KEJANG DEMAM

KEJANG DEMAM
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dari 193 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dari 236 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.

Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).

Anak merupakan makhluk yang unik, karena anak memilki karakteristik tersendiri sesuai tahapan usia anak. Kejang demam pada anak diklasifikasikan berdasarkan usia anak. Kejang demam yang biasa dialami anak ialah usia 6 bulan sampai 4 tahun. Jika kejang dialami oleh anak usia lebih dari 6 tahun lebih dikategorikan sebagi kejang tanpa demam ( epilepsi ).

Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada anak.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien dengan gangguan sistem saraf yaitu kejang demam

2. Tujuan khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan :

1. definisi penyakit kejang demam pada anak.

2. etiologi penyakit kejang demam pada anak.

3. manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .

4. patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.

5. komplikasi penyakit kejang demam pada anak.

6. pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .

7. penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.

8. asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. Konsep dasar Kejang Demam

A. Pengertian Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif Mansjoer. 2000)

Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989)

Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954)

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’st; line-height: edisi III,1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).

B. Etiologi Kejang Demam

Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

2. Gangguan metabolik

3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.

4. Keracunan obat

5. Faktor herediter

6. Idiopatik.

(Arif Mansjoer. 2000)

C. Patofisiologi Kejang Demam

(klik aja biar keliatan)

D. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas dua :

Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan kejang demma sederhana adalah

a. kejang umum

b. waktunya singkat

c. umur serangan kurang dari 6 tahun

d. frekuensi serangan 1-4 kali per tahun

e. EEG normal

Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi criteria livingston untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :

a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

c. Kejang bersifat umum.

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama

e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

(Taslim. 1989)

E. Manifestasi klinis

Gejala berupa

1. Suhu anak tinggi.

2. Anak pucat / diam saja

3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.

4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.

5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )

7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit

8. Seringkali kejang berhenti sendiri.

(Arif Mansjoer. 2000)

F. Komplikasi

Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :

1. Kerusakan sel otak

2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral

3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)

G. Pemeriksaan laboratorium

1. EEG

Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.

2. CT SCAN

Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.

3. Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis

4. Laboratorium

Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.

(Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000), (Lumbatobing,1989)

H. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :

1. Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :

1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)

2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap.

3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.

4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.

Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.

( Arif Mansyoer,2000)

II. Konsep asuhan keperawatan

A. Pengkajian

Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah :
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

d. Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.

e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

B. Pemeriksaan diagnostik

1. Periksa darah / lab : Hb. Ht, Leukosit, Trombosit

2. EEG

3. Lumbal punksi

4. CT-SCAN

C. Diagnosa keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

2. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

3. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

4. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

5. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

D. Intervensi keperawatan

1. Dx 1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan klien terpenuhi.

Kriteria hasil :

- TTV stabil

- Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin adekuat.

-Turgor kulit baik

- membrane mukosa mulut lembab

Intervensi :

1. Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi.

R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh

2. Berikan makanan dan cairan

R/ : memnuhi kebutuhan makan dan minum

3. Berikan support verbal dalam pemberian cairan

R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien

4. Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual.

R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien

5. Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

R/ Untuk mengetahui status cairan klien.

2. Dx 2 Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil :

-sekresi mukus berkurang

- tak kejang

- gigi tak menggigit

Intervensi :

1. Ukur Tanda-tanda vital klien.

R/ : untuk mengetahui status keadaan klien secara umum.

2. Lakukan penghisapan lendir

R/ : menurunkan resiko aspirasi

3. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar

R/ : mencegah lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan nafas

4. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen

R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas

3. Dx. 3 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi

1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

R/ peningkatan suhu tubuh dari yang normal membutuhkan penambahan cairan.

2. Hitung Intak & Output setiap pergantian shift.

R/ Untuk mengetahui keseibangan cairan klien.

3. Anjurkan pemasukan/minum sesuai program.

R/ membantu mencagah kekurangan cairan.

4. Kolaborasi pemeriksaan lab : Ht, Na, K.

R/ mencerminkan tingkat / derajat dehidrasi.

4. Dx. 4 Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

Tujuan : Agar tidak terjadi kejang berulang

1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

R/ peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang.

