Enam tanda bahaya penyakit ginjal

Enam tanda bahaya penyakit ginjal: "

  1. Rasa terbakar ketika berkemih atau sulit berkemih.

  2. berkemih lebih sering, terutama di malam hari.

  3. keluarnya urine bercampur darah atau berwarna seperti the.

  4. bengkak di sekitar mata, tangan, dan kaki, terutama pada anak-anak.

  5. nyeri pada bagian punggung tepat di bawah tulang iga (tidak memburuk dengan gerakan).

  6. Tekanan darah tinggi.
Baca selengkapnya - Enam tanda bahaya penyakit ginjal

TERAPI URINE

1.Mengenal Terapi Urine
Terapi urine sudah ada sejak zaman purba. Jutaan orang terperanjat ketika mengetahui sejumlah penelitian diterbitkan, dan semua menyetujui kehebatan terapi urine. Sejumlah pembuktian menegaskan bahwa terapi urine memiliki kemujaraban yang ajaib. Mantan Perdana Menteri India Morarji Desai dan Mahatma Gandhi adalah penganut terapi urine

2.Pengobatan Terapi Urine
Terapi urine sering disebut juga dengan ayuredis (Ibu dari pengobatan). Terapi urine tidak mengenal syarat tertentu, karena terapai urine sangat alamiah.
Sebaiknya anda tidak menjalani terapi urine jika sedang menjalani pengobatan medis, sebab hasilnya tidak akan efektif.
Terapi urine terdiri dari dua bagian :
Terapi urine internal :
terapi yang dilakukan dengan cara meminum air Seni.
Terapi urine eksternal :
terapi yang dilakukan dengan cara memijat ataumembasuh bagian tubuh yang sakit dengan airseni.


3.Efek Psikologis
Persepsi lama tentang air seni yang kotor dan menjijikkan tak lebih dari hambatan psikologis, lama kelamaan hambatan tersebut akan hilang seiring dengan keberhasilan terapi urine yang dijalankan.

4.Bukankah Air Seni Produk Limbah yang Dikeluarkan Tubuh Berupa Racun ?
Pendapat tersebut ternyata keliru !. Karena tidk berdasarkan fakta. Sudah dibuktikan secara laboratoris, air seni terbukti mengandung meniral, hormon, dan enzim yang tidak berbahaya bagi tubuh. Tubuh akan memenfaatkan semua kandungan diair seni untuk pengobatan.

5.Pengobatan Terapi Urine
Mulailah dengan minum satu sendok the, lalu satu sendok makan, lanjutkan dengan satu cangkir, baru satu gelas. Lakukan bertahap sambil anda mengamati reaksi tubuh anda. Untuk memperoleh hasil yang optimal sebaiknya anda makan sayuran, buah-bauah segar, madu dan makanan sehat lainnya supaya rasa air seni anda bisa netral.

6.Akibat-akibat Yang Mungkin timbul
a.Diare
Berhentilah menjalani terapi selama satu hari penuh. Hindari dehidrasi, banyak minum jus lemon atau air beras. Hari kedua makan nasi, hari ketiga biasanya diare telah hilang.
b.Muntah-muntah

Gejala ini timbul timbul karena bau air seni yang sangat keras dan tidak menyenangkan.
Muntah sesungguhnya baik, hal itu terjadi karena proses pembersihan didalam tubuh.
c.Batuk dan Flu
Selama proses pembersihan, tubuh banyak sekali membuang lendir. Jika lendir terlalu banyak keluar, hentikan minum air seni, beralih ke metode menghirup dengan hidung, proses ini akan membersihkan saluran pernapasan.
d.Lemah
Terjadi karena energi yang dikeluarkan tubuh selama proses pembersihan. Istirahatlah, kurangi kuantitas air seni yang anda minum, sampai tubuh pulih kembali.


