Diagnosa Keperawatan Aktual

Konsep Dasar Diagnosa Keperawatan Aktual

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai suatu aspek yang terpenting dalam proses keperawatan, perumusan diagnosa keperawatan ini sangatlah vital untuk dilakukan. Pernahkan kita mendengar beberapa diagnosa keperawatan pada pasien….?.
Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA).
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Proses keperawatan telah diidentikan sebagai metoda ilmiah keperawatan untuk para penerima tindakan keperawatan. Kebanyakan kurikulum sekolah-sekolah keperawatan sekarang memasukkan proses keperawatan sebagai sautu komponen dari konsep kerja konseptual mereka. National Council of State Broads of Nursing menggunakan proses keperawatan sebagai dasar untuk Registered Nurse State Board Test Pool Examination (NCSBN). Pertanyaan –pertanyaan yang berhubungan dengan tindakan keperawatan dalam menangani keadaan pasien yang bervariasi disajikan sesuai dengan lima langkah dari proses keperawatan :
1. Pengkajian. Menetapkan data dasar seorang Pasien
2. Analisa. Identifikasi kebutuhan perawatan pasien dan seleksi tujuan perawatan
3. Perencanaan. Merencanakan suatu strategi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan untuk perawatan pasien.
4. Implementasi. Memulai dan melengkapi tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan
5. Evaluasi. Menentukan seberapa jauh tujuan-tujuan keperawatan yang telah dicapai.
Dengan mengikuti kelima langkah ini, perawat akan memiliki suatu kerangka kerja yang sistematis untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan yang terpenting adalah dalam hal memberikan dosis-dosis terhadap pasien ( diagnosa ).
Begitu banyaknya diagnosa keperawatan yang muncul dan ketika didiskusikan ternyata para perawat tersebut saling menyalahkan terhadap diagnosa keperawatan yang tidak sesuai dengan apa yang mereka anut. Padahal jika kita merujuk kepada aspek profesionalisme, pastilah adanya suatu patokan terhadap diagnosa keperawatan yang muncul tersebut. Jika kita lihat kepada sumber maka diagnosa keperawatan yang benar untuk masalah di atas adalah “bersihan jalan nafas takefektif”. Ternyata ada jawaban yang telah mendekati benar hanya saja jawaban tersebut tidak/kurang lengkap terhadap diagnosa keperawatan yang dianut oleh NANDA.
Sehingga dalam makalah ini penulis mengambil tema yang berhubungan dengan latar belakang masalah diatas yaitu “ Diagnosa Keperawatan”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka penyusun merumuskan masalah untuk dikaji. Masalah pokok dalam pembahasan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Apa pengertian dari Diagnosa Keperawatan ?
b. Apa saja Kategori-kategori Diagnosa Keperawatan ?
c. Bagaimana komponen – komponen diagnosa keperawatan ?
d. Bagaimana faktor-faktor atau gejala pemeliharaan dan penentuan sifat/ karakteristik Diagnosa Keperawatan?

C. Tujuan Pembuatan Makalah
Dalam penyusunan Makalah ini dengan tujuan sebagai berikut :
1. Bisa mengartikan atau menjelaskan tentang Diagnosa Keperawatan.
2. Bisa menyebutkan Kategori-kategori Diagnosa Keperawatan
3. Untuk mengetahui komponen – komponen diagnosa keperawatan
4. Untuk mengetahui faktor-faktor atau gejala pemeliharaan dan Penentuan sifat/karakteristik Diagnosa Keperawatan

D. Metode Penulisan
Metode yang dipakai oleh penulis adalah metode kepustakaan yaitu dengan cara membaca buku-buku yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu bagian integral dari proses keperawatan. Hal ini merupakan suatu komponen dari langkah-langkah analisa, dimana perawat mengidentifikasi “ respon-respon individu terhadap masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial.” Pada beberapa negara ( mis., Kansas, New york ) mendiagnosa diidentifikasikan dalam tindakan Praktik Keperawatan sebagai suatu tanggung jawab legal dari seorang perawat profesional.” Diagnosa keperawatan memberikan dasar petunjuk untuk memberikan terapi yang pasti dimana perawat bertanggung jawab di dalamnya” ( Kim et al, 1984).
Diagnosa keperawatan, sebagai suatu bagian dari proses keperawatan juga direfleksikan dalam standar praktik ANA. Standar-standar ini memberikan satu dasar luas mengevaluasi praktik dan merefleksikan pengakuan hak-hak manusia yang menerima asuhan keperawatan ( ANA, 1980).
Diagnosa keperawatan tidak dapat lebih lama diakui sebagai bagian dari masa depan keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah saat ini. Hal ini memberikan suatu tantangan bagi para pendidik dan administrator keperawatan untuk mendukung tidak hanya peserta didik keperawatan saat ini tapi juga perawat-perawat terdaftar saat ini merupakan staf dalam badan-badan keperawatan yang tidak pernah diperkenalkan kepada diagnosa keperawatan dalam program-program pendidikan dasar mereka.
Diagnosa keperawatan, konsep diagnosa dirancang untuk pola penghargaan. Diagnosa keperawatan untuk situasi perawatan kesehatan pasien/ keluarga meliputi nama diagnosa dan faktor-faktor berhubungan yang mempengaruhi awal gejala/ pemeliharaan dari suatu diagnosa aktual atau nama diagnosa dan faktor-faktor resiko tinggi. Diagnosa keperawatan, kemudian menjadi titik fokal untuk pengembangan tujuan, hasil yang diharapkan, intervensi dan evaluasi.
B. Kategori Diagnosis Keperawatan
1. Diagnosis Keperawatan Aktual
Diagnosis keperawatan aktual (NANDA) adalah diagnosis yang menyajikan keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan karakteristik mayor yang diidentifikasi. Diagnosis keperawatan mempunyai empat komponen : label, definisi, batasan karakteristik, dan faktor yang berhubungan.
Label merupakan deskripsi tentang definisi diagnosis dan batasan karakteristik. Definisi menekankan pada kejelasan, arti yang tepat untuk diagnosa. Batasan karakteristik adalah karakteristik yang mengacu pada petunjuk klinis, tanda subjektif dan objektif. Batasan ini juga mengacu pada gejala yang ada dalam kelompok dan mengacu pada diagnosis keperawatan, yang teridiri dari batasan mayor dan minor. Faktor yang berhubungan merupakan etiologi atau faktor penunjang. Faktor ini dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan. Faktor yang berhubungan terdiri dari empat komponen : patofisiologi, tindakan yang berhubungan, situasional, dan maturasional.
Contoh diagnosis keperawatan aktual : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan transport oksigen, sekunder terhadap tirah baring lama, ditandai dengan nafas pendek, frekuensi nafas 30 x/mnt, nadi 62/mnt-lemah, pucat, sianosis.
2. Diagnosis Keperawatan Resiko
Diagnosis keperawatan resiko adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga atau komunitas yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir sama.
Validasi untuk menunjang diagnosis resiko adalah faktor resiko yang memperlihatkan keadaan dimana kerentanan meningkat terhadap klien atau kelompok dan tidak menggunakan batasan karakteristik. Penulisan rumusan diagnosis ini adalag : PE (problem & etiologi).
Contoh : Resiko penularan TB paru berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko penularan TB Paru, ditandai dengan keluarga klien sering menanyakan penyakit klien itu apa dan tidak ada upaya dari keluarga untuk menghindari resiko penularan (membiarkan klien batuk dihadapannya tanpa menutup mulut dan hidung).
3. Diagnosis Keperawatan Kemungkinan
Merupakan pernyataan tentang masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama adanya faktor resiko.
Contoh : Kemungkinan gangguan konsep diri : gambaran diri berhubungan dengan tindakan mastektomi.
4. Diagnosis Keperawatan Sejahtera
Diagnosis keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis mengenai individu, kelompok, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik. Cara pembuatan diagnsosis ini adalah dengan menggabungkan pernyataan fungsi positif dalam masing-masing pola kesehatan fungsional sebagai alat pengkajian yang disahkan. Dalam menentukan diagnosis keperawatan sejahtera, menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi yang positif.
Sebagai contoh, pasangan muda yang kemudian menjadi orangtua telah melaporkan fungsi positif dalam peran pola hubungan. Perawat dapat memakai informasi dan lahirnya bayi baru sebagai tambahan dalam unit keluarga, untuk membantu keluarga mempertahankan pola hubungan yang efektif.
Contoh : perilaku mencari bantuan kesehatan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang peran sebagai orangtua baru.
5. Diagnosis Keperawatan Sindrom
Diagnosis keperawatan sindrom merupakan diagnosis keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosis keperawatan aktual atau resiko, yang diduga akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Contoh : sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. Komponen diagnosis keperawatan
Ada tiga komponen yang esensial dalam suatu diagnosa keperawatan yang telah dirujuk sebagai bentuk PES ( Gordon, 1987 ). “ P “ diidendtifikasi sebagai masalah/ problem kesehatan, “E” menunjukan etiologi/ penyebab dari problem, dan “S” menggambarkan sekelompok tanda dan gejala, atau apa yang dikenal sebagai “ batasan karakteristik” ketiga bagian ini dipadukan dalam suatu pernyataan dengan menggunakan “ yang berhubungan dengan.” Kemudian diagnosa-diagnosa tersebut dituliskan dengan cara berikut : Problem “ yang berhubungan dengan “ etiologi” dibuktikan oleh “ tanda-tanda dan gejala-gejala ( batasan karakteristik ).
Problem dapat diidentifikasikan sebagai respons manusia terhadap masalah-masalah kesehatan yang aktual atau potensial sesuai dengan data-data yang didapat dari pengkajian yang dilakukan oleh perawat. Etiologi ditunjukan melalui pengalaman-pengalaman individu yang telah lalu, pengaruh genetika, faktor-faktor lingkungan yang ada saat ini, atau perubahan-perubahan patofisiologis. Tanda dan gejala menggambarkan apa yang pasien katakan dan apa yang diobservasi oleh perawat yang mengidentifikasikan adanya masalah tertentu.
Informasi yang ditampilkan pada setiap diagnosa keperawatan mencakup hal-hal berikut :
1. Defenisi. Merujuk kepada defenisi NANDA yang digunakan pada diagnosa –diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan tersebut.
2. Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”). Bagian ini menyatakan penyebab-penyebab yang mungkin untuk masalah yang telah diidentifikasi. Yang tidak dinyakatakan oleh NANDA diberi tanda kurung [ ]. Faktor yang berhubungan/ Risiko diberikan untuk diagnosa yang beresiko tinggi.
3. Batasan karakteristik (“dibuktikan oleh”). Bagian ini mencakup tanda dan gejala yang cukup jelas untuk mengindikasi keberadaan suatu masalah. Sekali lagi seperti pada defenisi dan etiologi. Yang tidak dinyatakan oleh NANDA diberi tanda kurung [ ].
4. Sasaran / Tujuan. Pernyataan –pernyataan ini ditulis sesuai dengan objektif perilaku pasien. Sasaran/ tujuan ini harus dapat diukur, merupakan tujuan jangka panjang dan pendek, untuk digunakan dalam mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah yang telah diidentifikasi. Mungkin akan ada lebih dari satu tujuan jangka pendek, dan mungkin merupakan “batu loncatan” untuk memenuhi tujuan jangka panjang.
5. Intervensi dengan Rasional Tertentu. Hanya intervensi-intervensi yang sesuai untuk bagian diagnosa yang ditampilkan Rasional-rasional yang digunakan untuk intervensi mencakup memberikan klarifikasi pengetahuan keperawatan dasar dan untuk membantu dalam menseleksi intervensi-intervensi yang sesuai untuk diri pasien.
6. Hasil Pasien yang Diharapkan/ Kriteria Pulang. Perubahan perilaku sesuai dengan kesiapan pasien untuk pulang yang mungkin untuk dievaluasi.
7. Informasi Obat – obatan. Informasi ini mencakup implikasi keperawatan, menyertai bab-bab yang mana tiap klarifikasinya sesuai.