2. Observasi tanda-tanda kejang.

R/ untuk dapat menentukan intervensi dengan segera.

3. Kolaborasi pemberian obat anti kejang /konvulsi.

R/ menanggulangi kejang berulang.

5. Dx. 5 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Peningkatan status nutrisi

1. Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.

R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.

2. Bantu klien makan

R/ membantu klien makan.

3. selingi makan dengan minum

R/ memudahkan makanan untuk masuk.

4. Monitor hasil lab seperti HB, Ht

R/ : Monitor status nutrisi klien

5. Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.

R/ : Mengurangi regurtasi.

E. Evaluasi

1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi

2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif

3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.

4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi

5. kebutuhan Nutrisi klien dapat terpenuhi.

BAB III

CONTOH GAMBARAN KASUS

A. Gambaran kasus

Klien An. D umur 3 tahun 6 bulan dirawat di RSF dari tanggal 10 Juni 2008 dengan keluhan kejang demam selama dirumah 3 kali selama 24 jam, kejang pertama ± 15 menit, kejang kedua ±10 menit, kejang ketiga ± 5 menit, tangan dan kaki mengepal pada saat kejang, suhu klien 39,5O C. Keadaan umum klien lemah,nadi 120x/menit, RR 26 kali/menit, Suhu 39,5O C, klien terlihat gelisah, ubun-ubun besar cekung, mukosa mulut kering, BB saat masuk RS IGD 9,5 kg,Berat badan saat ini 8,1 kg, Lingkar lengan atas 14 cm (ideal 16 cm) ,Tb 75 cm, muntah sebanyak ½ aqua geas (120cc) berisi cairan kuning kecoklatan, sebelum & saat dirawat klien tidak mau makan. Intake klen minum sebanyak 300 cc & infuse 400 cc, total 700 cc, Output BAK&BAB :340 cc, Iwl 110 cc, Total :450 cc, Balance : 250 cc Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Juni 2008 Hb: 11,6 g/dl (N:13,2-17,3 g/dl), Ht: 38% (N:31-59%), Leukosit : 13.500/ul, Trombosit: 81 ribu/ul, Eritrosit: 3.51 juta/ul. Leukosit: 13.500/µL(N= 6.000 – 17.500/µL), Trombosit : 400.000 /µL (N= 150.000 – 440.000/µL), Eritrosit : 5juta/µL(N= 3,60 – 5,20 juta/µL), Natrium : 131 mmol/L (N= 135 – 145 mmol/L), Kalium: 2,4 mmol/L (N= 3,5 – 5,5 mmol/L), Clorida : 100 mmol/L (N= 98 – 105 mmol/L)

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.

Dari data diatas penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :

Diagnosa 1 : Kekurangan Volume cairan b.d mual dan muntah. Ditandai dengan : DS : -. DO : keadaan umum lemah, mucosa mulut kering,konjungtiva anemis, capilarry refill 3 detik, muntah ± ½ aqua gelas (120cc) berisi cairan kuning kecoklatan, Nadi :120x/menit, RR 26x/menit, Suhu : 39,5º C, Hasil Lab 10 Juni 2008 Natrium: 131 mmol/L (N= 135 – 145 mmol/L), Kalium: 2,4 mmol/L (N= 3,5 – 5,5 mmol/L), Clorida : 100 mmol/L (N= 98 – 105 mmol/L).

Perencanaan keperawatan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan cairan klien terpenuhi. Kriteria hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal :N : 60 – 80 x / mnt, S : 36º - 37ºC, RR : 16 – 20 x / mnt, mukosa mulut lembab, muntah teratasi,konjungtiva tidak anemis, capilarry refill < style=""> hasil laboratorium normal Natrium: 135 – 145 mmol/L, Kalium: 3,5 – 5,5 mmol/L, Clorida : N= 98 – 105 mmol/L.