7. Zat-zat Didalam Urine dan Manfaatnya
a.Aglutinin dan Presipitin
Memiliki efek menetralkan polio dan virus
b.Antineoplaston
Mencegah secara selektif per tumbuh an sel-sel kanker tanpa membahaya kan sel yang sehat.
d.3 Metil Glyoxal
Menghancurkan sel-sel kanker
e.Protein globulin
Mengandung antibodi terhadap penyebab alergi
f.Proteosis
Produk dari reaksi alergis yang aktif menurut ilmu kekebalan
g.Retin
Unsur anti kanker yang disarikan dari air seni
h.Peptida air seni
Mampu mendeteksi pertumbuhan Tuberkolosis sejak dini.
Baca selengkapnya - TERAPI URINE

Mencegah Gagal Ginjal


Mencegah Gagal Ginjal
Penderita ginjal banyak yang tidak merasakan keluhan apa-apa. Tahu-tahu ketika diperiksa secara klinis ginjal sudah bermasalah. Cari tahu ciri-ciri penyakit ginjal agar fungsi ginjal tetap selamat.

Sudah banyak kasus di sekitar kita bagaimana susahnya mengobati penyakit ginjal jika organ satu ini sudah begitu darah. Cuci darah adalah satu-satunya cara si pasien bertahan jika ginjalnya sudah tak berfungsi.

“Pada penyakit ginjal ada yang bergejala dan ada pula yang tidak bergejala,” ujar dr. Dante Saksono, SpPD, PhD, dari RS Cipto Mangunkusumo saat dihubungi detikHealth, Senin (8/3/2010).

Di Indonesia, kata dr Dante, akhir-akhir ini pasien yang mengeluh karena sakit ginjal kronik semakin meningkat. Seharusnya hal ini dapat dicegah apabila pasien telah mengetahui gejala-gejala yang ditimbulkan sebelumnya sehingga dapat ditanggani lebih dini.

Gejala penyakit ginjal dapat dilihat sesuai fungsi ginjal itu sendiri. Fungsi ginjal yang utama adalah sebagai sistem filter dan ekskresi, pengatur asam basa dalam darah, pengatur tekanan darah, dan menstimulasi produksi sel-sel darah merah.

Jika fungsi-fungsi itu terganggu dapat dilihat dari gejalanya:

  1. Urine yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan biasanya
  2. Darah menjadi lebih asam
  3. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
  4. Hemoglobin (Hb) rendah
  5. Kurang darah (anemia)
  6. Mudah lelah
  7. Tubuh sering terasa sakit, kram, tidak ada nafsu makan, susah tidur.
  8. Penimbunan cairan seperti di kaki dan wajah yang terlihat seperti membengkak atau
  9. Pengeringan cairan dengan mata cekung, mulut kering, hampir tidak ada lendir dalam mulut.

Namun untuk sebagian lagi penyakit ginjal justru tidak bergejala. Penyakit ini baru teridentifikasi setelah dilakukan uji laboratorium, yaitu melalui uji urine dan kreatinin atau kotoran yang dapat dihilangkan oleh ginjal yang berfungsi dengan baik.

Rusaknya ginjal lebih sering diakibatkan karena ada penyakit kronik lain seperti diabetes, darah tinggi, infeksi ginjal, ginjal bawaan, dan batu ginjal.

Berikut tips yang diberikan dr Dante agar ginjal tetap sehat:

1. Cukup konsumsi air putih
2. Hindari konsumsi obat sembarangan
3. Kurangi jamu-jamuan yang belum diuji klinis
4. Hindari konsumsi suplemen yang berlebihan seperti Vitamin C maksimum 4 gram sehari
5. Olahraga teratur
6. Menjaga berat badan karena obesitas bisa memicu ginjal
7. Lakukan kontrol secara teratur terutama bagi pasien yang memiliki penyakit seperti diabetes dan hipertensi, karena mereka akan berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan ginjal.

Seseorang dapat melakukan medical check up untuk mengetahui apakah dirinya rawan dan mempunyai tanda-tanda atau kemungkinan bisa terkena penyakit ginjal.

Pemeriksaan laboratorium pada urine dapat mengetahui berat atau tidaknya penyakit ginjal yang dialami seseorang. Urine akan tampak normal jika penyebabnya kurang aliran darah ke ginjal. Tetapi jika urine mengandung darah itu artinya ada kelainan di dalam ginjal.