D. Faktor-faktor dan Penentuan Resiko/ Sifat Diagnosa Keperawatan
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara pasien dengan perawat, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. ( Carpenito, 1989, dikutip oleh keliat, 1991 ).
Ada beberapa masalah yang nyata atau resiko yang mungkin terjadi akibat komplikasi dari penyakit atau dari pemeriksaan atau akibat pengobatan, yang mana masalah tersebut hanya bisa dicegah, diatasi, atau dikurangi dengan tindakan keperawatan yang bersifat kolaboratif. Label yang digunakan adalah : Potensial Komplikasi (PK).
Dibawah ini merupakan contoh Faktor-faktor disertai dengan penentuan resiko/ sifat diagnosa keperawatan:
a. Gangguan mobilitas fisik
Suatu keadaan dimana individu mengalami keterbatasan kemampuan dalam ketidak tergantungan pergerakan fisik.
Faktor-faktor yang berhubungan antara lain : Intoleransi aktivitas ; menurunnya kekuatan dan ketahanan, Nyeri dan rasa tidak nyaman, gangguan perseptual atau kognitif, gangguan neuromuskular, gangguan muskuloskeletal dan Defresi; kecemasan berat.
Penentuan sifat/ karakteristik, ketidakmampuan untuk bergerak dengan bertujuan dalam lingkungan fisik, termasuk pergerakan ditempat tidur, berpindah dan ambulansi, segan untuk mencoba bergerak, keterbatasan rentang gerak range of motion, menurunnya kekuatan otot, kontrol dan atau massa otot, dibebani pembatasan pergerakan ; mencakup mekanik; protokol medis, gangguan koordinasi
b. Gangguan Perlindungan
Suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan dalam kemampuannya untuk melindungi diri dari ancaman internal atau eksternal seperti penyakit atau cidera.
Faktor-faktor yang berhubungan¸ Usia lanjut, tidak adekuatnya nutrisi, penyalah gunaan alkohol, abnormalitas gambaran darah, penanganan / pengobatan ( operasi, radiasi ), penyakit seperti kanker dan kelainan daya kekebalan.
Penentuan sifat/ karakteristik, defisiensi kekebalan/ daya imun, gangguan penyembuhan, gangguan dalam proses pembekuan, respon maladatif terhadap stres, perubahan neurosensoris, ketakutan, berkeringat, dispnea, batuk, gatal-gatal, gelisah, sulit tidur, letih, anoreksia, lemah, imobilitas, disorientasi dan nyeri tekan.
c. Gangguan harga diri rendah situsional
Evaluasi/ perasaan negatif tentang diri yang berkembang sebagai respon terhadap kehilangan atau perubahan pada individu yang dulunya memiliki evaluasi diri yang positif.
Faktor-faktor yang berhubungan, akan menjadi berkembang.
Penentuan sifat/ karakteristik, kejadian secara episodik tentang penampilan diri yang negatif dalam merespon dengan kejadian hidup sehari-hari pada orang yang dulunya mempuanyai evaluasi diri yang positif, mengatakan perasaan negatif tentang dirinya ( putus asa, tidak berguna, mengatakan dirinya negatif, mengekspresikan rasa malu/ bersalah dan kesulitan dalam membuat keputusan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA).
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Komponen Diagnosis Keperawatan
Rumusan diagnosis keperawatan mengandung tiga komponen utama, yaitu :
1. Problem (P/masalah)
Merupakan gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat diberikan. Masalah adalah kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak terjadi.
Tujuan : menjelaskan status kesehatan klien atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Diagnosis keperawatan disusun dengan menggunakan standart yang telah disepakati (NANDA, Doengoes, Carpenito, Gordon, dll), supaya :
a. Perawat dapat berkomunikasi dengan istilah yang dimengerti secara umum
b. Memfasilitasi dan mengakses diagnosa keperawatan
c. Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah keperawatan dengan masalah medis
d. Meningkatkan kerjasama perawat dalam mendefinisikan diagnosis dari data pengkajian dan intervensi keperawatan, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
2. Etiologi (E/penyebab),
Keadaan ini menunjukkan penyebab keadaan atau masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan. Penyebabnya meliputi : perilaku, lingkungan, interaksi antara perilaku dan lingkungan.
Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi :
a. Patofisiologi penyakit : adalah semua proses penyakit, akut atau kronis yang dapat menyebabkan / mendukung masalah.
b. Situasional : personal dan lingkungan (kurang pengetahuan, isolasi sosial, dll)
c. Medikasi (berhubungan dengan program pengobatan/perawatan) : keterbatasan institusi atau rumah sakit, sehingga tidak mampu memberikan perawatan.
d. Maturasional :
Adolesent : ketergantungan dalam kelompok
Young Adult : menikah, hamil, menjadi orang tua
Dewasa : tekanan karier, tanda-tanda pubertas.
3. Sign & symptom (S/tanda & gejala),
Adalah ciri, tanda atau gejala, yang merupakan informasi yang diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan.
Jadi rumus diagnosis keperawatan adalah : PE / PES.
Persyaratan Penyusunan Diagnosis Keperawatan
Perumusan harus jelas dan singkat dari respon klien terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi
1. Spesifi dan akurat (pasti)
2. Dapat merupakan pernyataan dari penyebab
3. Memberikan arahan pada asuhan keperawatan
4. Dapat dilaksanakan oleh perawat
5. Mencerminan keadaan kesehatan klien.
Proses Penyusunan Diagnosis Keperawatan
1. Klasifikasi & Analisis Data
Pengelompokkan data adalah mengelompokkan data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Pengelmpkkan data dapat disusun berdasarkan pola respon manusia (taksonomi NANDA) dan/atau pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982);
Respon Manusia (Taksonomi NANDA II) :
a. Pertukaran
b. Komunikasi
c. Berhubungan
d. Nilai-nilai
e. Pilihan
f. Bergerak
g. Penafsiran
h. Pengetahuan
i. Perasaan
Pola Fungsi Kesehatan (Gordon, 1982) :
a. Persepsi kesehatan : pola penatalaksanaan kesehatan
b. Nutrisi : pola metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Aktivitas : pola latihan
e. Tidur : pola istirahat
f. Kognitif : pola perseptual
g. Persepsi diri : pola konsep diri
h. Peran : pola hubungan
i. Seksualitas : pola reproduktif
j. Koping : pola toleransi stress
k. Nilai : pola keyakinan
2. Mengindentifikasi masalah klien
Masalah klien merupakan keadaan atau situasi dimana klien perlu bantuan untuk mempertahankan atau meningkatkan status kesehatannya, atau meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan oleh perawat sesuai dengan kemampuan dan wewenang yang dimilikinya
Identifikasi masalah klien dibagi menjadi : pasien tidak bermasalah, pasien yang kemungkinan mempunyai masalah, pasien yang mempunyai masalah potensial sehingga kemungkinan besar mempunyai masalah dan pasien yang mempunyai masalah aktual.
a. Menentukan kelebihan klien.
b. Menentukan masalah klien.
c. Menentukan masalah yang pernah dialami oleh klien
d. Penentuan keputusan
3. Memvalidasi diagnosis keperawatan
Adalah menghubungkan dengan klasifikasi gejala dan tanda-tanda yang kemudian merujuk kepada kelengkapan dan ketepatan data. Untuk kelengkapan dan ketepatan data, kerja sama dengan klien sangat penting untuk saling percaya, sehingga mendapatkan data yang tepat.
Pada tahap ini, perawat memvalidasi data yang ada secara akurat, yang dilakukan bersama klien/keluarga dan/atau masyarakat. Validasi tersebut dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang reflektif kepada klien/keluarga tentang kejelasan interpretasi data. Begitu diagnosis keperawatan disusun, maka harus dilakukan validasi.
4. Menyusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritasnya
Setelah perawat mengelompokkan, mengidentifikasi, dan memvalidasi data-data yang signifikan, maka tugas perawat pada tahap ini adalah merumuskan suatu diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan dapat bersifat aktual, resiko, sindrom, kemungkinan dan wellness.
Menyusun diagnosis keperawatan hendaknya diurutkan menurut kebutuhan yang berlandaskabn hirarki Maslow (kecuali untuk kasus kegawat daruratan — menggunakan prioritas berdasarkan “yang mengancam jiwa”) :
a. Berdasarkan Hirarki Maslow : fisiologis, aman-nyaman-keselamatan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri
b. Griffith-Kenney Christensen : ancaman kehidupan dan kesehatan, sumber daya dan dana yang tersedia, peran serta klien, dan prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
Kategori Diagnosis Keperawatan
1. Diagnosis Keperawatan Aktual
2. Diagnosis Keperawatan Resiko
3. Diagnosis Keperawatan Kemungkinan
4. Diagnosis Keperawatan Sejahtera
5. Diagnosis Keperawatan Sindrom