Intervensi : Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi. Berikan makanan dan cairan, Berikan support verbal dalam pemberian cairan, Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual, Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Implementasi : Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi. Berikan makanan dan cairan, Berikan support verbal dalam pemberian cairan, Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual, Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi akhir : S : Klien mengatakan sudah dapat minum. O : Tanda – tanda vital dalam batas normal :N : 60 – 80 x / mnt, S : 36º - 37ºC, RR : 16 – 20 x / mnt, mukosa mulut lembab, muntah teratasi, Lingkar lengan atas ideal 16 cm, hasil laboratorium normal Natrium: 135 – 145 mmol/L, Kalium: 3,5 – 5,5 mmol/L, Clorida : N= 98 – 105 mmol/L.. A: Masalah kekurangan cairan dapat teratasi. P : hentikan intervenís

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat Ditandai dengan data – data sebagai berikut : DS: Ibu klien mengatakan sebelum dan saat dirawat tidak napsu makan. DO: K.U: lemah, BB awal mei 2008 9,5 kg saat masuk RS IGD 8,1 kg, muntah ½ gelas Aqua(120cc), Lingkar lengan atas 14 cm ( ideal 16 cm), Hasil Laboratorium tanggal 10 Juni 2008 Hb: 11,6 g/dl (N:13,2-17,3 g/dl), Ht: 38% (N:31-59%).

Perencanaan keperawatan, Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperwatan 3 x 24 jam nutrisi terpenuhi dan berat badan meningkat. Kriteria hasil : BB naik 0.25kg(ideal 12kg), mual dan muntah klien dapat teratasi, napsu makan bertambah, Hb&Ht dalam batas normal (Hb:10.8-15.6 g/dl & Ht: 35-43%).

Intervensi : Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan. Bantu klien makan, selingi makan dengan minum, Monitor hasil lab seperti HB & Ht, Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.

Implementasi : Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan. Bantu klien makan, selingi makan dengan minum, Monitor hasil lab seperti HB & Ht, Atur posisi semifowler saat memberikan makanan. Evaluasi akhir : S: ibu mengatakan susu diberikan sesuai jadwal. O : BB naik 0.3 Kg jadi 9.5kg Hb: 9.2g/dl, Ht: 30%, A : masalah kekurangan nutrisi belum teratasi. P : lanjutkan intervensi Dx.2

Diagnosa 3 : Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulang. Ditandai dengan data – data sebagai berikut : DS : ibu klien bertanya penanganan kejang. DO : penghalang tempat tidur tidak terpasang, S : 38.3ºC, N: 124x/menit, RR:42X/menit

Perencanaan keperawatan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam injuri tidak terjadi. Kriteria hasil : orang tua dapat mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan cidera, mampu melakukan penanganan kejang, menunjukan koping positif.

Intervensi : berikan posisi yang aman, memasang pengaman tempat tidur, memberikan penjelasan kepada orang tua tentang penanganan kejang.

Implementasi : observasi suhu(penyebab kejang), memberikan posisi yang aman, memberikan penjelaan kepada orang tua tentang penanganan kejang..

Evaluasi akhir : S : ibu klien mengatakan sudah tidak terjadi kejang, sudah memasang penghalang. O : S : 37,2ºC, N: 124x/menit, RR: 42X/menit. Klien tidak kejang, pengaman tempat tidur sudah terpasang dengan baik A : masalah resiko injuri tidak terjadi. P: Lanjutkan intervensi Dx.2

.

BAB IV

PENUTUP

Pada bab ini penulis akan membahas contoh asuhan keperawatan pada An.D yang mengalami kejang demam yang telah divas pada bab III serta memberikan saran untuk masalah keperawatan yang harus diintervensi serta berkesinambungan.

A. Kesimpulan

1. Dari hasil pengkajian pada An. D menurut contoh gambaran kasus diatas mendapatkan hasil data yang sesuai dengan teori yaitu seperti adanya kejang demam yang disebabkan demam yang tinggi yaitu dengan suhu 39,5º , tidak ada respon verbal, frekuensi pernapasan meningkat 26 x/menit.

2. Diagnosa keparawatan yang ditemukan pada klien sesuai gambaran kasus diatas yaitu : Kekurangan Volume cairan b.d mual dan muntah, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat, Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulang.

3. Intervensi keperawatan pada An. D telah disusun sesuai dengan teori atau konsep dasar asuhan keperawatan. Intervensi meliputi juga tindakan yang dilakukan secara mandiri dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

4. Implementsi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat dan disesuaikan dengan keadaan klien yang terjadi di rumah sakit.

