Tinjauan efek samping alat kontrasepsi pada akseptor KB PIL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya cukup padat. Kepadatan ini dapat dilihat dari jumlah kelahiran sekitar 5.000.000 (lima juta) jiwa pertahun (Manuaba, 1998). Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk dapat menurunkan laju pertumbuhanpenduduk dan angka kelairan yang masih cukup tinggi. Salah satu upaya yang ditempuh yaitu dengan mencanangkan Program Keluarga Berencana. Program ini berkembang pesat sehingga mampu menurunkan laju pertumbuhan penduduk.
Secara umum tujuan KB adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia (Sarwono, 1992)
Salah satu usaha dalam program keluarga berencana adalah membatasi jumlah kelahiran dengan metode kontrasepsi. Sekarang ini tersedia metode kontrasepsi yang dapat diandalkan untukmemilih secara bebas dan relatif mudah seperti : Pil, Suntik, Inplant, IUD. Pada umumnya masyarakat lebih memilih alat kontrasepsi yang sifatnya praktis dan efektifitasnya tinggi seperti pil dan suntik (Hartanto, 2002). Kontrasepsi hormonal seperti pil sejak pertama kali digunakan pada tahun 1955, jumlah wanita yang meminum pil setiap waktu meningkat menjadi 65 juta, pil yang digunakan dewasa ini berbeda dari pil yang digunakan 20 tahun silam, pil sekarang berisi hormon estrogen dan progesteron lebih rendah dari pil yang dahulu dan jauh lebih aman (Jones, 1997). Setiap metode kontrasepsi tentu mempunyai efek samping seperti gangguan haid, perubahan berat badan, pusing/sakit kepala dan kenaikan tekanan darah, mual-mual dan muntah, keputihan (Hartanto, 2002).
Kejadian efek samping KB Pil :
a. Nasional 34,57 % dari 652.562 akseptor KB Pil ( www.Google.com,2004)
b. Propinsi 25,07 % dari 702 akseptor KB Pil ( BKKBN Kota, 2004. Rek. Kab. F/II/KB/00/BL)
c. Kodya 23,31 % dari 502 akseptor KB Pil ( BKKBN Kota, 2004. Rek. Kab. F/II/KB/00/BL)
d. Kecamatan 41,34 % dari 208 akseptor KB Pil ( BKKBN Kota, 2004. Rek. Kab. F/II/KB/00/BL)
Berdasarkan hasil pra survey di daerah Tulung Salak Kelurahan Langkapura Kemiling Bandar Lampung dengan jumlah PUS sebesar 392 dan jumlah akseptor KB secara keseluruhan 274 orang yang terdiri dari 120 akseptor KB suntik, akseptor KB Pil 100 orang, Akseptor KB IUD 20, akseptor KB Implant 25 orang, akseptor MOW 5 orang, dan akseptor MOP 4 orang.
Sedangkan kejadian efek samping KB Pil di desa Tulung Salak Langkapura adalah seperti dalam tabel berikut :
Tabel 1. Efek Samping KB Pil di Tulung Salak Kelurahan Langkapura pada Bulan Mei 2004.
No. Efek Samping Jumlah Prosentase (%)
1
2
3
4
5
6 Gangguan Haid
Sakit Kepala
Kenaikan Tensi Darah
Perubahan Berat Badan
Mual
Keputihan 5
6
4
9
10
5 5
6
4
9
10
5
Jumlah 49 100
Sumber : Puskesmas Pembantu Tulung Salak Kelurahan Langkapura 2004.
Dari uraian pada latar belakang di atas maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang “ Gambaran mengenai efek samping yang dialami oleh akseptor KB Pil di Tulung Salak Kelurahan Langkapura Kecamatan Kemiling Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang, penulis membuat rumusan masalah adalah “Bagaimanakah gambaran efek samping pada akseptor KB Pil di Tulung Salak Kelurahan Langkapura Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung?”

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi :
1. Sifat Penelitian : Penelitian Deskriptif
2. Objek Penelitian : Efek samping KB Pil
3. Subjek Penelitian : Ibu-ibu akseptor KB Pil
4. Lokasi Penelitian : Tulung Salak Kelurahan Langkapura
5. Waktu Penelitian : Juni 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang efek samping yang terjadi pada ibu-ibu yang menggunakan alat kontrasepsi pil.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami gangguan haid.
b. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami Sakit Kepala
c. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami kenaikan tekanan darah
d. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami perubahan Berat Badan.
e. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami Mual
f. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami Keputihan

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Puskesmas Kemiling
Agar dapat dimanfaatkan sebagai asuhan dalam pembinaan akseptor KB, mencegah timbulnya drop out.
2. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang efek samping KB Pil sehingga dapat sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah di dapat khususnya pada mata kuliah asuhan kebidanan KB dan Metode penelitian.
3. Instansi Pendidikan Kebidanan
Sebagai sumber bacaan dan referensi bagi perpustakaan di Institusi Pendidikan khususnya bagi para pembaca
4. Akseptor KB Pil
Dapat menambah wawasan pemahaman pada akseptor KB Pil dan mau menerima, serta mampu mengatasi bila terjadi efek samping pada dirinya.