DAFTAR PUSTAKA
Mi jakim, Gertrude K, and Audrey M, Diagnosa Keperawatan, 1995, alih bahasa ,Yasmin Asih –ed. 5 – Jakarta : EGC, 1994
Buku Saku Diagnosa keperawatan pada psikiatri :P edoman untuk pembuatan rencana perawatan/ Mary C. Townsend; alih bahasa, Novi Helena C. Daulima; – Ed. 3 – Jakarta: EGC, 1998.
Baca selengkapnya - Diagnosa Keperawatan Aktual

Konsep Dasar Keperawatan Keluarga

Konsep Dasar Keperawatan Keluarga


A. Unit Keluarga menjadi Fokus Sentral dari Perawatan

Salah satu aspek terpenting dari perawatan adalah penekanannya pada unit keluarga. Keluarga, bersama dengan individu, kelompok dan komunitas adalah klien atau resipien keperawatan. Secara empiris, kami menyadari bahwa kesehatan para anggota keluarga dan kualitas kesehatan keluarga, mempunyai hubungan yang sangat erat.

Unit dasar ini memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya kehidupan individu tersebut. Keluarga memiliki pengaruh yang penting sekali terhadap pembentukan identitas seorang individu dan perasaan harga diri. Prioritas tertinggi keluarga biasanya adalah kesejahteraan anggota keluarganya.

Minuchin (1977), seorang ahli terapi keluarga ternama, membuat ringkasan dengan begitu indah tentang peran ganda yang dimainkan oleh keluarga:

Keluarga merupakan matriks dari perasaan beridentitas dari anggota-anggotanya, merasa memiliki dan berbeda. Tugas utamanya adalah memelihara pertumbuhan psikososial anggota-anggotanya dan kesejahteraan selama hidupnya secara umum…. Keluarga juga membentuk unit sosial yang paling kecil yang mentransmisikan tuntutan-tuntutan dan nilai-nilai dari suatu masyarakat dan dengan demikian melestarikannya. Keluarga harus beradaptasi dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sementara keluarga juga membantu perkembangan dan pertumbuhan anggota sementara itu semua tetap menjaga kontinuitas secara cukup untuk memenuhi fungsinya sebagai kelompok referensi dari individu (Friedman, 1998)


Beberapa alasan mengapa unit keluarga harus menjadi fokus sentral dari perawatan :

1. Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan keluarganya, bahwa peran dari keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga fase rehabilitasi. Mengkaji/menilai dan memberikan perawatan kesehatan merupakan hal yang penting dalam membantu setiap anggota kelompok untuk mencapai suatu keadaan sehat (wellness) hingga tingkat optimum.
2. Melalui perawatan kesehatan keluarga yang berfokus pada peningkatan perawatan diri (self-care), pendidikan kesehatan dan konseling keluarga serta upaya-upaya yang berarti yang dapat mengurangi risiko yang diciptakan oleh pola hidup dan bahaya dari lingkungan. Tujuannya adalah mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.
3. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan ke dalam perencanaan tindakan bagi individu-individu (Friedman, 1998).


B. Definisi-definisi Keluarga

Definisi keluarga sangat bermacam-macam tergantung dari dimensi (sudut pandang) mana seseorang membuat definisi, perbedaan ini dapat terjadi karena dilihat dari dimensi sosial, interaksional, formalitas, tradisional atau yang lainnya.

Definisi yang berorientasi pada formalitas atau legalitas “Keluarga berkumpulnya dua orang atau lebih dan saling berinteraksi yang ada suatu ikatan perkawinan ataupun adopsi”.

Definisi keluarga saat ini harus menggambarkan bentuk-bentuk keluarga yang ada sekarang di masyarakat.

Burgess dkk. (1963) membuat definisi yang berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas :

1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga sebagai rumah mereka.
3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki dan perempuan, saudara dan saudari.
4. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri (Friedman, 1998).


Whall (1986) dalam analisis konsep tentang keluarga sebagai unit yang perlu dirawat, ia mendefinisikan keluarga sebagai kelompok yang mengidentifikasikan diri dengan anggotanya yang terdiri dari dua individu atau lebih yang asosiasinya dicirikan oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tapi yang berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah keluarga.

Family Service America (1984) mendefinisikan keluarga dalam suatu cara yang komprehensif, yaitu sebagai ”dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan keintiman”.