5. Adapun evaluasi akhir dari keseluruhan asuhan keperawatan yang telah diberikan. Evaluasi dilaksanakan secara sumatif yaitu dengan memberikan kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan secara keseluruhan.

B. Saran

Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :

1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana keperawatan pada pasien dengan kejang demam, pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.

2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan kejang demam maka tugas perawat yang utama hádala sering memantau frekuensi pernapsan anak, memperhatikan posisi anak, pengaman pada tempat tidur anak.

3. Untuk keluarga diharapkan selalu membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan.




DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI

Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

khaidirmuhaj

Baca selengkapnya - KEJANG DEMAM

NURSE, WHO ARE YOU ????

NURSING



Nursing is a healthcare profession focused on the detail-oriented care of individuals, families, and communities in attaining, maintaining, and recovering optimal health and functioning. A nurse assesses, plans, implements and evaluates care independently of medical staff (doctors), and typically provides anything from basic triage care to assistance in serious trauma care and surgery. Modern definitions of nursing describe it as a science and an art that focuses on promoting quality of life as defined by populations, communities, families, and individuals, throughout their life experiences from birth through the end of life. Nursing also focus on health promotion; prevention of illness. Nursing comes in various forms in every culture, although the definition of the term and the practice of nursing has changed greatly over time. The former being known as a wet nurse and the latter being known as a dry nurse. In the 15th century, this developed into the idea of looking after or advising another, not necessarily meaning a woman looking after a child. Nursing has continued to develop in this latter sense, although the idea of nourishing in the broadest sense refers in modern nursing to promoting quality of life.

A U.S. Navy recruiting poster from World War II, showing a Naval nurse with a hospital ship. Prior to the foundation of modern nursing, nuns and the military often provided nursing-like services. The religious and military roots of modern nursing remain in evidence today in many countries. For example: in Britain, senior female nurses are known as ‘‘sisters’’. It was during time of war that a significant development in nursing history arose when Florence Nightingale, working to improve conditions of soldiers in the Crimean War, laid the foundation stone of professional nursing with the principles summarised in the book Notes on Nursing. Other important nurses in the development of the profession include: Mary Seacole, who also worked as a nurse in the Crimea; Agnes Elizabeth Jones and Linda Richards, who established quality nursing schools in the USA and Japan, and Linda Richards who was officially America's first trained nurse, graduating in 1873 from the New England Hospital for Women and Children in Boston.

New Zealand was the first country to regulate nurses nationally, with adoption of the Nurses Registration Act on the 12th of September, 1901. Ellen Dougherty was the first registered nurse. North Carolina was the first state in the United States to pass a nursing licensure law in 1903.

Nurses have experienced difficulty with the hierarchy in medicine that has resulted in an impression that nurses primary purpose is to follow the direction of medics. This tendency is certainly not observed in Nightingale's Notes on Nursing, where the doctors are mentioned relatively infrequently and often in critical tones, particularly relating to bedside manner.

The modern era has seen the development of nursing degrees and nursing has numerous journals to broaden the knowledge base of the profession. Nurses are often in key management roles within health services and hold research posts at universities.

Nursing as a profession

The aim of the nursing community worldwide is standards, and competencies, and continuing their education. There are a number of educational paths to becoming a professional nurse, which vary greatly worldwide, but all involve extensive study of nursing theory and practice and training in clinical skills.



In order to work in the nursing profession, all nurses hold one or more credentials depending on their scope of practice and education. A Licensed practical nurse(LPN) (also referred to as a Licensed vocational nurse, Registered practical nurse, Enrolled nurse, and State enrolled nurse) works under a Registered nurse. A Registered nurse (RN) provides scientific, psychological, and technological knowledge in the care of patients and families in many health care settings. ($30,000-$50,000/yr base). Registered nurses may also earn additional credentials or degrees enabling them to work under different titles.

The high demand for nurses in the US

The demand for nurses has been increasing for several years, spurred by various economic and demographic factors. According to the US Department of Labor, demand for nurses is projected to increase by 23% between 2006 and 2016. Nursing jobs that are in highest demand include registered nurses, licensed practical nurses, certified nurse assistants, and certified medical assistants.