Kadang pada urine juga ditemukan protein padahal pada kondisi normal tidak ada protein pada urine. Kondisi urea dan kreatinin akan terlihat tinggi jika ginjalnya mengalami gangguan.

Sumber: detikcom

Baca selengkapnya - Mencegah Gagal Ginjal

Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik

Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit (Suhardjono, dkk, 2001). Sedangkan menurut Mansjoer (2001) gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan ireversibel.
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), gagal ginjal kronik atau penyakti renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Etiologi
Menurut Mansjoer (2001) etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan tidak diketahui.
Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR ) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).
Manifestasi Klinik
Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu:
Gangguan pada sistem gastrointestinal

  • Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metaboslime protein dalam usus.
  • Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
  • Cegukan (hiccup)
  • Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik

Kulit

  • Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik.
  • Ekimosis akibat gangguan hematologis
  • Urea frost akibat kristalisasi urea
  • Bekas-bekas garukan karena gatal

Sistem Hematologi

  • Anemia
  • Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
  • Gangguan fungsi leukosit

Sistem Saraf dan Otot
Restles leg syndrome
Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu digerakkan.
Burning feet syndrome
Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
Ensefalopati metabolik
Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
Miopati
Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.
Sistem kardiovaskuler

  • Hipertensi
  • Akibat penimbunan cairan dan garam.
  • Nyeri dada dan sesak nafas
  • Gangguan irama jantung
  • Edema akibat penimbunan cairan

Sistem endokrin

  • Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.
  • Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin.
  • Gangguan metabolisme lemak.
  • Gangguan metabolisme vitamin D.

Gangguan sistem lain

  • Tulang : osteodistrofi renal
  • Asidosis metabolik.

Sedangkan menurut Mansjoer (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah:Umum
Fatiq, malaise, gagal tumbuh, debil.
Kulit
Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia.
Kepala dan leher
at.
Mata
Fundus hipertensif, mata merah.
Kardiovaskuler
Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis, uremik, penyakit vaskuler.
Pernafasan
Hiperventilasi asidosis, edema paru, effusi pleura.
Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolitis uremik, diare yang disebabkan oleh antibiotik.
Kemih
Nokturia, anuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
Reproduksi
Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekosmastia, galaktore.
Saraf
Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk, kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma.
Tulang
Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D.
Sendi
Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang.
Hematologi
Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan.
Endokrin
Multipel.
Farmakologi
Obat-obat yang diekskresi oleh ginjal.
Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (2001), penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu :
Tentukan dan tata laksana penyebabnya.
Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan.
Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia.
Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari) atau diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid).
Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300 – 1800 mg) atau kalsium karbonat (500– 3000 mg) pada setiap makan.
Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksis dan dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat, amfoterisin.
Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis.
Persiapkan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi.
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik
Menurut Suhardjono (2001), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik yaitu:
Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun,
Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
Ultrasonografi (USG)
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.


http://askep-askeb.cz.cc/

Baca selengkapnya - Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik

UROLITHIASIS

PENDAHULUAN
Urolithiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat batu pada saluran kencing. Batu itu sendiri disebut kalkuli. Sudah lama dikenal dan ditemukan pada mumi dan mayat orang indian pada zaman 3000-5000 tahun SM. Juga dilaporkan bahwa batu saluran kencing ditemukan pada raja-raja Eropa pada abad pertengahan.
Persoalan pembentukan batu pada saluran kencing juga sudah lama dikenal yang dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor yang belum diketahui dengan jelas. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk terjadinya batu saluran kencing diperlukan 2 komponen yaitu matriks batu dan kristal. Kebanyakan batu mengandung kalsium , sementara sisanya mengandung amoniomagnesium fosfat atau strufit, asam urat, atau sistin.
Perawatan di rumah sakit diperlukan sampai batu hilang dari saluran perkemihan dan komplikasi teratasi. RLP untuk klasifikasi KDB dari batu ginjal dengan litotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal (ESWL) adalah 3,0 hari (Lorenz, 1991).
Komplikasi paling serius dari batu ginjal adalah obstruksi ginjal, yang dapat menimbulkan kerusakan permanen bila tak teratasi. Perdarahan dan infeksi adalah komplikasi lain.
Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan batusaluran kemih dibagi atas 2 golongan :
1. Faktor Endogen : misalnya faktor genetik-familial pada hipersistinuria, hiperkalsuria primer dan hiperoksanuria primer.
2. Faktor Eksogen : misalnya faktor lingkungan, pekerjaan yang banyak mengeluarkan keringat misalnya buruh bangunan, makanan, infeksi, dan kejenuhan mineral di dalam air minum.