Baca selengkapnya - Tinjauan efek samping alat kontrasepsi pada akseptor KB PIL

Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA oleh bidan di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program menjaga mutu adalah suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Syaifuddin, 2002).
Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Syaifuddin, 2002).
Syarat pelayanan kesehatan yang baik setidak-tidaknya dapat dibedakan atas 13 macam, yakni tersedia (availabel), menyeluruh (comprehensive), terpadu (integrated), berkesinambungan (continue), adil dan merata (equity), mandiri (sustainable), wajar (aapropriate), dapat diterima (acceptable), dapat dipahami (accessible), dapat dijangkau (affordable), efektif (effective), efisien (efficient), serta bermutu (quality) (Syaifuddin, 2002).
Ketiga belas syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya. Namun pada akhir ini, dengan makin majunya ilmu dan teknologi kedokteran disatu pihak serta makin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi penduduk dipihak lain, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat menghindari terjadinya pelbagai efek samping (side effect) karena penggunaan pelbagai kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat (heallth needs and demands) yang semakin meningkat (Syaifuddin, 2002).
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive heallth care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan beberapa usaha pokok (gasic health care services) yang meliputi beberapa program, salah satunya yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Muninjaya, 1999).
Peningkatan kualitas Kesehatan Ibu dan Anak sangat berkaitan dengan pelayanan kebidanan. Pada pertemuan pengelola Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah SEARO / Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO mengembangkan standar pelayanan kebidanan (DepKes RI, 2002).
Suatu standar akan efektif bila dapat diobservasi dan diukur, relistik, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Standar penting untuk pelaksanaan, pemeliharaan dan penilaian kualitas pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa standar pelayanan perlu dimiliki oleh setiap pelaksana pelayanan. Standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalani praktek sehari-hari (DepKes RI, 2002).
Untuk itu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri dan neonatal khususnya bidan, harus mampu dan terampil memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Peningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak yang diberikan oleh bidan di Puskesmas diharapkan akan dapat mengatasi kecenderungan peningkatan angka kesakitan. kepusaan pasien yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provibilitas rumah sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pasien yang akan berdampak terhadap kepuasan pasien dimana kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan.
Standar pelayanan menentukan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat dan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien. Kepuasan pasien merupakan elemen penting dalam kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Kepuasan merupakan sesuatu yang subjektif dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Interaksi faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kepuasan seseorang terhadap pelayanan yang diterimanya.
Didalam undang-undang pokok kesehatan tanggal 15-10-1960 BAB 1 Pasal 1 telah dinyatakan bahwa ”Tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikut sertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah” (Yasmin, 1994).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, para ibu dan keluarganya serta masyarakat lainnya, disamping sebagi obyek, juga harus diikutsertakan dalam usaha-usaha BKIA yang bersangkutan. Dimana hal tersebut merupakan azas integrasi dari pelayanan dalam usaha KIA, sehingga secara optimal usaha-usaha BKIA yang bersangkutan akan dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan dalam kegiatan BKIA tersebut (Yasmin, 1994).
Di dalam Pasal 9 No. 2, juga telah dinyatakan bahwa, tujuan pokok Undang-Undang yang dimaksud adalah sebagai berikut :
”Meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak sampai usia 5 tahun, menjaga dan mencegah jangan sampai ketiga subjek ini tergolong dalam ”Vulnerable Group” atau Golongan Terancam bahaya (Yasmin, 1994).
Dari hasil wawancara pada saat pra survey bulan Maret 2007 yang peneliti lakukan dengan salah satu pasien setelah mendapat pelayanan KIA di Puskesmas Punggur, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pasien tersebut merasa kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan di Puskesmas Punggur dan selain itu peneliti juga memperoleh data jumlah pasien yang mendapat pelayanan di ruang KIA Puskesmas Punggur adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Kunjungan Pasien di Ruang KIA Puskesmas Punggur
Bulan / Tahun Bayi / Balita Ibu Hamil
Januari 2007 171 70
Februari 175 51
Dari uraian di atas, untuk mengetahui bagaimanakah tingkat kepuasan berlangsung dalam melaksanakan suatu standar mutu pelayanan kesehatan pasien di ruang KIA, maka peneliti melakukan penelitian dengan mengambil judul ”Tingkat Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan KIA oleh Bidan di Puskesmas Punggur Kabupaten Lampung Tengah”. Selain itu belum pernah diadakan penelitian serupa di Puskesmas tersebut.

B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimanakah tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA yang terdiri dari pemeriksaan ibu hamil, KB, ibu nifas atau ibu menyusui, oleh Bidan di Puskesmas Punggur ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penulisan ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian agar tidak menyimpang jauh dari kontek data dan memberi kejelasan arah sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Pasien yang memanfaatkan / mendapatkan pelayanan di ruang KIA
3. Objek Penelitian : Tingkat Kepuasan Pasien
4. Lokasi Penelitian : Di ruang KIA Puskesmas Punggur Lampung Tengah
5. Waktu Penelitian : Setelah proposal disetujui

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA oleh Bidan di Puskesmas Punggur Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini untuk mengetahui :
a. Tingkat kepuasan ibu hamil terhadap pemeriksaan ibu hamil yang diberikan oleh Bidan di Puskesmas Punggur.
b. Tingkat kepuasan ibu yang mendapat pelayanan KB oleh Bidan di Puskesmas Punggur.
c. Tingkat kepuasan ibu nifas atau ibu menyusui yang memeriksakan diri, terhadap pelayanan yang diberikan oleh oleh Bidan di Puskesmas Punggur

