Bedah Laparoskopi - Minimal Invasif

"Bedah Laparoskopi - Minimal Invasif
Dengan Bedah laparoskopi, lebar sayatan pada dinding perut dapat diminimalkan, sehingga kerusakan otot perut juga dapat dikurangi. Akibatnya penderita dapat menjalani rawat inap yang lebih singkat dan nyeri yang dirasakan juga amat sangat minimal.
Dengan laparoskopi, selain objek organ yang hendak dioperasi kita dapat juga melihat keadaan organ lain lewat beberapa sayatan yang sangat amat kecil (1/2 cm). Amat sangat berguna bagi mereka yang gemuk, kasus TB atau dalam keadaan malnutrisi dimana proses penyembuhan lukanya sulit, anak-anak atau orang dewasa dengan banyak kelainan dalam rongga perutnya yang pada saat operasi perlu di 'lihat' juga.
Ada yang punya pengalaman dengan tehnik laparoskopi ?
Blog ini khusus buat mereka-mereka yang dalam waktu dekat ini berurusan dengan dokter bedah, akan menjalani pembedahan, mempunyai kerabat/saudara yang mau menjalani pembedahan atau buat mereka yang pengen tauk soal bedah .... juga buat pemerhati Ilmu Bedah ... mangkanya ditunggu dong komentarnya ....
"
Baca selengkapnya - Bedah Laparoskopi - Minimal Invasif

USUS MALAS / USUS PARALITIK / KEMBUNG TERUS MENERUS

USUS MALAS / USUS PARALITIK / KEMBUNG TERUS MENERUS

Setelah menjalani operasi besar pada rongga perut misalnya operasi laparatomi eksplorasi (operasi dengan sayatan tengah perut ) kadang-kadang disertai dengan komplikasi terjadinya usus yang malas bekerja. Usus malas ditandai dengan adanya kembung, belum flatus / buang angin, mual dan muntah dan belum bisa BAB (buang air besar) untuk waktu yang relatif lama. Pada keadaan ini dokter akan memasang selang lewat hidung untuk membantu dekompresi / pengosongan isi usus . Pasien diharuskan puasa sehingga kebutuhan nutrisi didapat dari cairan infus. Pada keadaan yang sudah jauh lebih baik, pasien dapat diperbolehkan minum sedikit-sedikit atau hanya basah-basah bibir atau isap-isap permen. Sambil dievaluasi dengan melihat hasil produksi pada selang hidung, pasien dapat mulai melakukan mobilisasi bertahap, mika miki (miring kanan miring kiri), duduk bersandar, duduk tanpa bersandar, berdiri dan jalan. Jika dilakukan foto ronsen abdomen 3 posisi, kadang-kadang tampak seperti ada sesuatu yang menyumbat usus, dimana udara tidak mencapai daerah bawah. Meskipun demikian jika dokter tidak menemukan gambaran atau gerakan usus yang khas terlihat pada kasus dimana terjadi sumbatan yang memerlukan operasi segera, maka pengobatan pada pasien tersebut selain obat-obatan inti adalah puasa, puasa dan puasa. Foto ronsen abdomen 3 posisi biasanya akan diulang lagi untuk evaluasi.
Pada pasien atau keluarga pasien yang kurang mengerti tentang penyakit yang ia derita, seringkali merasa khawatir, cemas karena harus tinggal lama di RS tanpa diperbolehkan makan dan minum disertai dengan kembung plus tanpa BAB dalam waktu lama.
Pada kasus ini dibutuhkan kesabaran, ketaatan pasien untuk menerima instruksi dari perawat dan Dokter. Keluarga tentu saja memberikan semangat. Saran pada pasien dan keluarga pasien yang mengalami usus malas / usus paralitik setelah operasi 1) Pada saat dilakukan pemasangan NGT / selang melalui hidung, sering menimbulkan rasa tidak nyaman, dihadapi saja – tabah. 2 ) Sering harus dilakukan pemasangan kateter uretra (selang untuk BAK – buang air kecil) untuk menilai kecukupan cairan yang dimasukkan tubuh, alat ini juga sering menimbulkan rasa tidak nyaman. 3) Setiap hari harus mendisiplinkan diri untuk melakukan mobilisasi, mobilisasi jangan menunggu kalau perawat atau dokter datang. Tiap 8 jam belajar untuk miring kanan, jika belum sempurna miring / full miring maka punggung bisa diganjal dengan guling terlebih dahulu, kemudian 8 jam lagi miring kiri demikian seterusnya. Jika rasa sakit pada luka operasi sudah tak tertahan, mintakan obat penghilang rasa sakit pada perawat. Rasa sakit pada bekas luka operasi jangan menghalangi untuk melakukan mobilisasi. Hal ini lakukan terus menerus, tiap hari harus ada semangat untuk melakukan mobilisasi, tetapkan target untuk bisa duduk, berdiri dan jalan. Yang penting jangan lupa untuk terus semangat ! 4) Tetap bersabar jika melihat segelas teh manis hangat yang tersaji untuk keluarga yang menunggu, jangan tergoda untuk diminum begitu pula kalau melihat makanan atau buah di depan mata yang dibawa oleh pengunjung yang besuk.
Jika tiba saatnya maka usus akan dapat bekerja lagi. Berikan dukungan moril pada pasien, agar dapat melewati keluhan tersebut dengan ikhlas.
Ada yang ingin berbagi soal pengalaman mengalami “usus malas” sehingga harus berhari-hari bahkan berminggu-minggu istirahat di RS ?
Blog ini khusus buat mereka-mereka yang dalam waktu dekat ini berurusan dengan dokter bedah, akan menjalani pembedahan, mempunyai kerabat/saudara yang mau menjalani pembedahan atau buat mereka yang pengen tauk soal bedah .... juga buat pemerhati Ilmu Bedah ... mangkanya ditunggu dong komentarnya ....
"
Baca selengkapnya - USUS MALAS / USUS PARALITIK / KEMBUNG TERUS MENERUS

JIKA HARUS MENJADI PASIEN BEDAH

JIKA HARUS MENJADI PASIEN BEDAH
1. Pilih Dokter Spesialis Bedah yang mantap di hati.
Mantap di hati maksudnya baru melihat dokter Bedahnya, kita langsung 'sreg' - percaya - yakin bahwa saya datang pada Dokter yang tepat.
Untuk mencari dokter yang seperti ini, banyak tanya kepada rekan-rekan - tetangga - saudara yang kebetulan pernah menjadi pasien bedah. Pasti mereka akan merekomendasi coba ke dokter ini saja atau ke dokter itu saja dll. Banyak cari informasi melalui milist (mailing list), pasti banyak rekan senasib yang pernah jadi pasien bedah, cari informasi juga melalui majalah kesehatan popular yang sering menampilkan banyak nama dokter Bedah beserta keahliannya dan 'sepak terjang'nya. Dokter yang mantap di hati, komunikasi nya harus jelas, 'nyambung' jangan sampai ada miskomunikasi. Usahakan bertemu dengan dokter Bedah yang mau menjelaskan sedetail-detailnya segala kegundahan dan ganjalan yang kita rasakan. Mulai dari diagnosa penyakit, komplikasi, efek samping, keberhasilan terapi dll.
2. Memilih RS yang tepat.
Dengan memilih RS yang 'cocok'artinya RS yang dapat menuntaskan permasalahan kesehatan yang menimpa pasiennya, maka dokter Bedah yang bekerja didalamnya minimal juga akan cocok di hati pula. Jika RS tsb 'diduga' a) jumlah pasien yang datang setiap harinya sedikit - RS nya sepi seperti kuburan hanya 1-2 pasien lalu lalang harus dicurigai !! b) Jika dokter spesialis untuk 5 penyakit besar hanya tertulis 'dengan perjanjian' di daftar nama dokter - inipun harus dipertanyakan c) RS yang dalam perjalanan panjang baru menjadi RS juga harus di waspadai karena belum tentu sekarang ini ia betul-betul mantap menangani banyak kasus selayaknya RS, kecuali jika RS tersebut, fisik bangunan nya total di rubah dengan perubahan susunan orang-orang yang bekerja di dalamnya d) RS pendidikan, harus sabar antri dan tabah jika diperiksa bukan oleh dokter yang dimaksud (karena tidak jarang kunjungan ke ruang periksa diwakilkan pada dokter yang lain) ; dan harus tabah jika sering di visit / dikunjungi oleh banyak dokter yang berganti-ganti ; kebaikannya di RS pendidikan, lengkap berkumpul dokter-dokter yang ahli di bidangnya masing-masing dan tentu saja dengan pengalaman yang luar biasa menangani banyak kasus. e) RS dengan ISO bisa menjadi pilihan untuk menenangkan hati karena biasanya semua sistim yang berada didalamnya amat sangat menenangkan.
3. Ingatlah bahwa Setiap tindakan Bedah adalah berarti membuat luka baru pada tubuh.
Jadi tindakan pembedahan (apapun) pasti dapat melahirkan komplikasi-komplikasi. Hal-hal inilah yang harus digali lebih banyak dari Dokter bedahnya, bagaimana kemungkinan komplikasi yang terjadi dan cara mengatasinya.
4. Harus banyak tanya tentang penyakit nya dan perkembangan terapi.
5. Harus patuh terhadap ketentuan yang diberikan oleh perawat di ruangan (jika harus rawat inap)