Dalam menyatukan kedua gagasan sentra dari definisi-definisi diatas, keluarga menunjuk kepada dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Hariyanto, 2005).

Taylor, 1979 memberikan pengertian secara sederhana keluarga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, The family is comprised of a network of a continually evolving interpersonal unions (structure). It is linked of bonds of closeness, security, identity, support and sharing (bonding), and is demarcated by genetic heritage, legal sanction, and interpersonal alliance (boundaries). The family is perpetuated to fill individual biologic, economic, psychologic and social needs (function).

Definisi-definisi tambahan tentang keluarga berikut ini mengkonotasikan tipe-tipe keluarga secara umum yang dikemukakan untuk mempermudah pemahaman terhadap literatur tentang keluarga:


* Keluarga inti (konjugal) yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua atau pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari suami, istri dan anak-anak kandung mereka, anak adopsi atau keduanya.
* Keluarga orientasi (keluarga asal) yaitu unit keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan.
* Keluarga besar yaitu keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan (oleh darah), yang paling lazim menjadi anggota keluarga orientasi yaitu salah satu teman keluarga inti. Berikut ini termasuk sanak keluarga, kakek/nenek, tante, paman dan sepupu (Hariyanto, 2005).

Baca selengkapnya - Konsep Dasar Keperawatan Keluarga

6 Hal Yang Biasa Di Indonesia, Namun Tidak Boleh Dilakukan Di Luar Negeri

6 Hal Yang Biasa Di Indonesia, Namun Tidak Boleh Dilakukan Di Luar Negeri




1. Jangan Mengangkat Tangan dengan Telapak Tangan Menghadap ke Depan Di Yunani
Di Yunani, gesture mengangkat tangan dengan telapak tangan menghadap ke depan disebut juga sebagai moutza. Di jaman dulu, para penjahat di Yunani di arak keliling jalan dengan wajah yang dihitamkan untuk mengindikasikan bahwa mereka malu atas perbuatannya.

Jika mereka beruntung, wajah mereka dikotori dengan arang, jika tidak, apakah yang akan mengotori muka mereka ?? Ya, kotoran pembuangan dari anus, wajah mereka akan dilumuri dengan benda tersebut, dan karena untuk membersihkan muka orang tersebut dilakukan oleh orang lain dengan mengusap wajahnya, maka gesture tersebut menjadi suatu tanda penghinaan.


2. Jangan Mengacungkan Jempol ke Atas Di Timur Tengah
Tidak hanya di Timur Tengah, gesture ini juga merupakan gesture yang ofensif di beberapa Negara di Afrika Barat dan Amerika Selatan. Trus apa arti gesture tersebut ?? Lagi-lagi berhubungan dengan Anus.

Bila anda mengacungkan jempol anda ke atas ke seseorang, berarti anda ingin memasukkan jempol anda tersebut ke anus orang tersebut.


3. Jangan Menghabiskan Makanan Jamuan Untuk Anda Di China, Thailand dan Filipina
Pada saat menjamu seseorang, hal yang paling penting adalah menyajikan makanan yang lezat untuk tamu undangan. Namun di beberapa Negara, yang paling penting adalah makanan yang disediakan tersebut cukup untuk porsi sang tamu.

Dengan menghabiskan semua makanan jamuan untuk anda, anda mengungkapkan kekecewaan anda kepada si tuan rumah bahwa makanan yang disajikan kepada anda sangat sedikit dan tidak cukup untuk mengenyangkan anda.


4. Jangan Memberi Bunga dengan Jumlah Genap Di Russia
Di Russia, bunga dalam jumlah genap hanya diberikan pada saat pemakaman. Memberikan bunga dalam jumlah genap berarti anda mengharapkan orang yang menerima bunga tersebut segera meninggal, So, jangan pernah memberikan bunga dalam jumlah genap pada gadis Russia yang sedang anda taksir, kecuali bila gadis tersebut beraliran gothic atau menganut agama pemuja setan


5. Jangan Memberi Hadiah dengan Tangan Kiri Di Hampir Semua Negara
Pada beberapa Negara, melakukan suatu perbuatan dengan tangan kiri merupakan perbuatan yang dianggap kotor. Hal ini dikarenakan tangan kiri adalah tangan yang digunakan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang dikeluarkan ketika anda sedang buang air besar.


6. Jangan Memberi Tanda �OK� dengan Jari Anda Di Brazil
Di Brazil, tanda �OK� secara kasar mempunyai kesamaan arti dengan gesture ketika anda mengacungkan jari tengah anda.

Salah satu insiden yang paling terkenal adalah ketika Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon mengunjungi Brazil. Ketika ia baru saja turun dari pesawat, ia mengangkat kedua tangannya dan memberi gesture �OK�

sumber: http://www.infohotq.co.cc/2010/08/6-hal-yang-biasa-di-indonesia-namun-tak.html
Baca selengkapnya - 6 Hal Yang Biasa Di Indonesia, Namun Tidak Boleh Dilakukan Di Luar Negeri

Vomiting

Vomiting (known medically as emesis and informally as throwing up and a number of other terms) is the forceful expulsion of the contents of one's stomach through the mouth and sometimes the nose. Vomiting may result from many causes, ranging from gastritis or poisoning to brain tumors, or elevated intracranial pressure. The feeling that one is about to vomit is called nausea, which usually precedes, but does not always lead to, vomiting. Antiemetics are sometimes necessary to suppress nausea and vomiting, and, in severe cases where dehydration develops, intravenous fluid may need to be administered to replace fluid volume.

Vomiting is different from regurgitation, although the two terms are often used interchangeably. Regurgitation is the return of undigested food back up the esophagus to the mouth, without the force and displeasure associated with vomiting. The causes of vomiting and regurgitation are generally different.

en.wikipedia
Baca selengkapnya - Vomiting

Transkultural dalam Keperawatan

Konsep Teori Transkultural dalam Keperawatan
APLIKASI TEORI TRANSCULTURAL NURSING
DALAM PROSES KEPERAWATAN
Rahayu Iskandar, Ners, M.Kep
PENDAHULUAN

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,
termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin
besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara
(imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan
asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat,
yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu
metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.

Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah
ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak
atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya
dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan,
maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat
akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan
budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan.

PENGERTIAN

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002).

Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.

Konsep dalam Transcultural Nursing

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang
optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan
budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan
dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik diantara keduanya.

8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia.

10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain
karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada
kelompok lain.

Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai
cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew
and Boyle, 1995).

1. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun
dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

2. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama
yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

3. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti
daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di
daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari
sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus
mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang
menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

4. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai
dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien
agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.

Proses keperawatan Transcultural Nursing

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada "Sunrise Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan
budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik

c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak
percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab terdahulu tentang penerapan asuhan
keperawatan Transkultural dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
3. Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu
saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya
klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.
5. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan dan
pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.
REFERENSI

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed,
Philadelphia, JB Lippincot Company

Cultural Diversity in Nursing, (1997), Transcultural Nursing ; Basic Concepts and
Case Studies, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing

Fitzpatrick. J.J & Whall. A.L, (1989), Conceptual Models of Nursing : Analysis and
Application, USA, Appleton & Lange

Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and
Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc

Iyer. P.W, Taptich. B.J, & Bernochi-Losey. D, (1996), Nursing Process and Nursing
Diagnosis, W.B Saunders Company, Philadelphia

Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,
Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies

Swasono. M.F, (1997), Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam
Konteks Budaya, Jakarta, UI Press

Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care
Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing

__________________________, Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Two
Transcultural NursingModels ; Theory and Practice
Baca selengkapnya - Transkultural dalam Keperawatan

Teori dan Model Konseptual Keperawatan

Teori dan Model Konseptual Keperawatan

A. PENGERTIAN

Teori keperawatan menurut sevens (1984) adl. Sebagai usaha menguraikan dan menjelaskan berbagai fenomena dalam keperawatan (dikutip dari Taylor c, dkk/1989). Teori keperawatan berperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lain dan bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan, memperkirakan, dan mengontrol hasil asuhan atau pelayanan keperawatan yang dilakukan.
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus perawat kerjakan.