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam penelitian serta bahan untuk penerapan ilmu yang sudah didapat selama kuliah. Khususnya mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat dan metodologi penelitian.
2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas Punggur
Sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas, khususnya pada Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
3. Manfaat Bagi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro, khususnya untuk memperluas cakrawal dibidang pelayanan Kesehatan Ibu Anak (KIA) dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya
4. Manfaat Bagi Ilmu dan Teknologi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu dan teknologi serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

Baca selengkapnya - Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA oleh bidan di puskesmas

Perilaku remaja putri dalam menangani keputihan di sekolah menengah umum negeri

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seorang wanita terdapat beberapa keluhan penyakit, salah satu keluhan yang amat mengganggu itu adalah keputihan. Wanita yang menderita keputihan acapkali mempunyai masalah dengan reaksi kejiwaannya yang bermanifestasi sebagai rasa kecemasan yang berlebihan, tumbuhnya rasa takut atau khawatir. Sehingga wanita berusaha untuk menarik diri dari pergaulan dan lebih mengkhawatirkan dirinya sendiri (Sianturi, 1996).
Keputihan merupakan hal yang fisiologis. Jika terjadi pada masa dan menjelang dan sesudah menstruasi (Manuaba, 1999). Akan tetapi, jika keputihan tidak ditangani baik, dapat mengakibatkan infeksi kelamin wanita (Manuaba, 1999). Sedangkan menurut Octaviyanti (2006) keputihan dapat timbul sebagai gejala kanker leher rahim.
Jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan sekitar 75% (Zubier, 2002), sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25%, dan untuk wanita Indonesia yang mengalami keputihan berjumlah 75% (Octaviyanti, 2006). Sedangkan untuk kenker leher rahim berjumlah penderita di negara maju seperti Amerika Serikat, mencapai sekitar 12.000 per tahun dan untuk penderita kanker leher rahim di Indonesia di perkirakan 90-100 per 100.000 penduduk (Nasdaldy, 2006). Kasus kanker leher rahim 90% di tandai dengan keputihan (Octaviyanti, 2006).
Data di atas menunjukkan kejadian keputihan pada wanita cukup tinggi, akan tetapi karena wanita sering beranggapan keputihan sebagai salah satu gejala premenstrual syndrom, sedikit sekali wanita yang berusaha untuk mengobati keputihan adalah gangguan kesehatan yang perlu segera di obati dan di cari penyebabnya (Indarti, 2004).
Peyebab keputihan bermacam-macam. Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, seperti gonococus, chlamydia, trichomatis, gardenella, treponena pallidum, adanya infeksi jamur seperti candida dan adanya infeksi parasit seperti trichomonas vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candyloma ta acuminata dan herpes. Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu lama, kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan kanker karena adanya benda-benda asing yang di masukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi (Rozanah, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 17 Maret 2007 di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 (SMUN 1) Seputih Raman dengan cara menyebarkan kuesioner pada remaja putri kelas II SMU N 1 Seputih Raman sebanyak 60 orang siswi di temukan 60 orang (100%) yang mengalami keputihan dan dari 60 orang ada 3 orang (5%) yang mengalami keputihan dengan ciri-ciri keluar cairan dengan jumlah banyak, kental, dan gatal di sekitar vagina, dan keputihan keluar bukan pada saat menjelang dan sesudah menstruasi. Selain itu belum adanya penyuluhan kesehatan reproduksi dan penelitian mengenai penatalaksanaan keputihan di SMU N 1 Sequtih Raman mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Penatalaksanaan keputihan pada remaja putri di SMU N 1 Seputih Raman”

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Remaja Putri kelas II di SMU N 1 Seputih Raman Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
3. Objek penelitian : Prilaku remaja putri kelas II dalam menangani keputihan.
4. Tempat penelitian : SMU N 1 Seputih Raman
5. Waktu penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum penelitian ini adalah :
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perilaku remaja putri kelas II SMUN 1 Seputih Raman Lampung Tengah tahun 2007.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah :
a. Mengetahui penanganan keputihan pada penggunaan pakaian dalam.
b. Mengetahui penanganan keputihan pada kebersihan vagina
c. Mengetahui penanganan keputihan pada pemakaian antiseptik vagina.
d. Mengetahui penanganan keputihan pada penggunaan toilet umum
e. Mengetahui penanganan keputihan pada pola nutrisi.

E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Penelit Selanjutnya
Untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang belum ada pada penelitian ini SMU N 1 Seputih Raman
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan bagi pcngelola pendidikan dan dapat menjadi bahan masukan dalam memberikan bimbingan konseling pada remaja putri .
2. Siswa kelas II SMUN 1 Seputih Raman
Di harapkan dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan keputihan dan bagaimana penatalaksanaan keputihan tersebut.
3. Prodi Kebdinan Metro
Di harapkan dapat menambah hahan bacaan perpustakaan dan untuk memperluas wawasan Mahasiswa Prodi Kebidanan Metro.