Ada yang pernah menjadi pasien Bedah ? mungkin ada yang mau ditambahkan ?
Blog ini khusus buat mereka-mereka yang dalam waktu dekat ini berurusan dengan dokter bedah, akan menjalani pembedahan, mempunyai kerabat/saudara yang mau menjalani pembedahan atau buat mereka yang pengen tauk soal bedah .... juga buat pemerhati Ilmu Bedah ... mangkanya ditunggu dong komentarnya ....
"
Baca selengkapnya - JIKA HARUS MENJADI PASIEN BEDAH

Shock Anafilaksis

Shock Anafilaksis: "Tidak terdapat definisi universal yang diterima tentang definisi anafilaktik dan reaksi anafilaktik. Anafilaksis merupakan kalimat yang digunakan untuk menggambarkan reaksi hypersensitifitas yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE). Reaksi anafilaksis sama tetapi tidak tergantung pada hypersensitifitas.

Tanda dan Gejala

Reaksi anafilakstik sangat bervriasi dalam berat dan lamanya gejala. Beberapa reaksi muncul dalam hitungan jam dan yang lain muncul setelah 24 jam

Pasien yang menderita anafilaksis memiliki reaksi satu atau lebih dari gejala berikut:

  1. angio-oedema
  2. urticaria
  3. dyspnoea
  4. hypotension yang disebabkan karena vasodilatasi dan kehilangann plasma dari kompartemen darah.

Gejala lain terdiri dari:

  1. rhinitis
  2. konjunctivitis
  3. abdominal pain
  4. muntah
  5. diare
  6. pucat

Pengkajian

Pemerisaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik haru dilakukan pada kesempatan pertama bertemu pasien. Riwayat kesehatan sebelumnya samap pentingnya dengan reaksi yang sedang berlangsung..

Harus disadari bahwa pasien dapat saja meningggalyang disebabkan karena reaksi anafilaksis.

Pendekatan ABCDE

Airway

  1. pastikan kepatenan jalan napas
  2. atur posisi pasien
  3. siapkan gudel atau nasofaringeal jika perlu
  4. pertimbangkan untuk melakukan instubasi jika pasien tidak dapat mempertahankan jalan napas.

Breathing

  1. berikan oksigen tekanan tinggi
  2. monitoring saturasi oksigen untuk mempertahankan saturasi diatas 92%
  3. monitor frekuensi napas
  4. kaji ventilasi dengan bag valve mask jika perlu
  5. ukur Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)
  6. pertimbangkan pemberian nebulise Salbutamol melalui oksigen

Circulation

  1. lakukan pemberian intravena
  2. monitoring jantung
  3. rekam EKG
  4. monitor tekanan darah setiap 5 menit
  5. jika hypotensi (BP <>
  6. Berikan 1:1,000 0.5 ml (500 mcg) IM.
  7. Ulangi pemberian adrenalin dalam waktu 5 menit jika tidak ada perubahan klinis.

Disability

Kaji dengan menggunakan AVPU atau Glasgow Coma Scale:

A – alert (kesadaran)

V – respon terhadap perintah verbal

P – respon terhadap nyeri

U – unresponsive/tidak berespon

Exposure

  1. perhatikan adanya kemerahan dan luka pada kulit
  2. jika tidak yakin dengan penyebab, cari tanda adanya gigitan serangga, dan ular.

Tanda ancaman kehidupan

  1. stridor
  2. wheezing
  3. cyanosis
  4. tachikardi
  5. penurunan capillary refill time (CRT)
Jika pasien menunjukan adanya gejala tersebut, segera minta pertolongan dan berikan adrenalin secepatnya.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Baca selengkapnya - Shock Anafilaksis

Pengkajian Keperawatan: Riwayat Kesehatan

Pengkajian Keperawatan: Riwayat Kesehatan: "

Riwayat kesehatan pasien merupakana sesuatu yang sangat penting dalam melakukan diagnosis. Riwayat kesehatan dapat menjelaskan 80% lebih tentang diagnosa pasien. Riwayat kesehatan pasien harus berfokus kepada masalah yang sedang berlangsung

P : provocative/palliative apa yang menyebabkan nyeri tambah buruk dan lebih baik

Q : qualitas nyeri, jelaskan nyeri seperti apa yang dirasakan? Atau apakah nyeri itu tajam atau tumpul?

R : region/radiation, dibagian tubuh mana nyeri ada? Apakah nyeri tersebut menyebar atau bergrak ke lokasi lain?

S : severity, dijelaskan dengan menggunakan skala numeric dari 0 – 10 atau dengan skala wajah bahagia-sedih.

T : timing/temporal, yang harus ditanyakan “kapan nyeri itu dimulai? Berapa lama nyeri itu dairasakan? Apa yang anda lakukan pada saat nyeri itu timbul?

Panduan tambahan untuk menemukan riwayat kesehatan

A : (Allergi) kaji riwayat allergi pasien terhadap pengobatan, latek dan kapan alerginya.

M :(Medication) kaji tentang obat yang dikonsumsi baik sesuai resep atau tidak

P : (Previous) kaji riwayat pengobatan masa lalu, jika pasien memiliki gejala yang sama sebelumnya

L : (Last Meal) kaji makan sebelumnya, mengkaji makanan dilakukan untuk mengetahui kepatenan jalan napas andaikata akan dilakukan prosedur bedah atau sedasi

T : (Tetanus) kaji imunisasi tetanus yang dilakukan, seharusnya immunisasi tetanus dilakukan dalam waktu 5 – 10 tahun sekali

O : (Other associated symptom/operation) kaji tentang gejala-gejala yang muncul sebelumnya termasuk operasi sebelumnya

E :(events/ emergency medical system (EMS)/environment) kaji tentang prosedur emergency yang dilakukan selama dalam perjalanan termasuk juga komplikasi yang terjadi pada saat perjalanan. Disamping itu kaji juga tentang lingkungan (panas, dingin, atau kondisi/situasi saat pasien ditemukan)
"
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Baca selengkapnya - Pengkajian Keperawatan: Riwayat Kesehatan

Etika Penelitian Keperawatan

Etika Penelitian Keperawatan: "Dalam masa modern ini pelanggaran terhadap moral tidak boleh terjadi.
Pengalaman kedokteran NAZI pada tahun 1930an – 1940an merupakan contoh pelanggaran etik yang sangat terkenal. Program penelitian Nazi melibatkan tawanan perang dan ras tertentu dalam mengetes daya tahan manusia dan reaksi manusia terhadap penyakit dan obat yang tidak di test. Penelitian ini tida beretika bukan hanya mereka mendapatkan penyiksaan secara fisik akan tetapi mereka juga tidak memiliki kesempatan untuk menolak berpartisipasi

Beberapa penelitian yag melanggar etik diantaranya penelitian yang dilakukan tahun 1932 dan 1972 yang dikenal sebagai The Tuskegee Syphilis Study, yang disponsori oleh Departemen Kesehatan yang mengidentifikasi efek syphilis pada 400 laki-laki dari komunitas Afrika-Amerika. Contoh lain adalah menginjeksi sel kanker hidup pada pasien orang tua di Rumah Sakit Penyakit Kronis Yahudi di Brooklyn, yang tidak menjelaskan dahulu kepada pasien.

