebagian besar dilakukan dengan cara-cara non medis, padahal apabila semua pasangan infertil mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan infertilitas dan cara yang harus ditempuh serta bagaimana penanggulangannya maka problem infertilitas bagi pasangan infertil dapat segera tertanggulangi.
Timbulnya Infertilitas sebenarnya dapat dicegah, beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah maupun menanggulangi Infertilitas (www.kompas.com 2007). Ilmu Kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan Infertil memperoleh anak. Bahkan berkat kemajuan tekhnologi kedokteran beberapa pasangan dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan Inseminasi Buatan Donor, bayi tabung atau membesarkan dirahim wanita lain (Sarwono,1999).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik ingin mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas di desa Sri Basuki Batanghari Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian yaitu : Bagaimana Gambaran Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas di desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian agar sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat, penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas
3. Subyek Penelitian : Pasangan Infertil yang bertempat tinggal di desa Sri Basuki Batanghari Lampung Timur
4. Lokasi Penelitian : Desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : Tanggal 15 Mei 2007 – 19 Mei 2007

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di Desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi :
1. Bagi Peneliti
a. Menambah pengalaman dalam penelitian serta menerapkan ilmu yang didapat selama mengikuti kuliah
b. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran pengetahuan pasangan Infertil tentang Infertilitas

2. Bagi Tenaga Kesehatan di Desa Sri Basuki
Sebagai sumbangan pemikiran tentang pasangan yang mengalami Infertil ditinjau dari aspek pengetahuan tentang Infertilitas sehingga bidan dapat memberikan bantuan berupa konseling atau bimbingan dengan demikian meningkatkan mutu layanan reproduksi wanita.

3. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Politehnik Kesehatan Tanjung Karang umumnya dan khususnya Program Studi Kebidanan Metro sebagai bahan referensi bagi perpustakaan dan peneliti lainnya

4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian yang akan datang sebagai bahan literatur

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di desa
Baca selengkapnya - Gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di desa

Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa


Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Visi Indonesia Sehat 2010, adalah ditetapkannya misi pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, dengan sasaran meningkatkan jumlah penduduk mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang, sehingga untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat, salah satu program unggulan yaitu program perbaikan gizi (Dep. Kes. RI, 1993: 10).

Gizi merupakan unsur yang sangat penting dalam membentuk kualitas manusia. Perbaikan gizi adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan gizi. Manfaat dari perbaikan gizi adalah meningkatkan status gizi, peningkatan mutu konsumsi makanan, serta penanggulangan terhadap masalah gizi, sehingga diharapkan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan sehat. Sasaran dalam perbaikan gizi ini adalah seluruh individu baik bayi, balita, remaja, manusia dewasa, maupun usia lanjut (Dep. Kes. RI, 1989: 5).

Di Indonesia sendiri masih ditemui ibu hamil yang mengalami kurang gizi kronis diatas 30% atau sekitar 1,5 juta. Untuk wilayah Lampung sekitar 5,79% sedangkan daerah Tanggamus ditemui ibu hamil yang mengalami kurang gizi adalah 1,79% (Profil Kesehatan Lampung, 2003).

Masalah gizi banyak ditemui pada golongan ibu hamil, misalnya Kurang Kalori Protein(KKP), anemia gizi, defisiensi vitamin A dan yodium. Gizi diperlukan oleh tubuh manusia untuk kecerdasan otak dan kemampuan fisik. Masalah gizi lebih sering terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan yang mengkonsumsi bahan pangan yang kurang baik jumlah maupun mutunya.. Akibatnya penyakit kekurangan gizi pada ibu masih cukup tinggi. Sebagian besar masalah disebabkan oleh faktor ekonomi dan pendidikan keluarga, namun tidak dipungkiri bahwa faktor sosial budaya mempengaruhi secara nyata gambaran menyeluruh masalah gizi di daerah pedesaan. Sikap dan kepercayaan ibu hamil pada budaya leluhur yang mengatakan bahwa selama hamil dilarang makanan tertentu karena akan mengakibatkan kelainan pada anak yang dikandungnya masih sangat dipercaya dan ditakuti. Rendahnya pengetahuan ibu hamil mengenai manfaat zat–zat gizi pada makanaan akan sangat berpengaruh dengan cara pengolahan dan penyusunan menu makanan sehingga gizi yang diharapkan tidak didapatkan. Ibu hamil harus menerapkan menu empat sehat lima sempurna ( Dep. Kes. RI, 1989: 12 ).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perkembangan otak berlangsung pesat pada saat janin berada dalam kandungan ibu. Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menyebabkan bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang mempunyai resiko tinggi terhadap kematian bayi atau lebih lanjut mengalami pertumbuhan dan perkembangan dibawah normal. Angka bayi lahir hidup dengan BBLR adalah sekitar 8,2% (www. Republika Online, 2003: 2)