Baca selengkapnya - Perilaku remaja putri dalam menangani keputihan di sekolah menengah umum negeri

Perilaku remaja putri dalam menangani keputihan di sekolah menengah umum negeri

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seorang wanita terdapat beberapa keluhan penyakit, salah satu keluhan yang amat mengganggu itu adalah keputihan. Wanita yang menderita keputihan acapkali mempunyai masalah dengan reaksi kejiwaannya yang bermanifestasi sebagai rasa kecemasan yang berlebihan, tumbuhnya rasa takut atau khawatir. Sehingga wanita berusaha untuk menarik diri dari pergaulan dan lebih mengkhawatirkan dirinya sendiri (Sianturi, 1996).
Keputihan merupakan hal yang fisiologis. Jika terjadi pada masa dan menjelang dan sesudah menstruasi (Manuaba, 1999). Akan tetapi, jika keputihan tidak ditangani baik, dapat mengakibatkan infeksi kelamin wanita (Manuaba, 1999). Sedangkan menurut Octaviyanti (2006) keputihan dapat timbul sebagai gejala kanker leher rahim.
Jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan sekitar 75% (Zubier, 2002), sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25%, dan untuk wanita Indonesia yang mengalami keputihan berjumlah 75% (Octaviyanti, 2006). Sedangkan untuk kenker leher rahim berjumlah penderita di negara maju seperti Amerika Serikat, mencapai sekitar 12.000 per tahun dan untuk penderita kanker leher rahim di Indonesia di perkirakan 90-100 per 100.000 penduduk (Nasdaldy, 2006). Kasus kanker leher rahim 90% di tandai dengan keputihan (Octaviyanti, 2006).
Data di atas menunjukkan kejadian keputihan pada wanita cukup tinggi, akan tetapi karena wanita sering beranggapan keputihan sebagai salah satu gejala premenstrual syndrom, sedikit sekali wanita yang berusaha untuk mengobati keputihan adalah gangguan kesehatan yang perlu segera di obati dan di cari penyebabnya (Indarti, 2004).
Peyebab keputihan bermacam-macam. Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, seperti gonococus, chlamydia, trichomatis, gardenella, treponena pallidum, adanya infeksi jamur seperti candida dan adanya infeksi parasit seperti trichomonas vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candyloma ta acuminata dan herpes. Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu lama, kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan kanker karena adanya benda-benda asing yang di masukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi (Rozanah, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 17 Maret 2007 di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 (SMUN 1) Seputih Raman dengan cara menyebarkan kuesioner pada remaja putri kelas II SMU N 1 Seputih Raman sebanyak 60 orang siswi di temukan 60 orang (100%) yang mengalami keputihan dan dari 60 orang ada 3 orang (5%) yang mengalami keputihan dengan ciri-ciri keluar cairan dengan jumlah banyak, kental, dan gatal di sekitar vagina, dan keputihan keluar bukan pada saat menjelang dan sesudah menstruasi. Selain itu belum adanya penyuluhan kesehatan reproduksi dan penelitian mengenai penatalaksanaan keputihan di SMU N 1 Sequtih Raman mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Penatalaksanaan keputihan pada remaja putri di SMU N 1 Seputih Raman”

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Remaja Putri kelas II di SMU N 1 Seputih Raman Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
3. Objek penelitian : Prilaku remaja putri kelas II dalam menangani keputihan.
4. Tempat penelitian : SMU N 1 Seputih Raman
5. Waktu penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum penelitian ini adalah :
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perilaku remaja putri kelas II SMUN 1 Seputih Raman Lampung Tengah tahun 2007.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah :
a. Mengetahui penanganan keputihan pada penggunaan pakaian dalam.
b. Mengetahui penanganan keputihan pada kebersihan vagina
c. Mengetahui penanganan keputihan pada pemakaian antiseptik vagina.
d. Mengetahui penanganan keputihan pada penggunaan toilet umum
e. Mengetahui penanganan keputihan pada pola nutrisi.

E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Penelit Selanjutnya
Untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang belum ada pada penelitian ini SMU N 1 Seputih Raman
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan bagi pcngelola pendidikan dan dapat menjadi bahan masukan dalam memberikan bimbingan konseling pada remaja putri .
2. Siswa kelas II SMUN 1 Seputih Raman
Di harapkan dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan keputihan dan bagaimana penatalaksanaan keputihan tersebut.
3. Prodi Kebdinan Metro
Di harapkan dapat menambah hahan bacaan perpustakaan dan untuk memperluas wawasan Mahasiswa Prodi Kebidanan Metro.

Baca selengkapnya - Perilaku remaja putri dalam menangani keputihan di sekolah menengah umum negeri