Kode Etik
Kode etik penelitan internasional yang dinamakan sebagai Nuremberg Code, dibuat setelah kejadian yang dilakukan oleh NAZI. Pada tahun 1964 Declaration Helsinki, diadopsi oleh World Medical Association dan direvisi pada tahun 2000.

Penelitian dalam Keperawatan
The American Nurses’ Association (ANA) pada tahun 1995 membuat Ethical Guidelines in the Conduct, Dissemination, and Implementation of Nursing Research (Silva, 1995). The American Sociological Association mempubilkasikan revisi kode etik pada tahun 1997. American Psychological Association (1992) mempublikasikan panduan berupa Ethical Principles of Psychologists and Code of Conduct.

Alamat web yang terkait dengan etika penelitian
The Office of Human Research Protections (OHRP): http://ohrp.osophs.dhhs.gov
Canadian policies, from the Tri-Council Policy Statement of the Natural Sciences and Engineering Research Council of Canada (NSERC): http://www.nserc.ca/programs/ethics/english
American Psychological Association: http://www.apa.org/ethics/code.html
American Sociological Association: http://www.asanet.org/members/ecoderev.html


Prinsip Etik dalam Penelitian KeperawatanEthical
  1. Menghormati otonomi partisipan, penjelasan kepada partisipan tentang derajat dan lama keterlibatan tanpa konsekuensi negatif dari penelitian
  2. Mencegah, meminimalkan kerugian dan atau meningkatkan manfaat bagi semua partisipan.
  3. Menghormati kepribadian partisipan, keluarga dan nilai yang berati bagi partisipan.
  4. Memastikan bahwa keuntungan dan akibat dari penelitian terdistribusi secara seimbang
Tujuan
  1. Menjaga privasi partisipan
  2. Memastikan integritas etik selama penelitian
  3. Melaporkan semua kemungkinan yang terjadi dalam penelitian
  4. Mempertahankan metodologi dan profesionalitas untuk peningkatan pelayanan keperawatan
  5. Pada penelitian yang melibatkan binatan harus mendapatkan keuntungan yang maksimum dengan sedikit menyebabkan kerugian dan penderitaan bagi binatang.
Prinsip Etik
  1. THE PRINCIPLE OF BENEFICENCE
  2. THE PRINCIPLE OF RESPECT FOR HUMAN DIGNITY
  3. THE PRINCIPLE OF JUSTICE
Beneficience
  1. Satu dari banyak prinsip etik adlah beneficience
  2. Diatas segalanya, tidak merugikan
  3. Freedom From Harm
  4. Freedom From Exploitation
  5. Benefits From Research
  6. The Risk/Benefit Ratio


Penghormatan pada martabat manusia
Merupakan prinsip etik yang kedua.
Terdiri dari:
  1. the right to self-determination
  2. the right to full disclosure

The Right to Self-Determination
  1. manusia sebagai mahluk bebas memiliki otonomo untuk mengatur kehidupannya
  2. berarti dalam penelitian manusia boleh ikut serta atau tidak tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
  3. berhak bertanya, menolak informasi yang diberikan, meninta klarifikasi, dan mengahiri keikutsertaannya

The Right to Self-Determination
  1. manusia meniliki ha untuk menentukan apa yang akan dilakukan termasuk bebas dari paksaan dalam jenis apapun.
  2. jaminan dari paksaan sangat diperlukan mengingat peneliti memiliki ototritas, dapat mengontrol dan mempengaruhi partisipan potensial

Prinsip Keadilan
Prinsip etik umum ketiga
Terdiri dari:
  1. right to fair treatment
  2. right to privacy

The Right to Fair Treatment
  1. partisipan berhak untuk mendapatkan keadilan dan tindakan yang sama sebelum, selama dan setelah penelitian
  2. tidak ada diskriminasi dalam pemilihan partisipan
Hak Privacy
Dalam memenuhi hak ini biasanya nama partisipan dirahasiakan. partisipan berhak mendapatkan kerahasiaan atas apa yang telah dia lakukan dalam penelitian. partisipan juga harus diberitahu apa hasil dari penelitian tersebut.

Isi dari Informed Consent
  1. status partisipan
  2. tujuan penelitian
  3. jenis data
  4. prosedur penelitian
  5. komitmen yang akan dilakukan
  6. sponsor
  7. proses pemilihan partisipan
  8. resiko dari penelitian
  9. kemungkinan keuntungan dari penelitian
  10. alternatif yang dapat dipilih partisipan
  11. kompensasi
  12. kerahasiaan
  13. persetujuan jadi sukarelawan
  14. hak untuk menarik diri dari penelitan
  15. alamat yangd apat dihubungi jika ada sesuatu
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Baca selengkapnya - Etika Penelitian Keperawatan

Asuhan Keperawatan Pada Kanker

Asuhan Keperawatan Pada Kanker: "

Penamaan Kanker
Dinamakan bedasarkan jaringan asalnya. Sarcoma berasal dari jaringan mesodermal yang terdiri dari jaringan ikat, tulang, kartilage, lemak, otot dan pembulh darah. Osteosarcoma menunjukan kanker tulang. Carcinoma menunjukan tumor yang berasal dari jaringan epitel seperti membran mukosa dan kelenjar (termasuk didalamnya kanker payudara, ovarium, dan paru) Kanker sumsum tulang disebut dengan myeloma. Sementara kanker darah atau hemopoietik dikenal sebagai balstoma dan tumor dapat meliputi kanker lympe, eritrosit, dan sel mieloid. Leukemias menjelaskan tentang kanker yang berasal dari sel darah putih yang dapat di golongkan menjadi myeloid, lymphatik atau monositik

Metastase
Kemampuan sel tumor untuk pindah ke tempat lain dan membentuk tumor sekunder. Banyak pasien yang meninggal karena metastase kanker ke organ vital daripada karena tumor primernya.

Tumor metastase melalui:
  1. Pembuluh limphe
  2. Pembuluh darah
  3. Jaringan menempel
  4. Rongga dalam tubuh dari organ ke organ misalnya dari lambung ke ovarium
Nyeri pada kanker disebabkan kanker mempengaruhi ujung syaraf

Pengobatan utama:
  1. Pembedahan
  2. Radiotherapy
  3. Chemotherapy
Pembedahan
  1. Jika tumor masih kecil atau ada alasan lain yang memungkinkan operasi.
  2. Biasanya disertai dengan chemotherapy atau radiotherapy.
Radiotherapy
  1. Menggunakan X-ray atau radiopharmaceuticals (radionuclides)
  2. Pada X-ray therapy, radiasi diberikan secara lokal untuk menghindari kerusakan jaringan sehat lainnya.


kemoterapi
Chemotherapy digunakan untuk menghancurkan sel secara selektif. Nitrogen mustards obat yang pertama digunakan. Keuntungan dapat diberikan secara intravena dan dapat menyebar sehingga sel kanker jadi hancur. Kerugian cytotoxic seperti:
  1. Depresi sumsum tulang
  2. Lesi saluran pencernaan
  3. Kehilangan rambut
  4. Mual
  5. Resistensi
Peran Prawat
  1. Memberi dukungan klien  prosedur diagnostik
  2. Mengenali kebutuhan psiko-sosial dan spiritual
  3. Memenuhi kebutuhan cairan & nutrisi klien
  4. Memberi bantuan bagi klien yang mendapat pengobatan anti kanker / terhadap keganasan
  5. Membantu klien fase penyembuhan / rehabilitasi
  6. Membantu klien untuk tindak lanjut pengobatan