Kekurangan berbagai macam zat gizi selama kehamilan akan mempengaruhi status gizi ibu hamil. Kenaikan berat badan yang rendah selama kehamilan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kurang gizi pada ibu hamil yang merupakan penyebab langsung retardasi pertumbuhan intra uteri. Status gizi yang buruk memberikan kontribusi pada tiga penyebab kematian ibu yang utama yaitu perdarahan 40-60%, toksemia gravidarum 20-30% dan infeksi 20-30% (Nadesul, 1997: 17).

Dari data pra survei yang penulis peroleh pada tanggal 5 April 2004 di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus didapatkan data ibu hamil dengan status gizi kurang seperti tabel 1 berikut:

Tabel 1. Distribusi Jumlah Ibu Hamil di Desa Wates Pada Bulan Januari sampai Maret 2004

Bulan

Jumlah kunjungan ibu hamil baru

Ibu hamil dengan status gizi baik

Ibu hamil dengan status gizi kurang

Jml

%

Jml

%

Jml

%

Januari

Februari

Maret

11

8

15

32,35

23,53

44,12

7

5

9

33,33

23,81

42,86

4

3

6

30,76

23,09

46,15

Jumlah

34

100

21

100

13

100

Sumber Medical Record (Dokumen) Puskesmas Wates, 2004

Berdasarkan tabel diatas maka di dapat data pada bulan Januari sampai Maret 2004 di puskesmas Wates terdapat ibu hamil sebanyak 34 orang dengan status gizi baik sebanyak 21 orang (61,76%) dan status gizi kurang sebanyak 13 orang (28,83 %).

Dari keadaan di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sederhana tentang “ Gambaran Pengetahuan Tentang Nutrisi Ibu Hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus “.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus ?”

Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Sifat penelitian : Deskriptif.

2. Subyek penelitian : Ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus

3. Obyek penelitian : Pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi pada ibu hamil.

4. Lokasi penelitian : Di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus.

5. Waktu penelitian : 19 Mei sampai 1 Juni 2004

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus tahun 2004.


DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa
Baca selengkapnya - Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa

Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas

Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya cukup padat. Kepadatan ini dapat dilihat dari jumlah kelahiran sekitar 5.000.000 pertahun (Manuaba, 1998). Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sebesar 6.500.000.000 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,7%, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama sebesar 241.973.879 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,66%. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk (www.laju pertumbuhan pendudduk.go.id,2005)
Pemerintah merencanakan program Keluarga Berencana Nasional untuk mengatasi masalah tersebut yang merupakan bagian dari pembangunan nasional Bangsa Indonesia mempunyai tujuan ganda yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, melalui pengendalian kelahiran dan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia serta meningkatkan potensi sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kualitas penduduk Indonesia (Winknjosastro, 2002).
Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai tujuan yang salah satunya adalah menjarangkan kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi. Banyak metode kontrasepsi yang digunakan salah satu diantaranya menggunakan metode efektif yang meliputi menggunakan Pil, suntikan, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan implant yang mengakibatkan pencegahan efektif terhadap kemungkinan timbulnya kehamilan, selain itu juga ada yang menggunakan metode kontrasepsi mantap seperti tubekhtomi dan vasektomi (www.bkkbn.go.id, 2005)
Metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal atau sempurna sampai saat ini belum tersedia (Hartanto, 2003), karena harus memenuhi beberapa faktor, antara lain dapat dipercaya, tidak ada efek samping, mudah menggunakan dan mendapatkannya. Faktor lain seperti usia ibu, jumlah dan jarak kelahiran anak juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan kontrasepsi (Winknjosastro, 2002).
Salah satu metode kontrasepsi efektif adalah AKDR yang merupakan pilihan utama untuk menjarangkan kehamilan dengan periode usia akseptor antara 20 – 35 tahun, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 – 4 tahun. Metode kontrasepsi AKDR, dikatakan efektif karena memiliki kelebihan yaitu efektifitas dan reversibilitas yang tinggi, dapat dipercaya, murah harganya, dan mudah dalam pelaksanaannya serta kegagalan yang disebabkan karena kealahan akseptor tidak banyak (Hartanto, 2003).
Umumnya penduduk di negara-negara sedang berkembang paling banyak menggunakan metode kontrasepsi yang pemakainya adalah perempuan. Distribusinya adalah pemakai pil 17,1%, suntik 15,2%, AKDR 10,3%, (Juliantoro, 2000).
Menurut data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi Lampung pada tahun 2000 akseptor KB suntik 58,6%, akseptor KB pil 29,8% dan AKDR adalah 16,9%, karena pada umumnya masyarakat lebih memilih alat kontrasepsi yang bersifat praktis dan efektifitasnya tinggi seperti metode KB non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) misalnya suntik dan pil sehingga untuk metode KB seperti implant, AKDR, Medis Operatif Wanita (MOW) dan Medis Operatif Pria (MOP) kurang diminati (BKKBN, 2000).
Berdasarkan data prasurvei yang diperoleh dari BKKBN Kota Metro mengenai cakupan pencapaian KB aktif tahun 2006 bulan Maret adalah sebagai berikut
Tabel 1. Pencapaian Peserta KB Aktif bulan Maret tahun 2006
No Kecamatan Mix Kontrasepsi Total PA % PA/PUS % AKDR/PA
PUS AKDR Suntik PIL
1.
2.
3.
4.
5. Metro Pusat
Metro Utara
Metro Barat
Metro Timur
Metro Selatan 7013
4037
3242
4864
1997 866
389
324
794
236 2425
1129
1158
1449
746 1520
1319
633
1118
344 4811
2837
2115
3361
1326 68,60
70,27
65,23
69,09
66,39 18,00
13,71
15,31
23,62
17,79
Jumlah 21153 2609 6907 4934 14450 68,31 17,79
Sumber : Data BKKBN Kota Metro, 2006.
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa untuk metode suntik mencapai angka yang paling tinggi sebesar 47,79% (6907) sedangkan metode kontrasepsi AKDR mencapai angka yang paling kecil sebesar 18,05% (2609). Bila dilihat lebih jauh untuk Kecamatan Metro Utara tercapai angka paling kecil untuk akseptor KB AKDR sebesar 13,71%(389).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan akseptor KB AKDR presentasinya rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akseptor KB tentang AKDR. Seharusnya mengingat AKDR merupakan kontrasepsi efektif yang dianjurkan untuk ibu multipara yaitu wanita yang telah melahirkan anak hidup minimal 2 orang menjadi pilihan prioritas. Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Bagaimana pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Multipara Tentang Kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR
3. Subjek Penelitian : Seluruh ibu multipara peserta akseptor KB AKDR
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari
5. Waktu Penelitian : 8 – 13 Mei 2006
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Manfaat bagi Puskesmas Banjar Sari
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pelaksana pelayanan guna meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan AKDR dan meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi
2. Manfaat bagi Intitusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya dalam memberikan informasi tentang KB dan kesehatan serta asuhan bagi penelitian selanjutnya.

DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas
Baca selengkapnya - Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas

Lidah pun Bisa Berbulu


Bulu atau rambut halus hampir tumbuh di seluruh bagian tubuh kita, kecuali mata, mulut, telapak tangan dan kaki, serta kuku. Tapi bulu pun bisa tumbuh di permukaan lidah. Sindrom lidah berbulu (Hairy Tongue Syndrome) atau lingua villosa nigra adalah suatu kondisi dimana ada pertumbuhan papila filiform (bagian menonjol pada selaput yang berlendir di bagian atas lidah) berlebih pada permukaan dorsal lidah. Lidah berbulu adalah salah satu istilah yang tidak tepat dalam dunia kedokteran gigi. Lidah berbulu tidak benar-benar menyiratkan adanya bulu atau rambut di lidah.

Permukaan dorsal lidah yang sehat adalah tampak lunak dan lembut. Papila yang tumbuh biasanya hilang dalam interval waktu yang teratur. Namun, kadang-kadang papila ini cenderung tumbuh tapi tidak mau menghilang, dan muncul membentuk alur pada permukaan lidah. Alur ini sering menimbulkan noda akibat terkontaminasi bakteri atau kegiatan lain yang membuat warna lidah menjadi hitam.

Namun, lidah berbulu juga dapat muncul berwarna cokelat, putih, hijau, merah muda, atau salah satu dari berbagai corak tergantung pada etiologi spesifik dan faktor sekunder, misalnya penggunaan obat kumur berwarna, permen karet, atau permen nafas.