The Department of Labor's estimated increase percentage per nurse employer type is:

25% - Offices of physicians

23% - Home health care services

34% - Outpatient care centers, except mental health and substance abuse

33% - Employment services

23% - General medical and surgical hospitals, public and private

23% - Nursing care facilities

Nursing practice

Nursing practice is primarily the caring relationship between the nurse and the person in their care. In providing nursing care, nurses are implementing the nursing care plan, which is based on a nursing assessment.

Definition

Although nursing practice varies both through its various specialities and countries,is the International Council of Nurses offers the following definition:

' Nursing encompasses autonomous and collaborative care of individuals of all ages, families, groups and communities, sick or well and in all settings. Nursing includes the promotion of health, prevention of illness, and the care of ill, disabled and dying people. Advocacy, promotion of a safe environment, research, participation in shaping health policy and in patient and health systems management, and education are also key nursing roles. '

The use of clinical judgement in the provision of care to enable people to improve, maintain, or recover health, to cope with health problems, and to achieve the best possible quality of life, whatever their disease or disability, until death.[Royal College of Nursing]

Nursing is the protection, promotion, and optimization of health and abilities; prevention of illness and injury; alleviation of suffering through the diagnosis and treatment of human responses; and advocacy in health care for individuals, families, communities, and populations.

The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or well, in the performance of those activities contributing to health or its recovery (or to peaceful death) that he would perform unaided if he had the necessary strength, will or knowledge.

Nursing theory and process

In general terms, the nursing process is the method used to assess and diagnose needs, plan and implement interventions, and evaluate the outcomes of the care provided. Like other disciplines, the profession has developed different theories derived from sometimes diverse philosophical beliefs and paradigms or worldviews to help nurses direct their activities to accomplish specific goals. Currently, two paradigms exist in nursing, the totality paradigm and the simultaneity paradigm.

Practice settings

Nurses practice in a wide range of settings, from hospitals to visiting people in their homes and caring for them in schools to research in pharmaceutical companies. Nurses work in occupational health settings (also called industrial health settings), free-standing clinics and physician offices, nurse-run clinics, long-term care facilities and camps. They also work on cruise ships and in military service. Nurses act as advisers and consultants to the healthcare and insurance industries. Some are attorneys and others work with attorneys as legal nurse consultants, reviewing patient records to assure that adequate care was provided and testifying in court. Nurses can work on a temporary basis, which involves doing shifts without a contract in a variety of settings, sometimes known as per diem nursing, agency nursing or travel nursing.

Work Environment

Internationally, there is a serious shortage of nurses. One reason for this shortage is due to the work environment in which nurses practice. In a recent review of the empirical human factors and ergonomic literature specific to nursing performance, nurses were found to work in generally poor environmental conditions. DeLucia, Ott, & Palmieri (2009) concluded, "the profession of nursing as a whole is overloaded because there is a nursing shortage. Individual nurses are overloaded. They are overloaded by the number of patients they oversee. They are overloaded by the number of tasks they perform. They work under cognitive overload, engaging in multitasking and encountering frequent interruptions. They work under perceptual overload due to medical devices that do not meet perceptual requirements (Morrow et al., 2005), insufficient lighting, illegible handwriting, and poor labeling designs. They work under physical overload due to long work hours and patient handling demands which leads to a high incidence of MSDs. In short, the nursing work system often exceeds the limits and capabilities of human performance. HF/E research should be conducted to determine how these overloads can be reduced and how the limits and capabilities of performance can be accommodated. Ironically, the literature shows that there are studies to determine whether nurses can effectively perform tasks ordinarily performed by physicians. Results indicate that nurses can perform such tasks effectively. Nevertheless, already overloaded nurses should not be given more tasks to perform. When reducing the overload, it should be kept in mind that underloads also can be detrimental to performance (Mackworth, 1948). Considering both overloads and underloads are important to consider for improving performance."

Nursing specialties

Nursing is the most diverse of all healthcare professions. Nurses practice in a wide range of settings but generally nursing is divided depending on the needs of the person being nursed.