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Infeksi
  1. Kaji resiko yang dapat terjadi akibat depresi sistem imun:
  2. Jenis, dosis, cara pemberian kemoterapi
  3. Stressor yang sedang dialami klien dan kemampuan koping yang dimiliki
  4. Kebiasaan kebersihan diri
  5. Pola tidur
  6. Pola makan
  7. Pola eliminasi
  8. Riwayat & pemeriksaan fisik
  9. Tanda-tanda infeksi: demam, adanya nyeri menelan, nyeri saat eliminasi, adanya exudat
  10. Tanda perdarahan: pusing, adanya perdarahan
  11. Tanda anemia: pucat, lemah, sesak nafas saat aktifitas
  12. Fungsi pernafasan & suara nafas
  13. Laboratorium: DPL

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Infeksi (lanjutan)
  1. Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3
  2. Lindungi klien dari terpaparnya bakteri
  3. Tempatkan klien di ruang isolasi
  4. Pasang papan pengumuman di pintu masuk ruang isolasi klien yang menginformasikan: pengunjung harus cuci tangan sebelum masuk, pengunjung yang FLU dilarang masuk dan DILARANG membawa buah, bunga atau sayuran segar ke ruangan klien
  5. Pasang papan pengumuman yang menginformasikan TIDAK BOLEH menginjeksi per-IM dan mengukur suhu per-rektum
  6. Rencanakan program kebersihan mulut, mandi sehari sekali, dan kebersihan area perineum dalam kegiatan perawatan klien
  7. Kaji tempat penusukan infus, ganti balutan dengan teknik aseptik 2 hari sekali atau apabila ada tanda-tanda plebitis
  8. Hindari tindakan invasif (jika memungkinkan)
  9. Cuci tangan sebelum merawat klien, tidak menempatkan petugas kesehatan yang FLU (atau infeksi lain) atau yang merawat klien yang terinfeksi di ruang isolasi
  10. Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3
  11. Kaji terus menerus adanya infeksi pada klien
  12. Monitor tanda vital terutama pada peningkatan temperatur
  13. Monitor angka lab neutrofil
  14. Kaji tanda infeksi seperti kemerahan, adanya peradangan di area tertentu (mukosa mulut, tempat bekas penusukan suntik/infus, dll)
  15. Monitor perubahan warna urin, sputum & feses
  16. Diskusikan tanda & gejala infeksi yang terjadi ke dokter yang bertanggung jawab, kolaborasi perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan kultur, pemberian antipiretik & antibiotik

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Cedera: Perdarahan
  1. Lakukan tindakan khusus jika trombosit <>
  2. Cegah klien dari trauma dan resiko perdarahan
  3. Pasang tanda DILARANG injeksi per IM dan pemberian obat aspirin
  4. Minimalkan penusukan vena atau tekan bekas penusukan minimal 5 menit
  5. Ajarkan cara sikat gigi dengan sikat gigi lembut, hindari penggunaan dental floss
  6. Pasang pembatas tempat tidur
  7. Cegah konstipasi dengan pemberian cairan minimal 3 L/hari

Monitor terjadinya perdarahan
  1. Kaji tanda infeksi dini: petekie, ekimosis, epistaksis, darah di feses, urin, dan muntahan
  2. Perubahan tekanan darah ortostatik >10 mmHg atau nadi >100/mnt
  3. Monitor hematokrit & trombosit
  4. Lapor dokter jika ada tanda perdarahan

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko gangguan Perfusi Jaringan
  1. Kaji tanda dan gejala anemia
  2. Hematokrit: 31-37% (anemia ringan), 25-30% (anemia sedang), <25%>
  3. Tanda anemia ringan: pucat, lemah, sesak ringan, palpitasi, berkeringat dingin; anemia sedang: meningkat tingkat keparahan tanda dari anemia ringan; tanda anemia berat: sakit kepala, pusing, nyeri dada, sesak saat istirahat, dan takikardi)
  4. Anjurkan klien untuk merubah posisi secara bertahap, dari tidur ke duduk, dari duduk ke berdiri.
  5. Anjurkan latihan nafas dalam selama perubahan posisi.
  6. Kaji respon pemberian transfusi, menjadi lebih baik atau tetap.
  7. Kaji pula perubahan hematokrit setelah transfusi
  8. Kaji adanya ketidak mampuan melakukan aktifitas, dan kebutuhan klien akan Oksigen
  9. Kolaborasikan ke gizi & anjurkan klien untuk mendapatkan diet tinggi Fe (zat besi)
  10. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Ketidakmampuan melakukan aktifitas akibat anemia
  11. Anjurkan klien untuk meningkatkan frekuensi & kualitas istirahat & buatkan daftar aktifitas-istirahat
  12. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi diet tinggi zat besi seperti hati, telur, daging, wortel dan kismis

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Keseimbangan Cairan
  1. Anjurkan klien untuk minum 3L/hari
  2. Monitor intake-output tiap 4 jam
  3. Kaji frekuensi, konsistensi & volume diare/muntah
  4. Kaji turgor kulit, kelembaban mukosa
  5. Beri obat antidiare/antimuntah sesuai program
  6. Rawat area kulit perineum dengan salep betametasone atau Zinc
  7. Beri cairan rehidrasi (cairan fisiologis) per-infus sesuai program
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Integritas Mukosa Mulut
  1. Kaji & catat kondisi mukosa mulut (lidah, bibir, dinding & langit-langit mulut) & kaji adanya stomatitis tiap shift. Ajarkan pada klien cara mendeteksi dini adanya stomatitis
  2. Kaji kenyamanan & kemampuan untuk makan & minum
  3. Kaji status nutrisi klien
  4. Anjurkan & ajarkan klien membersihkan mulut (kumur-kumur) tiap 2 jam
  5. Gunakan cairan fisiologis, atau campuran cairan fisiologis dan BicNat (1 sdt dicampur 800 cc air) tiap 4 jam atau,
  6. Gunakan larutan H2O2 dg perbandingan 1 : 4, atau
  7. Obat kumur Listerine®
  8. Anjurkan & ajarkan sikat gigi dan menggunakan dental floss, & tidak dilakukan jika leukosit <1500/mm3>
  9. Anjurkan & jelaskan klien untuk melepas gigi palsu saat kumur-kumur & saat sedang iritasi mukosa
  10. Anjurkan & ajarkan klien untuk melembabkan mulut dengan cara banyak minum dan menggunakan pelembab bibir
  11. Hindarkan makanan yang merangsang (pedas, panas & asam) & jelaskan pada klien

Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Rasa Nyaman akibat Stomatitis
  1. Berikan (kolaborasi) obat kumur yang mengandung xylocain 2% 10-15 cc per kumur dilakukan tiap 3 jam
  2. Kolaborasikan perlunya pemberian analgesic sedang-kuat per parenteral (mis. Morphin)
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan komunikasi verbal akibat nyeri di mulut
  1. Kaji kemampuan komunikasi klien
  2. Kaji adanya sekret yang kental yang sulit untuk dikeluarkan, anjurkan minum hangat
  3. Sediakan alat komunikasi yang lain seperti papan tulis atau buku jika klien tidak dapat berkomunikasi verbal
  4. Responsif terhadap bel panggilan dari klien
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Integritas Kulit Perineum akibat diare
  1. Kaji area kulit perineum
  2. Anjurkan untuk membersihkan menggunakan sabun lembut saat membilas sesudah bab
  3. Oleskan anastetik topikal K/P
  4. Gunakan pampers untuk menjaga keringnya area perineum
  5. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Terjadi Nefrotoksik akibat Kemoterapi
  6. Hidrasi dengan cairan fisiologis 100-150cc/jam atau sampai cairan urin bening
  7. Diuresis dengan furosemid sesuai dg program
  8. Ukur pH urin (pH > 7)
  9. Cegah dehidrasi dan muntah yang masif
  10. Hidrasi pasca kemoterapi minimal 3L/hari
  11. Monitor hasil lab ureum, creatinin
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Gangguan Citra Diri akibat Alopesia
  • Kaji resiko terjadi alopesia, obat kemoterapi yang digunakan
  • Jelaskan penyebab dari alopesia dan dampak yang terjadi, yaitu alopesia terjadi sejenak, dapat tumbuh rambut yang baru
  • Anjurkan klien menceritakan perasaannya
  • Anjurakan klien mencukur rambutnya yang panjang
  • Anjurkan klien mencoba memakai kerudung, wig, topi atau selendang
  • Ikutkan klien pada kegiatan pasien alopesia di RS
  • Ajarkan cara perawatan kulit kepala dengan menggunakan sampoo baby, “sun cream”, dll
  • Jika terjadi kerontokan alis & bulu mata, gunakan kacamata hitam & topi jika bepergian
Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Disfungsi Seksual akibat Kemoterapi
  1. Bina rasa saling percaya
  2. Kaji pengetahuan klien tentang efek penyakit dan pengobatannya pa da fungsi seksual
  3. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendiskusikan masalah klien
  4. Mendiskusikan strategi menghadapi disfungsi seksual
  5. Alternatif pengekspresian seksual
  6. Alternatif posisi yang meminimalkan nyeri
  7. Melakukan aktifitas seksual saat kondisi tubuh fit
  8. Membantu mengetahui perasaan seksual dirinya dan pasangannya
  9. Penjelasan dampak kemoterapi pada fungsi seksual
  10. Mendiskusikan alternatif pola dalam keluarga
  11. Mengajak orangtua klien untuk merawat anaknya
  12. Menganjurkan klien yang sulit punya anak untuk adopsi

Terapi Komplementer/Herbal dalam Intervensi Keperawatan Klien Kanker, Sebuah Tantangan
  1. Kesempatan dalam mengembangkan kewenangan keperawatan
  2. Digunakan pada stadium dini atau alternatif terapi medis
  3. Umumnya belum melalui penelitian klinis pada pasien
  4. Selalu berkolaborasi dengan dokter jika terjadi sesuatu kondisi diluar kemampuan perawat
  5. Jika menjalani pengobatan dengan kemoterapi, ramuan diminum setelah dua minggu sejak kemoterapi dilakukan.
  6. Bila dokter memberi obat, ramuan sebaiknya diminum dua jam sebelum atau setelah mengonsumsi obat dari dokter.
  7. Jenis terapi komplementer/herbal sangat banyak, namun diuraikan hanya sebagian

Terapi Bawang Sabrang
  1. Bawang sabrang (Eleutherine mericana Merr) kandungan: polifenol dan tanin
  2. Cara: Anjurkan klien memakan umbi bawang sabrang tiga kali sehari, masing-masing dua umbi dengan cara dikunyah
  3. Terapi tambahan: rebusan keladi tikus, kencur, mahkota dewa, pegagan, temu mangga, temuwalak, kumis kucing, sambiloto

Terapi Sambiloto
  1. Nama: sambiloto adalah Andrographidis herba (herba sambiloto)
  2. Kandungan kimianya andrografin, androfolit (zat pahit), dan panikulin
  3. Khasiat: antibiotik, sangat membantu dalam menyembuhkan luka akibat kanker dan antitumor serta menghancurkan inti sel kanker
  4. Sambiloto bisa dikeringkan dan disimpan. Pengeringan dan penyimpanan sebaiknya dilakukan sesudah tumbuhan itu berbunga.
  5. Bahan: 30 gram daun sambiloto kering 30 gram meniran kering 30 gram akar alang alang kering
  6. Cara Membuat:
    • Semuanya dicuci bersih, lalu dipotong kecil-kecil.
    • Rebus dalam 2,5 gelas air dalam keadaan ditutup hingga mendidih.
    • Setelah itu baru diangkat, tetapi tutup jangan dibuka.
    • Setelah dingin, disaring.
    • Diminum 2 kali sehari 1 gelas hingga gejala penyakit yang dirasakan hilang.
Terapi Temulawak
  1. Rimpang temulawak mengandung curcumin dan monodesmetoksi curcumin.
  2. Kandungan curcumin dalam rimpang temulawak berkhasiat sebagai antioksidan, antinflamasi, dan antitumor.
  3. Temulawak juga berkhasiat menghilangkan rasa nyeri dan sakit karena kanker.
  4. Ekstrak temulawak sangat dianjurkan untuk dikonsumsi guna mencegah penyakit hati, termasuk hepatitis B yang menjadi salah satu faktor risiko timbulnya kanker hati.
  5. Bahan: 10 gram rimpang temulawak 10 gram kunyit 10 gram daun sambiloto kering 10 gram rimpang temu mangga 10 gram ciplukan kering (seluruh bagian tanaman) 10 gram meniran (seluruh bagian tanaman)
  6. Cara Membuat:
    • Setelah dicuci bersih, rimpang temulawak, kunyit, temu putih, dan temu mangga diparut halus.
    • Parutan tersebut dicampur dengan ciplukan, meniran, dan daun sambiloto, lalu direbus dengan 2 gelas air putih sampai tersisa sekitar 1,5 gelas.
    • Setelah disaring, ramuan diminum 3 kali sehari masing-masing 1/2 gelas. Untuk mengurangi rasa pahit, tambahkan 1 sendok makan madu.
Terapi Lidah Buaya
  1. Tumbuhan lidah buaya (Aloe vera Linn atau Aloe barbadensis)
  2. Lidah buaya bersifat dingin dan berkhasiat sebagai penurun kadar gula, pengontrol tekanan darah, antibiotik, dan analgesik (pereda sakit). Zat aloin dalam lidah buaya berfungsi sebagai pencahar.
  3. Pemakaian lidah buaya lebih ditekankan sebagai immunotherapy dengan menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan kanker dan ditunjang oleh khasiatnya sebagai antinflamasi (antiradang).
  4. Fungsi anti radang ini berkaitan dengan senyawa polisakarida yang terkandung dalam gel daunnya. Sementara itu, daun lidah buaya memiliki khasiat sebagai antikanker dan antitumor.
  5. Ramuan lidah buaya Bahan: Satu buah pelepah lidah buaya yang sudah tua berukuran sedang, dibuang durinya, tapi jangan buang kulitnya.
  6. Cara Membuat:
  • Potong-potong dan rebus dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas.
  • Air rebusan lidah buaya diminum 3 kali sehari.
  • Setiap kali hendak minum, Anda harus membuat rebusan baru
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Baca selengkapnya - Asuhan Keperawatan Pada Kanker

Elektrokardiografi Untuk Perawat: Sistem Konduksi

Elektrokardiografi Untuk Perawat: Sistem Konduksi: "

EKG adalah ilmu yang mempelajari listrik jantung. Elektrrokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekam listrik jantung. Kelainan pada listrik jantung akan merubah gambaran pada elektrokardiogram. Dengan EKG kita dapat menilai:

1. aritmia jantung

2. hipetropi atrium dan ventrikel

3. iskemik dan infark miokard

4. efek obat

5. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit khususnya kalium

6. penilaian fungsi pacu jantung


Pola membaca EKG
  1. irama
  2. heart rate
  3. Axis
  4. hypertropi
  5. iskemik
  6. infark
  7. kesimpulan