Tinjauan penatalaksanaan perawatan tali pusat pada neonatus di rumah sakit umum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kematian bayi merupakan tolak ukur kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara. Saat ini angka kematian bayi (AKB) 21/1000 kelahiran hidup. (Saifudin, 2002). Kematian bayi itu sebagian besar disebabkan oleh Aspiksia Neonatorum (50 – 60%), Berat Badan Lahir Rendah (25 – 30%), infeksi (23 – 30%) dan trauma persalinan (5 – 10%) (Manuaba, 1998). Di Indonesia khusus di RS Ciptomangun Kesumo, infeksi masih merupakan 10% s/d 15% dari penyebab kematian bayi.
Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril pada tali pusat atau sebagai akibat infeksi silang. (Hasan Alatas, 1997)
Infeksi dapat terjadi kapan saja bila kuman masuk pada tubuh bayi dan bila sesuatu yang kotor (tangan, peralatan kain, obat dan ramuan) menyentuh pada daerah yang terluka pada tubuh, salah satu contoh lubang yang terbuka pada Neonatus yaitu bekas luka pemotongan tali pusat, jika luka itu tidak dirawat dengan baik kemungkinan untuk menjadi infeksi lebih tinggi, karena itu perawatan tali pusat harus memperhatikan konsep 3 bersih yaitu bersih alat, tangan, tempat dalam melakukan perawatan tali pusat pada neonatus petugas harus memperhatikan standar operasional prosedur. Dimana petugas harus mencuci tangan terlebih dahulu dan mensterilkan alatnya dan harus menjaga kebersihan tempatnya.
Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan di ruang kebidanan A.Yani Metro ditemukan sebagian petugas belum melaksanakan konsep tiga bersih dimana petugas yang melakukan perawatan tali pusat tidak mencuci tangan terlebih dahulu, petugas tidak memakai sarung tangan (Hand Scoend) karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan perawatan tali pusat pada Neonatus di RSU A. Yani Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah penatalaksanaan perawatan tali pusat pada Neonatus di RSU. A. Yani Metro ?.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup penelitiannya sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Penatalaksanaan Perawatan tali pusat pada Neonatus
3. Subjek Penelitian : Petugas kesehatan yang melakukan perawatan tali pusat pada Neonatus
4. Tempat Penelitian : Rumah Sakit Umum A. Yani Metro
5. Waktu Penelitian : 14 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan perawatan tali pusat di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro Tahun 2004.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran tentang persiapan alat – alat yang digunakan dalam pelaksanaan penatalaksanaan perawatan tali pusat pada Neonatus di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro Tahun 2004
b. Diperoleh gambaran tentang cara kerja dalam melakukan penatalaksanaan perawatan tali pusat pada Neonatus di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro Tahun 2004

E. Manfaat Penelitian
1. Institusi Tempat Penelitian atau Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada bayi yang baru lahir.
2. Bidan
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap Neonatus terutama masalah perawatan tali pusat.
3. Institusi Pendidikan Akademi Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam memberikan pengajaran yang berkaitan dengan perawatan tali pusat pada Neonatus.
4. Peneliti Sendiri
Menambah wawasan ilmu pengetahuan penelitian dalam melakukan perawatan tali pusat.

Baca selengkapnya - Tinjauan penatalaksanaan perawatan tali pusat pada neonatus di rumah sakit umum

Tinjauan penyebab dilakukannya curettage di rumah sakit umum

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik, sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik. Dikawasan Association of South East Asian Nations (ASEAN), Indonesia mempunyai AKI yang paling tinggi sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Indonesia bervariasi dari yang rendah 130 per 100.000 kelahiran hidup di Yogyakarta, 490 per 100.00 kelahiran hidup di Jawa Barat sampai paling tinggi 1.340 per 100.000 kelahiran hidup di Nusa Tenggara Barat, variasi ini disebabkan perbedaan norma, nilai, lingkungan,dan kepercayaan masyarakat disamping intrastruktur yang ada (Sarwono , 2001).

Penyebab utama kematian ibu yaitu abortus (terkomplikasi), eklampsia, partus macet, perdarahan post partum, sepsis puerperalis (Departemen Kesehatan, 1999). Sedangkan penyebab kematian ibu di Indonesia, seperti halnya negara lain yaitu perdarahan 30 – 35%, infeksi 20 – 25%. eklampsia 15 – 17%, dan lain – lain 5% (Manuaba , 1998). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Tingkat I Lampung (2001), AKI di Lampung sebesar 1.056 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Propinsi Lampung yaitu perdarahan 43,24%, eklampsia 27,03%, infeksi 3,60%, partus lama 7,21%, aborsi 2,70% lain – lain 16,22% (Dinas Kesehatan Tingkat I , 2002).

Dari hasil data pre survei bulan Januari sampai Desember 2002 di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro terdapat 100 tindakan curettage dimana abortus incomplit yang terbesar sekitar 67% atau 67 orang dari seluruh pasien yang dilakukan curettage Data pasien yang melakukan curettage dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Data Tindakan Curettage di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro Periode Januari – Desember 2002

No

Penyebab Curettage

Jumlah

Persentase

1

Abortus inkomplit

67

67%

2

Plasenta Rest

8

8%

3

Mola hydatidosa

4

4%

4

Retensio placenta

8

8%

5

DUB

2

2%

6

Blightea ovum

3

3%

7

PPH

6

6%

8

Missed abortion

1

1%

9

Abortus Infeksiosa

1

1%





Jumlah

100

100%

Sumber : Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro

Dari masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaitu “Penyebab Dilakukannya curettage Di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro”.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian masalah pada latar belakang , maka penulis merumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah penyebab dilakukannya curettage di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro?”

C. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini penulis membatasai ruang lingkup penelitian sebagai berikut :

1. Sistem Penelitian : Deskriptif.

2. Subjek Penelitian : Pasien yang dilakukan curettage di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

3. Objek Penelitian : Curettage di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

4. Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

5. Waktu Penelitian : Tanggal 5 Januari 2004.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya data penyebab dilakukannya curettage dan meramalkan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

2. Tujuan Khusus

Dengan memperhatikan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena abortus inkomplit dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

b. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena placenta rest dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro .

c. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena retensio placenta dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

d. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena blightea ovum dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

e. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena mola hydatidosa dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

f. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena DUB da angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

g. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena PPH dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

h. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena missed abortion dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

i. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena abortus infeksiosa dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada :

1. Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

Diharapkan pasien dapat mengetahui dengan baik sebab – sebab dilakukannya curettage.