The major divisions are:

  • the nursing of people with mental health problems - Psychiatric and mental health nursing
  • the nursing of people with learning or developmental disabilities - Learning disability nursing (UK)
  • the nursing of children - Pediatric nursing.
  • the nursing of older adults - Geriatric nursing
  • the nursing of people in acute care and long term care institutional settings.
  • the nursing of people in their own homes - Home health nursing (US), District nursing and Health visiting (UK).

There are also specialist areas such as cardiac nursing, orthopedic nursing, palliative care, perioperative nursing and oncology nursing, or the specialization to cancer.

References

  1. 'Nurse'. The Oxford English Dictionary 2nd editionOxford University Press. 1989. pp. p603-604. ISBN 0198611862.
  2. Florence Nightingale (1820 — 1910)
  3. Radcliffe, Mark (2000). 'Doctors and nurses: new game, same result'. British Medical Journal 320 (1085): 1085. doi:10.1136/bmj.320.7241.1085. http://www.bmj.com/cgi/content/full/320/7241/1085. Retrieved on 2007-08-14.
  4. Nightingale, Florence (1860) Notes on Nursing Full text online Accessed 14 August 2007
  5. International Council of Nurses Accessed August 2007
  6. US Department of Labor, Bureau of Labor Statistics, Health Care.]
  7. DeLucia, P. R., Ott, T. E., & Palmieri, P. A. (in press). "Performance in nursing". Reviews in Human Factors and Ergonomics (Human Factors and Ergonomics Society)
  8. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Baca selengkapnya - NURSE, WHO ARE YOU ????

Askep Eritroderma

ERITRODERMA

A. DEFINISI

  • Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 ).
  • Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir atau di seluruh tubuh ( www. medicastore . com ).
  • Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap , 2000 : 28 )
  • Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang lebih menyeluruh ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 ).


B. ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :

  1. Eritrodarma eksfoliativa primer

    Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–0 % ).


  2. Eritroderma eksfoliativa sekunder
    1. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
    2. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.
    3. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.

      ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan 2005 : 239 )


C. ANATOMI

Kulit mepunyai tiga lapisan utama : Epidermis , Dermis dan Jaringan sub kutis. Epidermis ( lapisan luar ) tersusun dari beberapa lapisan tipis yang mengalami tahap diferensiasi pematangan.

Kulit ini melapisi dan melindungi organ di bawahnya terhadap kehilangan air , cedera mekanik atau kimia dan mencegah masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Lapisan paling dalam epidermis membentuk sel – sel baru yang bermigrasi kearah permukaan luar kulit. Epidermis terdalam juga menutup luka dan mengembalikan integritas kulit sel – sel khusus yang disebut melanosit dapat ditemukan dalam epidermis. Mereka memproduksi melanin , pigmen gelap kulit. Orang berkulit lebih gelap mempunyai lebih banyak melanosit aktif.


Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :

  1. Stratum Korneum

    Selnya sudah mati , tidak mempunyai intisel , intiselnya sudah mati dan mengandung zat keratin.

  2. Stratum lusidum

    Selnya pipih , bedanya dengan stratum granulosum ialah sel – sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir – butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar.

    Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.

  3. Stratum Granulosum

    Stratum ini terdiri dari sel – sel pipih. Dalam sitoplasma terdapat butir–butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin.

  4. Stratum Spinosum / Stratum Akantosum

    Lapisan yang paling tebal.

  5. Stratum Basal / Germinativum

    Stratum germinativum menggantikan sel – sel yang diatasnya dan merupakan sel – sel induk.

Dermis terdiri dari 2 lapisan :

  1. Bagian atas , papilaris ( stratum papilaris )
  2. Bagian bawah , retikularis ( stratum retikularis )

Kedua jaringan tersebut terdiri dari jaringan ikat lonngar yang tersusun dari serabut – serabut kolagen , serabut elastis dan serabut retikulus

Serabut kolagen untuk memberikan kekuatan pada kulit. Serabut elastis memberikan kelenturan pada kulit.

Retikulus terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada alat tersebut.

Subkutis

Terdiri dari kumpulan – kumpulan sel – sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan serabut – serabut jaringan ikat dermis.