Sistim Konduksi Jantung

sINOATRIAL nODE

  1. SA node terdiri dari sekelompok sel khusus yang berperan sebagai “pacemaker” otomatis.
  2. Bertanggung jawab memulai impulse listrik yang merangsang otot jantung untuk berkontraksi secara teratur.
  3. SA node berlokasi di atrium kanan atas dekat dengan vena cava superior.
  4. SA node dibawah pengaruh system syaraf otonom.
  5. System symphatis merangsang jantung dan menyebabkan peningkatan denyut jantung melalui reseptor B1 adrenergic
  6. System parasympathetic, melalui nervus vagus, membuat denyut jantung melambat dan mempertahankan keadaan denyut pada keadaan istirahat dengan denyutan sekitar 60 – 70 kali per menit.
  7. Jika aktivitas parasympatis di blok/hambat, oleh obat anti kolinergik atau syaraf vagal di potong maka denyut jantung akan meningkat.
  8. Jika stimulasi parasimphatik meningkat, misalnya karena aktivitas sinus carotid dapat menyebabkan denyut jantung menurun
    Rytme berasal dari SA node disebabkan karena depolarisasi dari SA node lebih cepat (60 – 100 denyut permenit) dari pada AV node (40 – 60 denyut per menit) dan system konduksi ventrikel (30 – 40 denyut per menit) sehingga AV node and sytem konduksi ventricular “dicaplok” oleh impuls sinus

Atrioventicular N

  1. Atrioventicular node (AV node) berlokasi di interatrial septum dekat dengan katup trikus
  2. Menerima impuls SA node dan menghantarkan impuls ke bundle his.
  3. Impuls listrik dari SA harus di hubungkan melalui AV karena atrium dan ventrikel dipisahkan oleh jaringan fibrus yang memiliki konduktivitas rendah.
  4. AV node bersama dengan Bundle His membuat AV junctional.
  5. AV junctional memiliki aktivitas pacemaker intrinsik 40-60 denyut per menit. Jika SA nodes cidera maka AV junctional megambil alih denyut dan rytme jantung

Bundle His

  1. Bundle His terletak di proksimal septum intraventrikuler.
  2. Bundle His sangat penting mengalirkan impuls dari AV Node ke ventrikel.
  3. Percabangan Bundle His terdiri dari kanan kiri anteriorsuperior, dan kiri posteriorinferior

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
"
Baca selengkapnya - Elektrokardiografi Untuk Perawat: Sistem Konduksi

Sadapan EKG

Sadapan EKG: "


12 Sadapan EKG

  1. Tiga buah bipolar standard lead (I, II, III)
  2. Tiga buah unipolar limb lead (aVR, aVL dan aVF)
  3. Enam Buah unipolar chest lead (V1 – V6)

Sadapan Baku Bipolar (bipolar standard lead einthoven)

  1. Lead I = perbedaan potensial antara lengan kanan (RA) & lengan kiri (LA), dimana LA bermuatan lebih positif dari RA
  2. Lead II = perbedaan potensial antara lengan kanan dan tungkai kiri (LL) dimana LL bermuatan lebih positif dari LA
  3. Lead III = perbedaan potensial antara lengan kiri dan tungkai kiri, dimana LL bermuatan lebih positif dari LA

SADAPAN UNIPOLAR

Augmented unipolar lead lengan (frontal plane):

  1. Lead aVR: RA (+) ke [LA & LF] (-) (ke Kanan)
  2. Lead aVL: LA (+) ke [RA & LF] (-) (ke kiri )
  3. Lead aVF: LF (+) ke [RA & LA] (-) (Inferior)

SADAPAN DADA (Precordial)

  1. Terdiri dari V1 – V6
  2. Sadapan jantung bagian septum adalah V1 dan V2
  3. Sadapan jantung bagian anterior adalah V3 dan V4
  4. Sadapan jantung bagian lateral adalah V5 dan V6
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Baca selengkapnya - Sadapan EKG

LUKA BAKAR UNTUK PERAWAT

LUKA BAKAR UNTUK PERAWAT: "

Banyak orang masuk rumah sakit setiap tahunnya disebabkan karena luka bakar. Luka bakar tidak hanya berpengaruh terhadap kulit tetapi berpengaruh terhadap sistem tubuh secara menyeluruh. Menghisap asap dan infeksi pada luka merupakan komplikasi pasien yang mengalami luka bakar.

Patofisiologi dan tanda dan gejala

luka bakar disebabkan karena tranfer energi panas dari sebuah sumber energi ke tubuh, panas menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi setempat, panans menyebabkan kerusakan protein dan pembuluh darah. Terdapat tiga zona kerusakan jaringan:

  1. zona koagulasi
  2. zona stasis
  3. zona hypearemia

Kerusakan pada kulit berhubungan dengan:

  1. suhu penyebab luka bakar
  2. penyebab
  3. lama terbakar
  4. jaringan ikat yang terkena
  5. lapisan dari struktur kulit yang terkena

Prubahan fungsi kulit normal menyebabkan:

  1. penurunan fungsi proteksi
  2. kegagalan mengatur temperatur
  3. meningkatkan resiko infeksi
  4. perubahan fungsi sensori
  5. kehilangan cairan
  6. kegagalan regenerasi kulit
  7. kegagalan fungsi eksresi dan sekresi

Respon sistemik

Perubahan pada fungsi kulit menyebabkan perubahan secara keselruhan pada sistem tubuh.

Keseimbangan cairan

Mengikuti kejadian luka bakar, terdapat peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan keluarnya plasma dan protein ke jaringan yang menyebabkan terjadinya edema dan kehilangan cairan intravakuler. Kehilangan cairan juga disebabkan karena evaporasi yang meningkat 4 – 15 kali evaporasi pada kulit normal. Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui sistem pernapasan.

Cardiac

Fungsi jantung juga terpengaruh oleh luka bakar diataranya penurunan kardiak output, yang disebabkan karena kehilangan cairan plasma. Perubahan hematologi berat disebabkan kerusakan jaringan dan prubahan pembuluh darah yang terjadi pada luka bakar yang luas. Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan plasma pindah ke ruang interstisial. Dalam 48 jam pertama setelah kejadian, perubahan cairan menyebabkan hypovolemia dan jika tida di tanggulangi dapat menyebabkan pasien jatuh pada shock hypovolemia. Kehilangan cairan intravaskular menyebabkan peningkatan hematokrit dan kerusakan sel darah merah. Luka bakar juga menyebabkan kerusakan pada fungsi dan lama hidup platelet.

Metabolic

Kebutuhan metabolik sangat tinggi pada pasien dengan luka bakar. Tingkat metabolik yang tinggi akan sesuai dengan luas luka bakar sampai dengan luka bakar tersebut menutup. Hypermetabolisme juga terjadi karena cidera itu sendiri, intervensi pembedahan, dan respon stress. Katabolisme yang berat juga terjadi yang disebabkan karena keseimbangan nitrogen yang negatif, kehilangan berat baddan, dan penurunan penyembuhan luka. Peningkatan katekolamin (epinephrine, norepinephrine) yang disebabkan karena respon terhadap stress. Ini menyebabkan peningkatan kadar glukagon yang dapat menyebabkan hyperglikemia.

Gastrointestinal

Masalah gastrointestinal yang mungkin terjadi adalah pembengkakan lambung, ulkus peptkum, dan ileus paralitik. Respon ini disebabkan karena kehilangan cairan, perpindahan cairan, imobilisasim, penurunan motilitas lambung, dan respon terhadap stress.

Renal

Insufisiensi renal akut dapat terjadi yang disebabkan karena hypovolemia dan penurunan kardiak output. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnnya pemberian cairan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan glomerular filtration rate. Pada luka bakar yang disebabkan karena listrik dapat meneybabkan kerusakan langsung atau pembentukan myoglobin casts (karena kerusakan otot) yang dapat menyebabkan nekrosis tubular rennal akut

Pulmonary

Efek terhadap paru disebabkan karena menghisap asap. Hyperventilasai biasanya berhubungan dengan luas luka bakar. Peningkatkan ventilasi berhubungan dengan keadaan hypermetabolik, takut, cemas, dan nyeri.