B. GAMBARAN MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN

Hampir semua model keperawatan yang diaplikasikan dalam praktik keperawatan professional menggambarkan empat jenis konsep yang sama, yaitu :
1. Orang yang menerima asuhan keperawatan
2. Lingkungan (masyarakat)
3. Kesehatan (sehat/sakit, kesehatan dan penyakit)
4. Keperawatan dan peran perawat (tujuan/sasaran, peran dan fungsi)
Model keperawatan dapat diaplikasikan dalam dalam kegiatan praktik, penelitian dan pengajaran, oleh karena itu model harus diperkenalkan kepada perawat atau calon perawat guna memperkuat profesi keperawatan khususnya dalam mengkoreksi pemikiran yang salah tentang profesi keperawatan seperti : perawat sebagai pembantu dokter,, oleh karena itu model harus diperkenalkan kepada perawat atau calon perawat guna memperkuat profesi keperawatan khususnya dalam mengkoreksi pemikiran yang salah tentang profesi keperawatan seperti : perawat sebagai pembantu dokter.

C. MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN MENURUT FLORENCE NIGHTINGALE

1. Biografi Florence Nightingale
Dua bayi perempuan dilahirkan di tengah keluarga William (W.E.N) dan Fanny Nightingale dalam suatu perjalanan panjang keliling Eropa. Parthenope, anak pertama, lahir di Napoli, Yunani. Putri kedua diberi nama sesuai dengan nama sebuah kota di Italia, tempat dia dilahirkan pada tanggal 12-Met 1820: Florence.
Florence Nightingale dibesarkan dalam sebuah keluarga kaya yang tinggal di luar kota London, dikelilingi pesta-pesta yang terus berlangsung, sebuah rumah musim panas bernama Lea Hurst, dan tamasya ke Eropa. Tetapi pada tahun 1837, pada usia tujuh belas tahun, dia menulis di buku hariannya, “Pada tanggal 7 Februari, Tuhan berbicara kepadaku dan memanggilku untuk melayani-Nya.” Tetapi pelayanan apa?
Dia menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita — bukan karena status sosial keluarga kaya — saat dia merawat keluarga-keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk sekitar Embley, rumah keluarganya.
Pada saat Florence berusia dua puluh empat tahun, dia merasa yakin bahwa panggilannya adalah merawat orang sakit. Tetapi pada tahun 1840-an, para gadis Inggris terhormat tidak akan bersedia menjadi perawat. Pada masa itu, perawat tidak melebihi fungsi sebagai pembantu yang melakukan semua pekerjaan di rumah sakit — rumah sakit umum (para orang kaya dirawat di rumah sendiri) — dan dianggap sebagai peminum atau pelacur.
Tetapi Florence, yang belum menikah dan masih tinggal bersama orang tuanya, merasa hampir gila karena ketidakproduktifan dan rasa frustrasi. Dia bertanya kepada seorang dokter tamu dari Amerika, dr. Samuel Howe, “Apakah pantas bagi seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?” Dia menjawab, “Di Inggris, semua yang tidak biasa dianggap tidak layak. Tetapi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak wajar bagi seorang wanita terhormat bila melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain.”
Florence sering bertanya-tanya, mengapa gereja Protestan tidak seperti Catholic Sisters of Charity — suatu jalan bagi para wanita untuk mencurahkan hidupnya dengan melayani orang lain. Dr. Howe menceritakan kepadanya tentang Kaiserworth di Jerman, didirikan oleh Pendeta Theodor Fliedner. Tempat itu mempunyai rumah sakit yang dilengkapi ratusan tempat tidur, sekolah perawatan bayi, sebuah penjara berpenghuni dua belas orang, sebuah rumah sakit jiwa untuk para yatim, sekolah untuk melatih para guru, dan sekolah pelatihan untuk para perawat disertai ratusan diaken. Setiap kegiatan selalu diikuti dengan doa.
Bahkan sebelum dia memutuskan untuk pergi, dengan semangat tinggi Florence menanggapi bahwa Kaiserworth adalah tujuannya.
Tahun 1846, Florence melakukan perjalanan ke Roma bersama teman-temannya, Charles dan Selina Bracebridge. Pada perjalanan ini, dia bertemu dengan Sidney Herbert dan istrinya, Liz. Mereka adalah orang Kristen yang taat. Kemudian dia menjadi Menteri Perang dan seorang teman serta pendorong, semangat bagi Florence Nightingale.
Pada bulan Juli 1850, di usianya yang ke-30, akhirnya Florence pergi ke Kaiserworth di Jerman selama dua minggu. Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal selama tiga bulan. Dia pulang dengan sikap baru. Sekarang dia tahu bahwa dirinya harus membebaskan diri dari kehidupannya yang terkekang.
Tiga tahun kernudian, dia melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances. Dia memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan bel. Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte — menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama. (Komite institusi ini menginginkan agar institusi tersebut hanya menerima jemaat Gereja Inggris).
Pada tahun 1854, ketika Inggris dan Perancis mengumumkan perang terhadap Rusia untuk menguasai Crimea dan Konstantinopel — pintu gerbang menuju Timur Tengah — Sidney Herbert, sebagai Menteri Perang, meminta Florence untuk mengepalai sebuah tim perawat bagi rumah sakit militer di Scutari, Turki. Florence menggunakan kesempatan ini. Dia tiba bersama sebuah tim pilihan yang terdiri dari 38 orang perawat. Hanya 14 orang perawat yang mempunyai pengalaman di lapangan; 24 orang lainnya adalah anggota lembaga keagamaan yang terdiri dari Biarawati Katolik Roma, Dissenting Deaconnesses, perawat rumah sakit Protestan, dan beberapa biarawati Anglikan yang berpengalaman di bidang penyakit kolera. Teman-temannya, Charles dan Selina Bracebridge juga turut bersama tim tersebut untuk mendorong semangatnya.
Selama perang berlangsung, Florence menghadapi pertempuran berat untuk meyakinkan para dokter militer bahwa para perawat wanita pun diperlukan di sebuah rumah sakit militer. Perang Crimea telah membongkar sistem kemiliteran Inggris yang ternyata mengirim ribuan prajurit untuk menjemput kematiannya sendiri akibat kekurangan gizi, penyakit, dan diabaikan. Sebanyak 60.000 prajurit Inggris dikirim ke Crimea. Sejumlah 43.000 meninggal, sakit, atau terluka, dan hanya 7.000 yang terluka oleh musuh. Sisanya merupakan korban akibat lumpur, kekacauan, dan penyakit.
Pada saat perang akan berakhir, laporan dan saran Florence Nightingale membuat Inggris seperti dilanda badai. Dia menjadi pahlawan wanita negara tersebut. Pada tahun 1860, Sekolah Keperawatan Nightingale dibuka di London dan kelas pertamanya berisi lima belas orang murid wanita muda. Sepanjang hidupnya, sebelum dia meninggal saat sedang tidur pada usia sembilan puluh tahun di tahun 1910, dia bekerja tanpa lelah untuk mengadakan perubahan-perubahan di kemiliteran yang berhubungan dengan perawatan kesehatan dan medis.
Sebab dia telah bersumpah, “Semua yang terjadi di Crimea, tidak boleh terulang kembali.”

2. Gambaran model konseptual keperawatan Florence Nightingale:
a. Definisi keperawatan adl. Profesi untuk wanita dengan tujuan menemukan dan menggunakan hukum alam dalam pembangunan kesehatan dan pelayanan kesehatan. Ningtingale menegaskan bahwa keperawatan adl. Ilmu dan kiat yang memerlukan pendidikan formal untuk merawat orang yang sakit.
b. Tujuan tindakan keperawatan adl. Memelihara, mencegah infeksi, dan cedera, memulihkan dari sakit, melakukan pendidikan kesehatan serta mengendalikan lingkungan
c. Alasan tindakan keperawatan yakni Menempatkan manusia pada kondisi yang terbaik secara alami untuk menyembuhkan atau meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dan luka.
d. Konsep individu adl. Merupakan kesatuan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual yang lengkap dan berpotensi.
e. Konsep sehat adl. Keadaan bebas dari penyakit dan dapat menggunakan kekuatannya secara penuh.
f. Konsep lingkungan adl. Bagian eksternal yang mempengaruhi kesehatan dan sakitnya seseorang.