2. Instansi Pendidikan Program Pendidikan Kebidanan Metro

Sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lain atau yang serupa berkaitan dengan curettage agar dapat disempurnakan lagi.

3. Penulis

Dalam penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dengan jelas penyebab dilakukannya curettage sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang ilmu kebidanan serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama ini.



Baca selengkapnya - Tinjauan penyebab dilakukannya curettage di rumah sakit umum

Tinjauan penatalaksanaan kejang demam di ruang anak Rumah Sakit Umum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di negeri yang sedang berkembang, termasuk Indonesia terdapat dua faktor yaitu gizi dan infeksi yang mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap pertumbuhan anak (Hasan, 1985). Saat ini 70% kematian balita disebabkan karena pneumonia, campak, diare, malaria, dan malnutrisi. Ini berarti bahwa penyakit infeksi masih menjadi penyebab kematian balita. Terjadinya proses infeksi dalam tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut dengan demam, demam merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang demam (Selamihardja, 2001).
Kejang demam anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian (0,64-0,74%), kerusakan saraf otak sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental. Hasil pengamatan Livingston diantara 201 pasien kejang demam sederhana 6 (3%) menderita epilepsi, sedangkan diantara 297 pasien dengan epilepsi yang diprovokasi oleh demam 276 (93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2% pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang atipikal. Di Indonesia , Lumban Tobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi (Soetomenggolo, 1999). Penanganan kejang demam harus tepat, sekitar 16% anak akan mengalami kekambuhan (rekurensi) dalam 24 jam pertama walaupun adakalanya belum bisa dipastikan, bila anak mengalami demam yang terpenting adalah usaha menurunkan suhu badannya. Pemberian obat pencegah kejang tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan efek samping. Sementara itu anak terus dimonitor suhu badannya, karena dalam 16 jam pertama kemungkinan serangan ulang masih besar (Selamihardja, 2001).
Pengobatan segera atau terapi sangat penting, jika tidak dilakukan kambuhnya kejang semakin tinggi, sekitar sepertiga pasien kejang demam akan mengalami kekambuhan sebesar 44% pada pasien yang tidak diobati dan pada pasien yang mendapat terapi Fenobarbital maupun terapi Diazepam per rektal kekambuhan sebesar 21% (Anugrah, 2003). Ada 3 hal yang perlu dikerjakan dalam penatalaksanaan kejang demam, yaitu : pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, serta pengobatan profilaksis untuk mencegah berulangnya demam (Soetomenggolo, 1999).
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Biasanya antara usia 3 bulan sampai 5 tahun. Sekitar 2-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum usia 5 tahun (Soetomenggolo, 1999). Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti (Selamihardja, 2001). Di Indonesia pada tahun 1967 kejang demam termasuk sebagai lima penyakit anak terpenting di RS Cipto Mangunkusumo sebesar 7,4%, meningkat pada tahun 1971 dengan kejadian kejang sebesar 22,2% (Hasan, 1985).
Berdasarkan hasil prasurvey di Ruang Anak RSU Ahmad Yani pada bulan April 2004 terdapat 15 kasus kejang demam, 80% (11 Kasus) disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, 2 pasien kejang demam meninggal dengan observasi meningitis dan enchepalitis dan 1 pasien dirujuk (RSU A. Yani, 2004). Di Ruang Anak RSU Ahmad Yani dalam penatalaksanaan kejang demam terdapat prosedur tetap yang menjadi pedoman bagi petugas kesehatan, akan tetapi masih ada petugas kesehatan yang dalam melakukan penatalaksanaan kejang demam tidak melakukan tindakan menurunkan suhu, tindakan menjamin oksigenasi dan pemeriksaan cairan serebrospinal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penatalaksanaan yang dilakukan petugas kesehatan pada anak yang menderita kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Sifat Penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek Penelitian : Petugas kesehatan di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro yang melakukan penatalaksanaan pada penderita kejang demam.
3. Objek Penelitian : Penatalaksanaan kejang demam pada anak di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
4. Lokasi Penelitian : Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
5. Waktu Penelitian : Tanggal 12 Mei – 31 Mei 2004
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penatalaksanaan kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya tentang bagaimana penatalaksanaan pengobatan fase akut yang dilakukan petugas kesehatan pada anak yang menderita kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
b. Diketahuinya tentang bagaimana penatalaksanaan dengan mencari dan mengobati penyebab yang dilakukan petugas kesehatan pada anak yang menderita kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
c. Diketahuinya tentang bagaimana penatalaksanaan pengobatan profilaksis yang dilakukan petugas kesehatan pada anak yang menderita kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya penatalaksanaan kejang demam pada anak diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. RSU Ahmad Yani Metro
Sebagai bahan masukan mengenai penatalaksanaan kejang demam pada anak, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan.
2. Institusi Pendidikan
a. Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah diberikan.
b. Sebagai sumber bahan bacaan bagi perpustakaan di institusi pendidikan.
c. Sebagai bahan tambahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan kejang demam.