Immune

Dengan adanya kerusakan kulit menyebabkan kehilangan mekansme pertahanan pertama terhadap infksi. Luka bakar luas dapat menyebabkan penurunan IgA, IgG, dan IgM.

Klasifikasi luka bakar

Klasifikasi luka bakar dipengaruhi oleh kedalaman luka, prosentase luka, penyebab, usia, riwayat kesehatan dan lokasi luka bakar. Perkiraan luas luka bakar didasarkan kepada tubuh mana yang terpengaruh. Bisanya menggunakan Rule of Nines. Metode ini cukup baik tetapi tidak akurat jika digunakan untuk anak-anak.

ETIOLOGI

Penyebab luka bakar:

  1. api langsung
  2. kontak denga sumber panas
  3. kimia
  4. listrik
  5. radiasi

KOMPLIKASI

  1. kelainan pada pernafasan akibat hisapan
  2. infeksi, insiden infeksi meingkat sejalan dengan peningkatan luas luka bakar.
  3. neurovaskular, terjadi karena luka bakar luas
  4. pembentukan jaringan parut yang menyebabkan penurunan aliran darah

TEST DIAGNOSTIK

  1. complete blood cell count (CBC)
  2. blood urea nitrogen (BUN),
  3. serum glucose
  4. electrolite
  5. arterial blood gases
  6. serum protein
  7. albumin
  8. urine cultures
  9. urinalysis
  10. pembekuan darah
  11. pemeriksaan servikal
  12. kultur luka

INTERVENSI TERAPEUTIK

Emergent Stage

Pada saat kejadian, kebakaran harus dihentikan. Baju dibuang, dan luka didinginkan oleh air yang mengalir, dan tutupi dengan pakaian bersih untuk mengurangi kedinginan dan kontaminasi. Pengkajian ABCs (airway, breathing, circulation). Pasien harus distabilkan jika pasien fraktur, perdarahan, imobilisasi tulang belakang, dan cidera yang lain. Pemberian cairan intravena harus dilakukan untuk menghindari terjadinya shock hypovolemia. Untuk mengurangi nyeri berikan analgesik. Patient-controlled analgesia (PCA) sangat efektif diberikan. Riwayat kejadian harus ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan komplikasi, dan trauma yang mungkin terjadi. Penjelaskan kepada keluarga harus dilakukan.

Acute Stage

Jika pasien masuk pada pelayanan khusus luka bakar maka pasien dapat dilakukan perawatan oleh tenaga multidisiplin. Manajemen pada tahap ini adalah:

  1. menghilangkan kemungkinan terjadinya infeksi
  2. mengurangi luka parut
  3. memaksimumkan fungsi tubuh
  4. mempertahankan kenyamanan
  5. pemberian nutrisi adekuat
  6. mempertahankan cairan dan elektrolit
  7. mempertahankan keseimbangan asam dan basa

Rehabilitation Phase

Tujuannya adalah mengembalikan pasien pada keadaan fisik dan psikososial yang optimal. Lama fase ini tergantung luas luka. Pembedahan rekonstruksi dapat dilakukan dalam beberapa tahun kemudian.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Baca selengkapnya - LUKA BAKAR UNTUK PERAWAT

Materi Kesehatan: Hemostatis

Hemostatis


Komponen penting dalam sistem Hemostasis

Sistem Hemostasis pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen hemostasis yang sangat penting dan sangat berkaitan yaitu trombosit, protein darah dan jaring-jaring pembuluh darah. Agar terjadi peristiwa hemostasis yang normal, trombosit harus mempunyai fungsi dan jumlah yang normal. Sistem protein darah sangat berperan penting tidak hanya sebagai protein pembekuan akan tetapi sangat berperan dalam dalam fisiologi perdarahan dan trombosis.

Pembuluh darah

Pembuluh darah sangat besar peranannya dalam sistem hemostasis. Dinding pembuluh darah terdiri dari tiga lapisan morfologis: intima, media, dan adventitia. Intima terdiri dari (1) selapis sel endotel non trombogenik yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah dan (2) membran elastik interna. Media dibentuk oleh sel otot polos yang ketebalannya tergantung dari jenis arteri dan vena serta ukuran pembuluh darah. Adventitia terdiri dari suatu membran elastik eksterna dan jaringan penyambung yang menyokong pembuluh darah tersebut. Gangguan pembuluh darah yang terjadi seringkali berupa terkelupasnya sel endotel yang diikuti dengan pemaparan kolagen subendotel dan membran basalis. Gangguan ini terjadi akibat asidosis, endotoksin sirkulasi, dan komplek antigen/antibodi sirkulasi.

Fungsi pembuluh darah meliputi permiabilitas yang apabila meningkat akan berakibat kebocoran pembuluh darah fragilitas yang apabila meningkat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan vaso konstriksi yang menyebabkan sumbatan vaskuler.



Trombosit

Trombosit merupakan komponen sistem hemostasis yang amat penting dan kompleks. Trombosit adalah kuntum sel yang dihasilkan dari megakariosit. Trombosit tidak punya inti dan disusun dari suatu zona perifer yang terdiri dari suatu glukokaliks sebelah luar, membran plasma, dan suatu sistem kanalikuler yang terbuka. Dalam zona perifer terdapat suatu zona "sol-gel" yang tersusun dari mikrotubulus, mikrofilamen, tubulus yang padat dan trombostenin yaitu protein trombosit yang dapat berkerut. Zona organel mengandung bahan-bahan padat, granula alfa dan mitokondria. Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval. Diameternya 2-4 mikron. Sel megakariosit yang menghasilkan trombosit merupakan sel yang sangat besar dalam susunan hemopoitik yang berada dalam sum-sum tuilang dan tidak meninggalkannya untuk memasuki darah.

Konsentrasi normal trombosit dalam darah adalah antara 150.000-350.000 mm kubik. Meskipun tidak mempunyai inti, trombosit mempunyai ciri fungsional sebagai sebuah sel. Dalam sitoplasma terdapat molekul aktif seperti : (1) aktin dan miosin yang menyebabkan trombosit berkontraksi, (2) sisa retikulum endoplasma dan aparatus golgi yang mensintesis enzim dan menyimpan besar ion kalsium, (3) sistem enzim yang mampu membentuk ATP dan ADP, (4) sistem enzim yang mensintesis prostaglandin, (5) suatu protein penting yaitu faktor pemantap fibrin, dan (6) faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah. Pada membran sel trombosit terdapat lapisan glikoprotein yang menyebabkan trombosit bisa melekat pada pembuluh darah yang luka, terutama pada sel endotel yang rusak dan jaringan kolagen yang terbuka. Trombosit juga mengandung fosfolipid yang dapat mengaktifkan salah satu sistem pembekuan darah yang disebut sistem intrinsik. Pada membran trombosit terdapat enzim adenilat siklase yang bila diaktifkan dapat menyebabkan pembentukan AMP siklik yang menggiatkan aktifitas dalam trombosit. Jadi trombosit merupakan struktur yang sangat aktif, waktu paruhnya 8-12 hari setelah itu mati. Trombosit kemudian diambil dari sirkulasi, terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag pada waktu darah melewati kisi trabekula yang tepat. (Guyton, 1997)




Protein darah

Protein darah yang terlibat dalam hemostasis meliputi protein koagulasi, protein enzim fibrinolitik sistem kinin dan sistem komplemen serta inhibitor yang terdapat pada sistem-sistem tersebut. Sistem protein koagulasi terpusatkan pada tiga reaksi yaitu pada reaksi pembentukan faktor Xa, reaksi pembentukan trombin, dan reaksi pembentukan fibrin. Protease serin adalah faktor pembekuan yang diaktifkan pada reaksi pembentukan faktor Xa dan bagian yang aktif untuk aktivitas enzim adalah asam amino serin. Pada ketiga reaksi kunci tersebut memerlukan komponen-komponen seperti substrat, enzim, kofaktor, fosfolipoprotein dan kalsium. (Sodeman, 1995)


Mekanisme Hemostasis

Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah mengalami cidera atau pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini terjadi melalui beberapa cara yaitu : vasokonstriksi pembuluh darah yang cidera, pembentukan sumbat trombosit, pembekuan darah, dan pertumbuhan jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup pembuluh yang luka secara permanen. Kerja mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh reaksi-reaksi pembatas yang normalnya mencegah mencegah terjadinya pembekuan di pembuluh yang tidak mengalami cidera dan mempertahankan darah berada dalam keadaan selalu cair.