D. GAMBARAN MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN TOKOH YANG LAIN

2. Virginia Henderson
a. Definisi keperawatan Bantuan yang diberikan kepada individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit dalam kegiatannya untuk mencapai keadaan sehat atau sembuh dari penyakit sehingga ia mempunyai kekuatan, keinginan dan pengetahuan.
b. Alasan tindakan keperawatan Pendekatan yang dilakukan untuk memenuhi 14 komponen dari keperawatan.
c. Konsep individu Keadaan biologi dimana tidak dapat dipisahkan antara pikiran dan jasmani.
d. Konsep sehat Kemampuan fungsi independent dalam hubungannya dengan 14 komponen.
e. Konsep lingkungan Tidak terdefinisi dengan jelas, dapat berupa tindakan positif maupun negatif.
3. Sister Callista Roy
a. Definisi keperawatan Suatu analisa proses dan tindakan sehubungan dengan perawatan sakit atau potensial seseorang untuk sakit.
b. Alasan tindakan keperawatan Aktifitas keperawatan berasal dari model dimana berupa proses pengkajian dan intervensi-intervensi peran diselenggarakan dengan konteks keprawatan dan termasuk manipulasi dari stimuli.
c. Konsep individu Keadaan biopsikososial yang berupa interaksi yang tetap dengan perubahan lingkungan, manusia bersifat sebagai system adaptif yang terbuka.
d. Konsep sehat Rentang sehat sakit merupakan garis yang terus menerus yang menunjukan status sehat atau sakit dimana sesorang butuh pengalaman dan waktu. Sehat sakit merupakan bagian dari hidup manusia.
e. Konsep lingkungan Suatu kondisi yang terus menerus dan mempengaruhi sekelilingnya dan perkembangan organisme serta group organisme.
4. Myra Estrin Levine
a. Definisi keperawatan Interaksi manusia yang berdasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah yang digunakan dalam proses keperawatan.
b. Alasan tindakan keperawatan Perawatan individu yang bersifat holistic untuk setiap kebutuhan seseorang, seseorang mendorong perawat untuk beradaptasi.
c. Konsep individu Interaksi dari individu yang bersifat kompleks antara lingkungan interna dan eksterna yang mengubah adaptasi.
5. Imogane M. King
a. Definisi keperawatan Suatu proses interaksi manusia antara perawat dan klien.
b. Alasan tindakan keperawatan Perawat dan klien saling mengamati dalam informasi, komuniksai, situasi, tujuan dan tindakan untuk mencapai tujuan.
c. Konsep individu suatu system terbuka mengenai penukaran masalah, energi dan dengan lingkungan yang terbatas.
d. Konsep sehat Aturan dinamik dari stressor dalam lingkungan eksternal dan internal melalui penggunaan optimal untuk mencapoai potensi maksimal dalam kehidupan sehari-hari.
e. Konsep lingkungan Suatu system terbuka yang menunjukkan penukaran masalah energi, informasi dengan keberadaan manusia.
Baca selengkapnya - Teori dan Model Konseptual Keperawatan

AKDR

Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau IUD mempunyai sejarah perkembangan yang sangat panjang sebelum generasi III dengan keamanan, efektivitas, dan penyulit yang tidak terlalu besar. Hipocrates telah membuat alat untuk memasukkan batu-batu kecil ke dalam rahim, sehingga tidak terjadi kehamilan pada onta. Richter dari Polandia 1909 membuat AKDR dari benang sutra tebal yang dimasukkan ke dalam rahim. Pada tahun 1930 Grafenberg dari Jerman membuat cincin dari benang sutra dan perak untuk menghindari kehamilan dengan hasil memuaskan. Dan seterusnya alat kontrasepsi dalam rahim berkembang hingga sekarang. (Manuaba, 1998)
Jadi yang dimaksud dengan AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektivitas). Dengan berbagai bentuk, yang dipasangkan ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptif. Bentuk AKDR yang beredar di pasaran adalah spiral (Lippes loop), huruf T (Tcu380A, Tcu200C dan Nova T), tulang ikan (MLCu250 dan 375) dan batang (Gynefix). Unsure tambahan adalah tembaga (Cuprum) atau hormon (Levonorgestrel). BKKBN menggunakan Cupper T 380 A sebagai standar yang dibuat oleh PT Kimia Farma. (Sarwono P, 2002)

Bagaiman sebenarnya mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti, tetapi cara kerjanya bersifat lokal. Kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa AKDR dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada pemakai AKDR sering kali dijumpai pula sel-sel makrofag (fagosit) yang mengandung spermatozoa.
Kar dan kawan-kawan selanjutnya menemukan sifat-sifat dan isi cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada pemakai AKDR, yang menyebabkan blatokista tidak dapat hidup dalam uterus, walaupun sebelumnya terjadi nidasi. Penyelidik-penyelidik lain menemukan sering adanya kontraksi uterus pada pemakai AKDR, yang dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan oleh meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada wanita tersebut.
Pada AKDR bioaktif mekanisme kerjanya selain menimbulkan peradangan seperti pada AKDR biasa, juga oleh karena ion logam atau bahan lain yang melarut dari AKDR mempunyai pengaruh terhadap sperma. Menurut penyelidikan, ion logam yang paling efektif adalah ion logam tembaga (Cu). Pengaruh AKDR bioaktif dengan berkurangnya konsentrasi logam makin lama makin berkurang. (Manuaba, 1998)
Alat kontrasepsi dalam rahim dapat diterima masyarakat dunia, termasuk Indonesia dan menempati urutan ke tiga dalam pemakaian. AKDR mempunyai keunggulan terhadap cara kontrasepsi lain karena:
1) Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan
2) Pemasangan tidak memerlukan medis teknis yang sulit
3) Kontrol medis yang ringan
4) Tidak menimbulkan efek sistemik
5) Alat ekonomis
6) Efektivitas cukup tinggi
7) Pulihnya kesuburan setelah AKDR dicabut berlangsung baik (reversibel). (Sarwono P, 1999)
Baca selengkapnya - AKDR

TOKSOPLASMOSIS PADA BAYI

Pendahuluan.
Penularan oleh Toxoplasma gondii dapat melalui oral, maupun transplasental, jarang secara parenteral , kecuali di laboratorium atau dari transfusi.
Pada anak dengan status imunologi normal infeksi akut biasanya asimtomatik Setelah penularan, organisme yang berbentuk kista berada dalam host untuk beberapa saat. Infeksi kongenital , jika tak diobati akan menimbulkan gejala pada periode perinatal atau sesudahnya. Gejala tesebut antara lain: chorioretinitis, dan gangguan syaraf sentral. Selain itu dapat juga berupa IUGR, demam, limfadenopati, kehilangan pendengaran, pneumonitis,hepatitis dan trombositopenia. Toksoplasmosis kongenital pada bayi dengan infeksi HIV sifatnya fulminan./ganas.

Etiologi.
T.gondii adalah golongan protosoa. Bentuk tachyzoites oval atau seperti separo bulan, berkembang hanya dalam sel hidup dan berukuran 2-4 x 4-7 µm. Kista di jaringan yang berukuran 10-100 µm berisi jutaan parasit dan tetap tinggal di jaringan , khususnya di susunan syaraf pusat dan otot skelet maupun otot jantung selama hidup.Hospes perantara antara lain biri-biri, kambing, binatang pengerat, sapi, babi , ayam dan burung. Semua binatang tersebut dapat mengandung stadium infektif dari T. Gondii yang membentuk kista dalam jaringan tersebut.

Epidemiologi.

Menyebar di seluruh dunia. Insiden infeksi kongenital di USA sekitar 1/1.000 sampai 1/10.000 per kelahiran hidup. Di Indonesia (??) Kucing umumnya sebagai host. Kucing mendapat infeksi lewat oral karena makan daging yang tak dimasak yang mengandung kista atau memasaknya kurang baik. Parasit kemudian berkembang biak secara sexual di usus halus kucing kemudian mulai mengeluarkan ekskret oocyte dalam tinja 3-50 hari sesudah infeksi yang dapat bertahan 7 -14 hari. Oocyste membutuhkan fase pematangan 24-48 jam sebelum bersifat infektif saat lewat oral. Host perantara seperti kambing, babi dan ternak lain kedapatan kista di otak, miokardium, otot dan organ lain dan kista ini dapat bertahan seumur hidup disitu. Manusia dapat tertular jika:1. menyentuh atau kontak langsung dengan tinja kucing, sehingga mendapat infeksi dari oocyste di kotoran tersebut, 2.makan daging yang saat memasaknya kurang baik sehingga kista tidak mati, atau 3.terkontaminasi dari makan buah-buahan yang tidak dicuci sebelum dikupas/disajikan.. Membekukan – 200 C atau memanaskan di atas 660 C dapat membuat kista menjadi noninfeksius. Kecuali dari penularan transplasental dari ibu ke janin atau karena transplantasi organ maupun transfusi , penularan antar manusia tak terjadi. Masa inkubasi sekitar 7 hari ( 4-21 hari ).