Baca selengkapnya - Tinjauan penatalaksanaan kejang demam di ruang anak Rumah Sakit Umum

Tinjauan penatalaksanaan penyakit infeksi saluran pernafasan akut non pnemonia pada balita usia 2 bulan 5 tahun di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan bayi Indonesia sehat 2010 dituntut pelayanan kesehatan yang berkualitas guna memperoleh Sumber Daya manusia generasi penerus bangsa yang tangguh yang siap dan mampu mengatasi perubahan yang semakin cepat, tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa pelayanan dituntut pula memberikan pelayanan kesehatan yang profesional sesuai standar.
Pada GBHN yang ditetapkan oleh sidang umum MPR 1993 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia serta, perbaikan kesehatan masyarakat terus ditingkatkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (Program P2ISPA) adalah bagian pembangunan keseluruhan dan merupakan upaya untuk mendukung peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia serta merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, dengan menitik beratkan program penanggulangan pnemonia pada balita (Ditjen PPM dan PLP Dep.Kes. RI, 2000).
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak yaitu batuk, pilek. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali pertahun. Ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan pilek sebanyak 3 sampai 6 kali pertahun. Sebagian kelompok ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien disarana kesehatan sebanyak 40%-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap dirumah sakit disebabkan oleh ISPA. (Ditjen PPM dan PLP Dep.Kes. RI, 2000)
Berdasarkan estimasi Susenas angka kematian balita (AKABA) di Indonesia pada tahun 1995 sebesar 73 per 1.000 kelahiran hidup turun menjadi 64 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1998. Ternyata pada tahun 2001 AKABA tersebut tidak mengalami perubahan yaitu tetap 64 per 1.000 kelahiran hidup. Hal ini diperkirakan karena menurunnya akses tahun pelayanan kesehatan. Salah satunya sebagai akibat dari krisis ekonomi. Menurut hasil SKRT 1995 dan Surkernas 2001 tidak terlalu banyak mengalami perubahan. Penyakit ISPA masih merupakan penyebab kematian terbanyak pada tahun 2001 kematian Balita yang tertinggi adalah kematian akibat infeksi sistem pernapasan. (Profil Kes. Indonesia, 2003)
Hasil SDKI 2002-2003 angka kematian balita 64 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini belum mencapai target 58 per 1.000 kelahiran Hidup (Profil Kes Propinsi Lampung, 2005). Di Kabupaten Lampung Timur target penurunan angka kematian bayi tahun 2005 sebesar 3,7 per 1.000 kelahiran hidup artinya AKB belum dapat diturunkan sesuai dengan target yang diharapkan. Kematian balita di Kabupaten Lampung Timur adalah 9 kasus (0,22 per 1.000 kelahiran hidup). Bila dilihat dari faktor penyebab kematian tersebut pnemonia sebanyak 1,7% menjadi urutan ke-3. (Profil Kes. Lampung Timur, 2005)
Menurut hasil laporan bulanan pendeirta ISPA di Kabupaten Lampung Timur bulan Januari-Desember 2006 di Puskesmas Sukadana terdapat 7,333 populasi balita daerah Program Pelaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2ISPA) dan penemuan penderita non pnemonia pada anak usia 0-5 tahun terdapat 733 anak. Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian tentang: “Tinjauan Penatalaksanaan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Non Pnemonia pada Balita di Puskesmas Sukadana Lampung Timur Tahun 2007”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah penatalaksanaan ISPA non pnemonia pada balita usia 2 bulan – 5 tahun di Puskesmas Sukadana Lampung Timur tahun 2007.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Balita yang berumur 2 bulan – 5 tahun yang menderita sakit ISPA yang berobat ke Puskesmas Sukadana Lampung Timur tahun 2007.
3. Objek penelitian : Tenaga kesehatan di Puskesmas Sukadana yang melakukan penatalaksanaan penyakit ISPA non pnemonia pada balita usia 2 bulan – 5 tahun.
4. Lokasi penelitian : Puskesmas Sukadana Lampung Timur
5. Waktu penelitian : Juni-Juli 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit ISPA non pnemoni pada balita usia 2 bulan – 5 tahun yang menderita sakit ISPA yang berobat ke Puskesmas Sukadana Lampung Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pemeriksaan tanda dan gejala yang dilakukan petugas kesehatan pada usia 2 bulan - 5 tahun yang menderita penyakit ISPA non pnemonia di Puskesmas Sukadana Lampung Timur.
b. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pemeriksaan pengklasifikasian penyakit yang dilakukan petugas kesehatan pada usia 2 bulan - 5 tahun yang menderita penyakit ISPA non pnemonia di Puskesmas Sukadana Lampung Timur
c. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pemeriksaan tindakan pengobatan yang dilakukan petugas kesehatan pada usia 2 bulan - 5 tahun yang menderita penyakit ISPA non pnemonia di Puskesmas Sukadana Lampung Timur
d. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pemeriksaan konseling pada ibu yang dilakukan petugas kesehatan pada usia 2 bulan - 5 tahun yang menderita penyakit ISPA non pnemonia di Puskesmas Sukadana Lampung Timur

E. Manfaat Penelitian
1. Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi petugas Puskesmas dalam penatalaksanaan penyakit ISPA pada balita usia 2 bulan – 5 tahun, dalam meningkatkan mutu kualitas pelayanan di Puskesmas sehingga terjadi penurunan angka kematian balita
2. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan perpustakaan di pendidikan untuk penelitian selanjutnya sebagai bahan referensi peneliti selanjutnya.
3. Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama studi serta menambah pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai ISPA pada balita usia 2 bulan – 5 tahun.