Vasokonstriksi pembuluh darah

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri. (Guyton, 1997)


Pembentukan sumbat trombosit
Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada fungsi penting dari trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak misalnya dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit akan berubah sifat secara drastis. Trombosit mulai membengkak, bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat ke permukaan. Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut kolagen dan mensekresi ADP. Enzimnya membentuk tromboksan A, sejenis prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh trombosit. ADP dan tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan sehingga dapat melekat pada trombosit yang semula aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus aktivasi trombosit yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh. (Guyton, 1997)


Pembentukan bekuan darah

Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zet antikoagulan. Dalam keadaan normal zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara umum proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan aktivator protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh aktivator protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.

a. Pembentukan aktivator protombin
Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.
Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan

1. Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik.

2. Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan dengan faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.


3. Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator protombin.






Gambar 1. Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
(Guyton, 1997)
Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan
1. Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.

2. Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh prekalikrein.


3. Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.

4. Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.


5. Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam jalur intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid yang dalam hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan proses pembekuan selanjutnya.



b. Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin.
Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator protombin akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya. Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah. Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang terbentuk.

c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma. Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul fibrin monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.


Kelainan Patofisiologi Hemostasis dan Pembekuan darah

Kelainan patofisiologis hemostasis dan pembekuan darah bias disebabkan oleh defisiensi salah satu faktor pembekuan dan kelainan jumlah trombosit. Perdarahan hebat dapat terjadi akibat defisiensi vitamin K, hemofilia serta trombositopenia. Selain itu kelainan dapat terjadi akibat adanya bekuan yang terbentuk secara abnormal seperti pada keadaan tromboembolus pada manusia.

a. Perdarahan hebat akibat defisiensi vitamin K
Akibat kekurangan vitamin K, seseorang otomatis akan mengalami penurunan protombin, faktor VII, faktor IX, dan faktor X. Hampir seluruh faktor pembekuan dibentuk di hati. Oleh karena itu penyakit-penyakit hati seperti hepatitis, sirosis, acute yellow tropy dapat menghambat system pembekuan sehingga pasien mengalami perdarahan hebat. Vitamin K diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan yang sangat penting yaitu protombin, faktor IX, faktor X dan faktor VII. Vitamin K disintesis terus dalam usus oleh bakteri sehingga jarang terjadi defisiensi. Defisiensi vitamin K dapat terjadi pada orang yang mengalami gangguan absorbsi lemak pada traktus gastrointestinalis. Selain itu disebabkan juga karena kegagalan hati mensekresi empedu dalam traktus intestinalis akibat obstruksi saluran empedu.

b. Hemofilia
Hemofilia adalah kecenderungan perdarahan yang hampir selalu terjadi pada pria yang disebabkan defisiensi faktor VIII yang dikenal dengan nama hemofilia A atau hemofilia klasik. Faktor tersebut diturunkan secara resesif melalui kromosom wanita. Oleh karena itu hampir seluruh wanita tidak pernah menderita hemofilia karena paling sedikit satu dari duaa kromosom X nya mempunyai gen-gen sempurna. Tetapi bila salah satu kromosom X nya mengalami defisiensi maka akan menjadi carier hemofilia. Perdarahan pada hemofilia biasanya tidak terjadi kecuali mendaapat trauma. Faktor pembekuan VIII terdiri dari dua komponen yang terpisah. Komponen yang kecil sangat penting untuk jalur pembekuan intrinsic dan defisiensi komponen ini mengakibatkan hemofilia klasik. Tidak adanya komponen besar dari faktor pembekuan VIII menyebabkan penyakit willebrand.

c. Trombositopenia.
Trombositopenia berarti trombosit dalam system sirkulasi jumlahnya sedikit. Penderita trombositopenia cenderung mengalami perdarahan seperti pada hemofilia. Tetapi perdarahannya berasal dari kapiler kecil bukan dari pembuluh yang besar seperti pda hemofilia. Sehingga timbul bintik-bintik perdarahan pada seluruh jaringan tubuh. Kulit penderita menampakkan bercak-bercak kecil berwarna ungu yang disebut dengan trombositopenia purpura. Sebagian besar penderita trombositopenia mempunyai penyakit yang dikenal dengan trombositopenia idiopatik yang berarti tidak diketahui penyebabnya. Jumlah trombosit dalam darah dapat berkurang akibat adanya abnormalitas yang menyebabkan aplasia sum-sum tulang. Penghentian perdarahan dapat dicapai dengan memberikan tranfusi darah segar. Prednison dan azatioprin yang bersifat menekan pembentukan antibodi bermanfaat bagi penderita trombositopenia idiopatik.

d. Keadaan Tromboembolik pada Manusia
Bekuan yang abnormal yang terbentuk dalam pembuluh darah disebut thrombus. Darah yang mengalir dapat melepaskan trombus itu dari tempat perlekatannya, dan bekuan yang mengalir bebas dikenal dengan embolus. Embolus akan terus mengalir sampai suatu saat tersangkut di pembuluh darah yang sempit. Embolus yang berasal dari arteri besar atau jantung bagian kiri akan menyumbat arteri sistemik atau arterioul. Embolus yang berasal dari system vena dan jantung bagian kanan akan mengalir memasuki pembuluh paru dan menyebabkan emboli dalam arteri paru. Penyebab timbulnya tromboembolus pada manusia adalah arteriosclerosis, infeksi atau trauma yang menyebabkan permukaan endotel pembuluh yang kasar. Hal tersebut dapat mengawali proses pembekuan. Sebab lain adalah karena darah sering membeku bila mengalir sangat lambat, karana sejumlah kecil trombin dan prokoagulan lain selalu dibentuk. Bekuan tersebut dihilangkan dari peredaran darah oleh makrofag terutama sel kupfer di hati. Bila darah mengalir terlalu lambat maka kadar prokoagulan meningkat sehingga proses pembekuan akan dimulai. Karena pembekuan hampir selalu terjadi pada darah yang terhambat alirannya dalam pembuluh dalam beberapa jam, maka imobilitas pasien ditempat tidur ditambah dengan penyanggaan lutut dengan bantal sering menimbulkan pembekuan intravaskular disebabkan bendungan darah vena tungkai selama beberapa jam.

Bekuan tersebut bertambah besar terutama ke daerah yang bergerak lamban kadang sampai mengisi seluruh panjang vena tungkai dan bahkan tumbuh ke atas sampai ke vena iliaka komunis dan vena kava inferior. Bagian besar dari bekuan terlepas dari perlekatannya pada dinding pembuluh darah dan mengalir secara bebas mengikuti darah vena ke jantung bagian kanan kemudian ke arteri pulmonalis menimbulkan emboli paru yang masif.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi 14. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 524-30

Gilvery, Robert W M C., Goldstein, Geral W. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3 Alih Bahasa Dr. Tri Martini Sumarno. Surabaya : Penerbit AUP. Hal 376-87

Guyton, A., & Hall, J. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 250-315

Kosasih. dr. E.N. 1982. Kapita Selekta Hematologi Klinik. Penerbit Alumni. Jakarta. Hal 103-43

Sodeman. 1995. Patofisiologi : Mekanisme Penyakit. Jakarta. Hal 373-82

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Baca selengkapnya - Materi Kesehatan: Hemostatis

KOTAK PENCARIAN:

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN:

=====
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...