Fungsi kulit :

- Proteksi - Pengatur suhu

- Absorbsi - Pembentukan pigmen

- Eksresi - Keratinisasi

- Sensasi - Pembentukan vit D

( Syaifuddin , 1997 : 141 – 142 )


D. PATOFISIOLOGI

Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.

Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel – sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus.

Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik ( alergik ) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.

( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )

E. PATHWAY

F. MANIFESTASSI KLINIS

  • Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh , sedangkan skuama baru muncul saat penyembuhan.
  • Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan dermatitis seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).
    • Eritroderma karena psoriasis

    Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.

    • Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum )

      Usia pasien antara 4 -20 minggu keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.

    • Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya penyakit pada alat dalam , infeksi dalam dan infeksi fokal. ( Arif Masjoor , 2000 : 121 )


G. KOMPLIKASI

Komplikasi eritroderma eksfoliativa sekunder :

- Abses - Limfadenopati

- Furunkulosis - Hepatomegali

- Konjungtivitis - Rinitis

- Stomatitis - Kolitis

- Bronkitis

( Ruseppo Hasan , 2005 : 239 : Marwali Harhap , 2000 , 28 )


H. PENGKAJIAN FOKUS

Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi infeksi. Kulit yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme pathogen yang akan memperberat inflamasi antibiotik , yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.


  1. Biodata
    1. Jenis Kelamin

    Biasnya laki – lak 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.

    1. Riwayat Kesehatan
  • Riwayat penyakit dahulu ( RPM )

    Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien planus , psoriasis , pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis. Seboroik dan dermatosiss atopik , limfoblastoma.

  • Riwayat Penyakit Sekarang

Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama kulit.


  • Pola Fungsi Gordon
    • Pola Nutrisi dan metabolisme

      Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien ( dehidrasi ).

    • Pola persepsi dan konsep diri
      • Konsep diri

        Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan / lembaran zat tanduk yang besr – besar seperti keras selafon , pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.

    • Pemeriksaan fisik

      a. KU : lemah

      b. TTV : suhu naik atau turun.

      c. Kepala

      Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.

      d. Mulut

      Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.

      e. Abdomen

      Adanya limfadenopati dan hepatomegali.

      f. Ekstremitas

      Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.

      g. Kulit

      Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.

      ( Marwali Harahap , 2000 : 28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 , Brunner & Suddarth , 2002 : 1878 ).


DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI

1. Gangguan integritas kulit bd lesi dan respon peradangan

Kriteria hasil : - menunjukkan peningkatan integritas kulit

- menghindari cidera kulit

Intervensi

  1. kaji keadaaan kulit secara umum
  2. anjurkan pasien untuk tidak mencubit atau menggaruk daerah kulit
  3. pertahankan kelembaban kulit
  4. kurangi pembentukan sisik dengan pemberian bath oil
  5. motivasi pasien untuk memakan nutrisi TKTP

2. Gangguan rasa nyaman : gatal bd adanya bakteri / virus di kulit

Tujuan : setelah dilakuakn asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi luka pada kulit karena gatal

Kriteria hasil : - tidak terjadi lecet di kulit

  • pasien berkurang gatalnya

Intervensi

  1. beritahu pasien untuk tidak meggaruk saat gatal
  2. mandikan seluruh badan pasien ddengan Nacl
  3. oleskan badan pasien dengan minyak dan salep setelah pakai Nacl
  4. jaga kebersihan kulit pasien
  5. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal

3. Resti infeksi bd hipoproteinemia

Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : - tidak ada tanda – tanda infeksi

( rubor , kalor , dolor , fungsio laesa )

- tidak timbul luka baru

Intervensi

  1. monitor TTV
  2. kaji tanda – tanda infeksi
  3. motivasi pasien untuk meningkatkan nutrisi TKTP
  4. jaga kebersihan luka
  5. kolaborasi pemberian antibiotik


DAFTAR PUSTAKA


  • Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Jakarta : EGG
  • Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC
  • Harahap Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates
  • Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI
  • Mansjoer , Arief , 2000 , Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta : EGC
  • Syaifudin , 1997 , anatomi Fisiologi , Jakarta : EGC
Baca selengkapnya - Askep Eritroderma

KOTAK PENCARIAN:

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN:

=====
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...