Tidak diketahui pasti apa yang menyebabkan sindrom lidah berbulu. Tapi diduga ada beberapa penyebabnya seperti:
  1. Makan permen terlalu banyak dapat menyebabkan stagnasi penumpukan papila filiform
  2. Penggunaan obat kumur yang mengandung peroksida secara berlebihan yang menyebabkan alergi
  3. Mengonsumsi antibiotik untuk jangka waktu lama
  4. Perokok berat juga bisa terkena sindrom lidah berbulu. Hal ini dikaitkan dengan kondisi mulut yang buruk.
  5. Pada kasus tertentu, dalam kondisi demam walaupun memiliki kebersihan mulut yang baik, seseorang bisa juga terkena sindrom lidah berbulu.
Seperti dilansir dari Buzzle dan Emedicine, gejala yang paling jelas dari lidah berbulu adalah adanya helai panjang papila pada permukaan dorsal lidah. Hal ini mungkin menjengkelkan jika papila yang tumbuh terinfeksi, maka dapat menyebabkan rasa sakit dan ulserasi atau pembengkakan.

Jika bakteri menginfeksi papila ini, maka terjadi perubahan warna lidah yang membuat lidah tampak berwarna hitam. Kondisi ini juga sering disertai dengan bau mulut. Orang mungkin juga mengeluhkan sensasi rasa abnormal di mulut.

Kemungkinan akumulasi makanan pada permukaan lidah, selanjutnya akan meningkatkan risiko infeksi pada daerah ini. Dalam kasus yang jarang terjadi, jika papila tumbuh menjadi sangat panjang, maka dapat menyebabkan rasa tersedak di tenggorokan. Panjang papila normal biasanya 1 mm, tetapi pada lidah berbulu papila bisa tumbuh hingga lebih dari 15 mm.

Prevalensi lidah berbulu sangat beragam, mulai dari 8,3 persen pada anak-anak dan orang dewasa muda, hingga 57 persen pada orang-orang yang kecanduan narkoba. Frekuensi lidah berbulu lebih besar terjadi pada laki-laki, orang yang menggunakan tembakau, peminum berat kopi dan teh, pasien terinfeksi HIV, dan penggunaan narkoba suntikan.

Pengobatan lidah berbulu tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Antara lain sebagai berikut:
  1. Jika memiliki kebersihan mulut yang sangat buruk maka dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter gigi, sehingga dapat didiagnosis dan diobati sejak awal.
  2. Jika penyebabnya adalah demam dan mengalami infeksi sistemik, minum antibiotik untuk kondisi tersebut tidak hanya akan mengatasi gangguan sistemik tetapi juga akan membantu dalam menyembuhkan lidah berbulu.
  3. Mengonsumsi vitamin A, jika disebabkan karena kekurangan vitamin A.
  4. Namun, jika kondisi ini ringan dan tanpa gejala maka yang terbaik adalah melakukan perawatan gigi, seperti menggunakan pembersih lidah dan menggosok permukaan dorsal lidah sesering mungkin sehingga mencegah akumulasi partikel makanan dan bakteri di wilayah ini.
  5. Menghindari beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan kondisi ini, seperti merokok, mengunyah tembakau, mengisap permen untuk jangka waktu lama, dan lainnya.(sumber : detik.com)
Baca selengkapnya - Lidah pun Bisa Berbulu

Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas


Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja (termasuk kolostrum) sesegera mungkin setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain seperti air, air gula, madu, pisang dan sebagainya (DepKes, 2003).
ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi, dimana kandungan gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan. ASI juga mengandung zat untuk perkembangan kecerdasan, zat kekebalan (mencegah dari berbagai penyakit). Konvensi hak-hak anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak, berarti ASI selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI sedunia tahun 2000 dengan tema : “Memberi ASI adalah hak azasi ibu, Mendapat ASI adalah hak azasi bayi” (Depkes RI, 2001).
Pernyataan dan rekomendasi tentang makanan bayi dan anak oleh World Health Organization (WHO)/United Nations International Children Emergency Fund (UNICEF) tahun 1994 antara lain berisi :
1. Menyusui merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah merupakan dasar fisiologis dan psikologis yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
2. Memberikan susu botol sebagai tambahan dengan dalih apapun juga pada bayi baru lahir harus dihindarkan (Suharyono, 1992).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI )1997 dan 2002 lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya. Namun yang menyusui dalam 1 jam pertama setelah melahirkan cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% pada tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Penggunaan susu formula meningkat lebih dari 3 x lipat selama 5 tahun dari 10,8% pada tahun 1997 menjadi 32,5% pada tahun 2002. (www. depkes.ga.id/ditingkat ASEAN 2006, 15 April 2006).
Pada saat ini tampak ada kecenderungan menurunnya penggunaan ASI pada sebagian masyarakat dikota-kota besar. Dikota besar sering kita melihat bayi diberi susu botol dari pada disusui ibunya, sementara di pedesaan kita melihat bayi yang berusia 1 bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan pada propinsi Lampung adalah 57.201 bayi atau sekitar 34,53,% dari jumlah bayi 165.656 bayi, sedangkan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan untuk Kota Metro adalah 900 bayi antau 58,82% dari jumlah bayi seluruhnya 1530 bayi (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004).
Data prasurvei yang didapat oleh penulis di Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai cakupan pemberian ASI Eksklusif tahun 2005 adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Data Cakupan ASI Eksklusif Kota Metro 2005
No Puskesmas Sasaran Cakupan %
1
2
3
4
5
6 Yosomulyo
Metro
Iringmulyo
Banjarsari
Sumbersari
Ganjar Agung 282
241
334
241
139
227 238
27
158
183
27
177 84,39
11,2
47,3
75,93
19,93
77,97
JUMLAH 1464 810 55,32
Sumber : Laporan Cakupan ASI Eksklusif Dinas Kesehatan Kota Metro 2005
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa cakupan pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro mendapatkan angka yang paling kecil hanya tercapai 11,2% (27 ibu) dari 60% target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan kota Metro (Indikator Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Metro Tahun 2003-2010 ) dan cakupan pemberian ASI Eksklusif yang paling besar dicapai oleh Puskesmas Yosomulyo yaitu sebesar 84,39 % (238 ibu) dari 282 sasaran yaitu di Desa Yosomulyo.
Hasil prasurvey di Wilayah Kerja Puskesmas Metro tentang pemberian ASI Eksklusif pada bulan Februari – Maret 2006 terdapat 237 ibu menyusui anak pertama, sedangkan ibu menyusui anak pertama yang sedang menyusui dan telah memberikan ASI Eksklusif sejumlah 20 orang (47,4%). Rendahnya cakupan ini disebabkan faktor ekonomi yang mengharuskan ibu-ibu menyusui anak pertama tetap bekerja, sehingga ibu tidak memiliki waktu untuk menyusui bayinya secara eksklusif. Hasil prasurvey juga menunjukan ternyata bayi yang dilahirkan dengan normal tidak semua langsung diberi ASI tetapi diberi susu formula. Untuk lebih jelas lagi dapat dilihat pada pada tabel 2 mengenai data prasurvey di Puskesmas Metro, jumlah Ibu menyusui anak pertama yang memiliki anak berusia 6 -24 bulan dan Ibu menyusui bukan anak pertama dalam pemberian ASI Eksklusif sebagai berikut :

Tabel 2. Ibu Post Partum Yang Langsung Memberikan Dan Tidak Memberikan ASI Pada Bayinya Di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Bulan Februari– Maret 2006

Ibu Memberikan ASI Jumlah %
Eksklusif Non Eksklusif
Jumlah % Jumlah %
Ibu menyusui anak pertama 20 0,08 72 0,30 92 0,39
Ibu menyusui bukan anak pertama 7 0,03 138 0,58 145 0,61
Jumlah 27 0,11 210 0,89 237 100
Sumber : Laporan Cakupan ASI Eksklusif Dinas Kesehatan Kota Metro 2005
Berdasarkan tabel di atas didapatkan jumlah ibu menyusui anak pertama dengan ASI Eksklusif berjumlah 20 orang (0,8%) dari jumlah seluruh ibu menyusui anak pertama 237 orang (100%). Berdasarkan data latar belakang inilah sebagai dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rendahnya cakupan ASI Eksklusif yang dicapai Puskesmas Metro maka dapat dirumuskan permasalahannya “Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006 ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang pengertian ASI Eksklusif.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang manfaat ASI Eksklusif.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang kerugian pemberian ASI Eksklusif.
d. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang kontra indikasi untuk memberikan ASI Eksklusif.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Study Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu menyusui anak pertama yang memiliki anak dengan usia 6 sampai 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Metro pada bulan Februari – Maret 2006.
3. Obyek Penelitian : Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006.
4. Lokasi penelitian : Di Wilayah Kerja Puskesmas Metro.
5. Waktu Penelitian : 8 Mei sampai dengan 15 Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Puskesmas Metro
Menambah wawasan serta menjadi tolak ukur para tenaga kesehatan di Puskesmas Kota Metro dalam melaksanakan program selanjutnya, terutama lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui anak pertama tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Untuk memberikan masukan bagi kegiatan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan ASI Eksklusif terutama hal-hal yang belum dimunculkan penulis.

DOWNLOAD IKUTI LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas
Baca selengkapnya - Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

KOTAK PENCARIAN:

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN:

=====
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...