Baca selengkapnya - Tinjauan penatalaksanaan penyakit infeksi saluran pernafasan akut non pnemonia pada balita usia 2 bulan 5 tahun di puskesmas

Tinjauan penatalaksanaan gizi buruk pada balita oleh tenaga kesehatan di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Status gizi balita perlu mendapat perhatian yang serius, mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, perhatian yang serius itu berupa pemberian gizi yang baik. Pada lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kehidupan sekaligus meningkatkan kualitas agar mencapai pertumbuhan optimal baik secara fisik, sosial maupun inteligensi. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler, yang berarti bertambahnya ukuran tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat (Depkes RI, 2005).
Status gizi yang buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berfikir yang pada akhirnya akan menurunkan produktuvitas kerja.Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Kondisi seperti ini lambat laun akan menyebabkan angka kematian bayi dan balita cukup tinggi (www.google.com,2003 ).
Angka kematian bayi dan anak (balita) di negara-negara berkembang khususnya Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol diantaranya adalah karena keadaan gizi yang kurang baik atau bahkan buruk. Kondisi gizi anak-anak Indonesia rata-rata lebih buruk dibanding gizi anak-anak dunia dan bahkan juga dari anak-anak Afrika. Sebelum krisis menerpa 8,5 juta anak (37% dari 23 juta anak) Indonesia diketahui kurang berat badannya dan menderita kekurangan mikronutrien seperti zat besi (Fe), seng (Zn) dan Vitamin A. Jumlah kematian anak pertahun akibat kekurangan gizi itu mencapai 147 ribu jiwa dan separuh lebih di antaranya adalah balita. Balita hidup mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10% (www.Google.com, 2003 ).
Selama krisis bertambah lagi jumlah anak yang mengalami Kurang Energi dan protein (KEP) tingkat berat atau menderita marasmus kwasiorkhor dan pada saat yang sama jumlah orang miskin membengkak dari 17 juta menjadi 80 juta jiwa (www.google.com, 2000).
Tahun 2000 diperkirakan ada 25% anak Indonesia yang mengalami gizi kurang, 7 % gizi buruk. Keadaan gizi masyarakat Lampung Timur pada tahun 2005 masih perlu mendapatkan perhatian serius, dari hasil pemantauan status gizi antara lain ditemukan kasus gizi buruk sejumlah 0,16 % ( 2005 ) dari jumlah balita sebanyak 1456 jiwa (DINKES Lampung Timur, 2005 ).
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Sukaraja Nuban, pada tahun 2005 ditemukan 16 kasus masalah gizi di wilayah kerja puskesmas. Balita yang menderita gizi kurang berjumlah 13 orang, sedangkan 3 orang merupakan balita dengan status gizi buruk. Jumlah balita dengan status gizi buruk ini sebenarnya melampaui target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Lampung Timur yaitu 2 orang balita yang ditargetkan menderita gizi buruk. Disamping itu, alasan lain yang menyebabkan peneliti mengambil lokasi penelitian di Puskesmas Sukaraja Nuban adalah tidak ada data yang lengkap mengenai balita dengan masalah gizi buruk di Puskesmas lain. Meskipun upaya penanggulangan gizi buruk telah dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan petugas kesehatan terutama bidan, masalah gizi buruk masih belum bisa dituntaskan. Atas dasar itulah penulis ingin meninjau penatalaksanaan gizi buruk oleh tenaga Kesehatan di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Penatalaksanaan Gizi Buruk oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi ruang lingkup yang diteliti, yaitu :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Tenaga Kesehatan yang bertugas di Puskesmas Sukaraja Nuban.
3. Objek penelitian : Penatalaksanaan gizi buruk di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur.
4. Waktu Penelitian : 13 Maret – 21 Juni 2006
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun uraian dari kedua tujuan ini adalah :
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meninjau penatalaksanaan gizi buruk oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penatalaksanaan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur, meliputi :
1) Penanganan awal pada fase stabilisasi di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur tahun 2006.
2) Penanganan lanjutan pada fase stabilisasi di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur tahun 2006.
3) Penanganan lanjutan pada fase transisi di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur tahun 2006.
4) Penanganan lanjutan pada fase rehabilitasi di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur tahun 2006.
5) Penanganan pada fase tindak lanjut di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur tahun 2006.
b. Kendala yang dihadapi oleh tenaga kesehatan selama menangani kasus gizi buruk.
c. Hasil yang telah dicapai dalam penanganan gizi buruk di Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Lampung Timur
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan masukan dalam pengembangan kebijakan di bidang kesehatan, terutama kesehatan balita.
2. Bagi Puskesmas Sukaraja Nuban
Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam upaya perbaikan gizi balita.
3. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya sebagai dokumen di Perpustakaan Program Studi Kebidanan Metro.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penulis berharap penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Baca selengkapnya - Tinjauan penatalaksanaan gizi buruk pada balita oleh tenaga kesehatan di puskesmas

KOTAK PENCARIAN:

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN:

=====
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...