Patofisiologi.

Toxoplasmosis dapat dalam bentuk kongenital dan didapat sesudah lahir , perubahan histologis terjadi di semua jaringan. Pada bentuk kongenital perubahan banyak terjadi di susunan syaraf sentral, retina dan chorioid. Retinochoriditis umumnya terjadi pada toxoplasmosis yang didapat. Selama masa laten Toksoplasma dalam jaringan terdapat dalam bentuk kista. Nekrosis banyak terdapat di jaringan terutama di jantung, paru otot skelet, hepar dan lien , Area kalsifikasi didapat di otak dari pasien toxoplasmosis kongenital, Periaquaductus dan periventrikuler vasculitis dan nekrosis dapat menyebabkan penutupan aqueductus Sylvii atau foramen Monroe sehingga terjadi hidrosefalus. Penutupan dapat terjadi juga sesudah periode perinatal.

Gambaran klinis.

Bayi dengan infeksi kongenital umumnya asimtomatis saat lahir ( 70-90 % kasus ), walaupun ada gangguan penglihatan dan pendengaran atau retardasi mental yang akan nampak beberapa bulan kemudian. Tanda tanda toksoplasmosis kongenital saat lahir dapat berupa maculopapular rash, limfadenopati menyeluruh, hepatomegali, splenomegali, ikterus, trombositopenia. Sebagai akibat meningoensefalitis, dapat terjadi kelainan pada cairan serebrospinalis, hidrosefalus, mikrosefalus, khorioretinitis, kejang. Pada kasus yang berat meninggal dalam kandungan atau beberapa saat/ hari setelah lahir. Pemeriksaan secara radiologis : USG atau CT Scan kepala dapat terlihat adanya kalsifikasi serebri.
Infeksi Toxoplasma gondii yang di dapat sesudah lahir biasanya juga asimtomatic. Jika gejala timbul umumnya tidak spesifik seperti malaise, demam, sakit tenggorok dan mialgia. Limfadenopati di servikal adalah tanda yang umum. Perjalanan klinisnya benigna . Miokarditis, perikarditis,dan pneumonia jarang menjadi komplikasi.

Diagnosis.

Tes Serologi adalah yang utama tetapi harus di interpretasikan secara hati hati. Kadar IgG spesifik mencapai puncaknya 1-2 bulan setelah infeksi . Untuk pasien dengan sero konversi atau kadar / titerIgG nya 4 kali lipat maka titer IgM perlu di konfirmasi untuk mengetahui apakah ada infeksi akut karena IgM spesifik menunjukkan adanya infeksi akut atau masih adanya infeksi. IgM spesifik antibodi dapat di deteksi 2 minggu setelah infeksi, kadar puncak dicapai pada 1 bulan setelah infeksi sesudah itu menurun dan tak dapat di deteksi 6-9 bulan kemudian tetapi umumnya masih ada sampai 2 tahun. Tes IgA dan IgE spesifik tidak rutin dilakukan walaupun dapat untuk mendeteksi adanya infeksi kongenital. Pada bayi yang tak terinfeksi kadar IgM nya negatip dan penurunan IgG terjadi sampai umur 6-12 bulan.
Bayi lahir yang diduga terkena infeksi toksoplasmosis segera dilakukan pemeriksaan oftalmologi, pendengaran dan pemeriksaan syaraf dengan punksi lumbal dan CT Scan kepala.
Bayi dengan infeksi HIV yang terkena infeksi Toksoplasma titer IgG nya bervariasi tetapi titer IgM nya kadang-kadang tak muncul.

Pengobatan.

Kesulitan dalam pengobatan adalah karena terapi efektive dapat membunuh saat fase tachyzoite dari parasit tetapi tak efektive menghancurkan kista bradyzoite, disamping itu memerlukan waktu yang lama dapat sampai 6 bulan -1 tahun.
A. Untuk bayi yang simtomatik diberikan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine dan leucoverin calcium ditambah asam folat untuk mencegah depresi sumsum tulang atau ada juga kombinasi pyrimethamine dengan spiramisin saja atau dikombinasi dengan Clyndamysin tergantung keadaan penderita dan tempat pengobatan . Clyndamycin biasanya diberikan kepada penderita Toksoplasmosis okuler. Pemberian kortikosteroid pada penderita toksoplasmosis masih kontroversial. Untuk penderita HIV yang terinfeksi Toksoplasmosis pengobatan berlangsung seumur hidup.
B. Pencegahan.

- Masak daging pada suhu > 660 C
- Cuci tangan dengan sabun setelah memegang daging mentah atau buah.
- Cuci buah sebelum dikupas /disajikan.
- Cuci alat dapur yang telah dipakai dengan sabun.
- Pakai sarung tangan saat berkebun.


Bahan bacaan.

1. Pickering LK, Peter G, Baker CJ, et al. Toxoplasmosis. In Red Book 2000. Report of the Committee on Infectious Diseases. American Academy of Pediatrics. 25thEd. 2000;583-86.
2. Gomella TL, Cunningham MD, Toxoplasmosis. In Neonatology. Lange Medical Publishing Division. 5th Ed.. 2004;442-44.
3. Behrman RE, Kleigman RM, Toxoplasmosis. In Nelson Textbook of Pediatrics.14 th. Ed. 1992;883-92.
4. Guerina NG. Toxoplasmosis In Manual of Neonatal Care. Ed. Cloherty JP and Stark AR. Lippincott Williams &Wilkins. 4th ed. 1998;318-327.
5. Toxoplasmosis. http://www.kidshealth.org/parent/infections/parasitic/toxoplasmosis.html 18-11-2006.
Baca selengkapnya - TOKSOPLASMOSIS PADA BAYI

HUKUM DALAM KEPERAWATAN

ASPEK HUKUM DALAM KEPERAWATAN

Pengertian Hukum
² Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
² Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan bersama. Berkembang di dalam masyarakat dalam kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan kultural karena tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
Pengertian hukum kesehatan :
Adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban baik dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu dan masyarakat yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam segala aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta organisasi dan sarana.
Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan
² Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan
² Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
² Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum
Hak – hak pasien
² Memberikan persetujuan (consent)
² Hak untuk memilih mati
² Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya
² Hak pasien dalam penelitian
Hak – hak perawat
² Hak perlindungan wanita
² Hak berserikat dan berkumpul
² Hak mengendalikan praktek keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum
² Hak mendapat upah yang layak
² Hak bekerja di lingkungan yang baik
² Hak terhadap pengembangan profesional
² Hak menyusun standar praktek dan pendidikan keperawatan


Informed Consent
² Ada 3 hal yang menjadi hak mendasar dalam Menyatakan Persetujuan
Rencana Tindakan Medis yaitu hal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (the right to health care), hak untuk mendapatkan informasi (the right to information), dan hak untuk ikut menentukan (the right to determination)
Hak atas informasi
² Sebelum melakukan tindakan medis baik ringan maupun berat.
² Pasien berhak bertanya tentang hal-hal seputar rencana tindakan medis yang akan diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih belum jelas,
² Pasien berhak meminta pendapat atau penjelasan dari dokter lain untuk memperjelas atau membandingkan informasi tentang rencana tindakan medis yang akan dialaminya,
² Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut
² Semua informasi diatas sudah harus diterima pasien SEBELUM rencana tindakan medis dilaksanakan. Pemberian informasi ini selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan tanpa tekanan. Setelah menerima semua informasi tersebut, pasien seharusnya diberi waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan keputusannya.
Informasi yang diperoleh:
² Bentuk tindakan medis
² Prosedur pelaksanaannya
² Tujuan dan keuntungan dari pelaksanaannya
² Resiko dan efek samping dari pelaksanaannya
² Resiko / kerugian apabila rencana tindakan medis itu tidak dilakukan
² Alternatif lain sebagai pengganti rencana tindakan medis itu, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif tersebut
Kriteria pasien yang berhak
² Pasien tersebut sudah dewasa. batas 21 tahun.
² Pasien dalam keadaan sadar.
Pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar.
² Pasien dalam keadaan sehat akal.
Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri. Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia akan diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya.
Hak suami/istri pasien
Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai suami-istri. Misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut.
Dalam keadaan gawat darurat
Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.
Tidak berarti kebal hukum
Pelaksanaan informed consent ini semata-mata menyatakan bahwa pasien (dan/atau walinya yang sah) telah menyetujui rencana tindakan medis yang akan dilakukan. Pelaksanaan tindakan medis itu sendiri tetap harus sesuai dengan standar proferi kedokteran. Setiap kelalaian, kecelakaan, atau bentuk kesalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan tindakan medis itu tetap bisa menyebabkan pasien merasa tidak puas dan berpotensi untuk mengajukan tuntutan hukum. Informed consent tidak menjadikan tenaga medis kebal terhadap hukum atas kejadian yang disebabkan karena kelalaiannya dalam melaksanakan tindakan medis.
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
² UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3)dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.



UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta.
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu.
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
² UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
² Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
² Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
² Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya
² Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

Namun kenyataannya sampai sekarang UU praktek keperawatan belum juga disahkan ……
Baca selengkapnya - HUKUM DALAM KEPERAWATAN

kumpulan asuhan keperawatan



berikut ini adalah Kumpulan Askep koleksi http://askep-askeb.cz.cc/. nanti akan terus bertambah silahkan klik yang anda butuhkan: (maaf tidak saya urutan berdasarkan kategori misalkan bedah, dalam ataupun diurutkan berdasarkan sistem). TIPS: agar anda bisa membuka Askep dibawah tanpa meninggalkan halaman ini (klik kanan -- klik "Open Link in New Tab")
  1. Tuberculosis (TB Paru)
  2. Asuhan Keperawatan Striktur Uretra
  3. Asuhan Keperawatan Anemia
  4. Asuhan Keperawatan Anak ASD, VSD, Kartasio Aorta dan Broncopnemonia
  5. Asuhan Keperawatan Neonatus dengan Infeksi Saluran Nafas
  6. Asuhan Keperawatan Intususepsi
  7. Asuhan Keperawatan Umbilikalis
  8. Asuhan Keperawatan Hemorrhoids
  9. Asuhan Keperawatan Gagal Nafas
  10. Asuhan Keperawatan DHF
  11. Asuhan Keperawatan ARDS
  12. Asuhan Keperawatan All Acute Limphosyt Leukemia
  13. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
  14. Asuhan Keperawatan Anak Diare
  15. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
  16. Asuhan Keperawatan Fraktur
  17. Asuhan Keperawatan Anak Hidrocephalus
  18. Asuhan Keperawatan Sindrom Hiperaktivitas
  19. Asuhan Keperawatan Anak Penyakit Jantung Bawaan
  20. Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Kemih
  21. Asuhan Keperawatan Head Injury (HI)
  22. Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
  23. Asuhan Keperawatan Pneumothorax
  24. Asuhan Keperawatan APP
  25. Asuhan Keperawatan DHF
  26. Asuhan Keperawatan Ca Mammae (Kanker Payudara)
  27. Asuhan Keperawatan Thypoid
  28. Asuhan Keperawatan ISK
  29. Asuhan Keperawatan Hemoroid
  30. Asuhan Keperawatan BPH
  31. Asuhan Keperawatan Dispepsia
  32. Asuhan Keperawatan Abortus
  33. Asuhan Keperawatan Perdarahan Antepartum
  34. Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis
  35. Asuhan Keperawatan Tetanus
  36. Asuhan Keperawatan Anak dengan Thypoid
  37. Asuhan Keperawatan Ibu Hamil Hiperemesis Gravidarum I
  38. Asuhan Keperawatan Hipertensi Kehamilan
  39. Asuhan Keperawatan Ca Ovarium
  40. Asuhan Keperawatan Keluarga Berencana
  41. Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Penyakit Jantung dan Hipertensi
  42. Asuhan Keperawatan Ibui Hamil Hiperemesis Gravidaum II
  43. Asuhan Keperawatan Infeksi Nifas
  44. Asuhan Keperawatan Prolaps Uteri
  45. Asuhan Keperawatan Bartolinitis
  46. Asuhan Keperawatan Ca Serviks
  47. Asuhan Keperawatan Infertilitas
  48. Asuhan Keperawatan Ibu Hamil DM
  49. Asuhan Keperawatan Mola Hidatidosa I
  50. Asuhan Keperawatan Post Partum Resiko Tinggi
  51. Asuhan Keperawatan SC Panggung Sempit
  52. Asuhan Keperawatan BBL Sakit
  53. Asuhan Keperawatan Endrometriosis
  54. Asuhan Keperawatan Ibu Hamil Letak Sungsang
  55. Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Hypertioid
  56. Asuhan Keperawatan CA Mammae(Kanker Payudara)
  57. Asuhan Keperawatan Mioma Uteri
  58. Asuhan Keperawatan Pre dan Post Mature Kehamilan
  59. Asuhan Keperawatan Toksemia Gravidarum
  60. Asuhan Keperawatan PPOM (COPD)
  61. Asuhan Keperawatan SC Indikasi Panggul Sempit
  62. Asuhan Keperawatan BBL
  63. Asuhan Keperawatan BPH
  64. Asuhan Keperawatan Respiratory Distress Syndrome
  65. Asuhan Keperawatan Batu Saluran Kemih
  66. Asuhan Keperawatan Fraktur
  67. Asuhan Keperawatan Hernia
  68. Asuhan Keperawatan Trauma Kepala
  69. Asuhan Keperawatan Ibu Nifas Normal
  70. Asuhan Keperawatan Anak Thypoid
  71. Asuhan Keperawatan Diabetes Tipe II (NIDDM)
  72. Asuhan Keperawatan Post Op Apendisitis
  73. Asuhan Keperawatan Fraktur Cruris
  74. Asuhan Keperawatan Gagal Nafas
  75. Asuhan Keperawatan Neonatus RDS
  76. Asuhan Keperawatan Anak Hirschprung
  77. Asuhan Keperawatan Anak Leukemia
  78. Asuhan Keperawatan Faringitis
  79. Asuhan Keperawatan Ulkus Kornea
  80. Asuhan Keperawatan Hypertropy Prostat
  81. Asuhan Keperawatan ISK Gerontik
  82. Asuhan Keperawatan Jiwa
  83. Asuhan Keperawatan Kulit
  84. Asuhan Keperawatan THT
  85. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
  86. Asuhan Keperawatan Mata
  87. Asuhan Keperawatan Syaraf/Neurologi
  88. Asuhan Keperawatan ICU
  89. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam
  90. Asuhan Keperawatan Anak
  91. Asuhan Keperawatan Sifilis
  92. Asuhan Keperawatan Infeksi Otak
  93. Asuhan Keperawatan Gagal Ginajl
  94. Asuhan Keperawatan Gagal Jantung
  95. Asuhan Keperawatan Dislokasi
  96. Asuhan Keperawatan Fraktur Nasal
  97. Asuhan Keperawatan Sindrom Stevens Jhonsen
  98. Asuhan Keperawatan Lepra
  99. Asuhan Keperawatan Dermatitis Eksfoliatifa
  100. Asuhan Keperawatan Herpes Zoster
  101. Asuhan Keperawatan Anak ASD
  102. Asuhan Keperawatan Anak Marasmus
  103. Asuhan Keperawatan Atonia Uteri
  104. Asuhan Keperawatan Osteomielitis
  105. Asuhan Keperawatan Anak DHF
  106. Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam
  107. Asuhan Keperawatan Anak RSD
  108. Asuhan Keperawatan Anak Broncopneumonia
  109. Asuhan Keperawatan Eritroderma
  110. Asuhan Keperawatan Anak Hirsprung
  111. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis
  112. Asuhan Keperawatan Kusta
  113. Asuhan Keperawatan Integumen Disorder (Dekubitus)
  114. Asuhan Keperawatan Ketoasidosis (DM)
  115. Asuhan Keperawatan Ca Colon
  116. Asuhan Keperawatan Hernia
  117. Asuhan Keperawatan Fraktur
  118. Asuhan KeperawatanTrauma Saluran Kemih
  119. Asuhan Keperawatan Bronkhitis
  120. Asuhan Keperawatan Urolithiasis
  121. Asuhan Keperawatan Hipertensi
  122. Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragic
  123. Asuhan Keperawatan Bronkitis
  124. Asuhan Keperawatan Gagal Jantung

Baca selengkapnya - kumpulan asuhan keperawatan

KOTAK PENCARIAN:

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN:

=====
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...