Faktor endogenik idiopatik umumnya sukar untuk dikoreksi sehingga batu saluran kencing memiliki kecenderungan untuk kambuh. Sedangkan faktor eksogen atau batu sekunder bila penyebabnya diketahui dapat diambil langkah-langkah untuk mengubah faktor lingkungan atau kebiasaan sehari-hari sehingga terjadinya rekurensi dapat dicegah.
Faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu mencakup infeksi, statis urin, periode imobilitas (drainase renal lambat dan perubahan metabolisme kalsium), hiperkalsemia (Ca serum tinggi) dapat disebabkan oleh:

  • Hiperparathiroid.
  • asidosis tubular renal
  • Malignasi
  • penyakit granulomatosa
  • masukan Vit D yang merlebihan
  • masukan susu dan alkali
  • penyakit pieloproliperatif

Faktor-faktor ini mencetuskan peningkatan konsentrasi kalsium didalam darah dan urin, menyebabkan pembentukan batu kalsium.

EPIDEMIOLOGI
Ljunghell dan Hedstrand dalam laporannya yang dilakukan secara kuisioner retrospektif di swedia mendapatkan angka prevalensi 13,7 %, sedangkakn di negara-negara lain selama 3 tahun dilaporkan penderita batu saluran kencing yang datang berobat dan dirawat di rumah sakit diantara setiap 10.000 penduduk yang dirawat sebagai berikut :

  • Swedia : 1,9
  • Finlandia : 3,0
  • Inggris : 6,9
  • Netherland : 7,1
  • Amerika : 9,5
  • Jerman Barat : 10
  • Cekoslowakia : 10,1

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIS
Sebagian besar batu saluran adalah idiopatik dan dapat bersifat simptomatik ataupun asimptomatik.
Teori terbentuknya batu antara lain:
Teori Inti Matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai inti yang terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
Teori Supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
Teori Presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin.pada urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan garam urat, sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarid akan mempermudah terbentuknya batu saluran kencing.
Faktor lain terutama faktor Eksogen dan lingkungan yang diduga ikut mempengaruhi kalkulogenesis antara lain:
Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.
Obsruksi dan Statis Urin
Adanya obstruksi dan statis urin menyebabkan infeksi
Jenis Kelamin
data menunjukan bahwa batu saluran kencung banyak ditemukan pada pria.
Ras
Batu saluran kencing banyak ditemukan di Afrika dan Asia sedangkan pada penduduk Amerika dan Eropa jarang.
Keturunan
Ternyata keluarga batu saluran kencing lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menderita batu saluran kencing dari pada orang lain.
Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi kemungkinan trebentuknya batu sakuran kemih, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
Pekerjaan
pekerja-pekerja yang banyak bergerak misalya buruh dan petani akan mengurangi kemungkinan-kemungkinan terjadinya batu saluran kemih bila dibandingkan dengan pekerja yang lebih banyak duduk.
Makanan
Pada golongan masyarakat yang lebih banyak makanan protein hewani angka morbiditas batu saluran kemih berkurang.
Suhu
Tempat yang bersuhu panas misalnya didaerah panas menyebakan banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan batu sakuran kemih.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis tergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan odema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pada ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitisyang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi terus-menerus. Beberapa batu jika ada akan menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, sedangkan yang lain menyebabkan nyeri luarbiasa dan ketidaknyamanan. Hemturia dan piuria pada wanita kebawah mendekati kandungkemih sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak akut, disertai nyeri tekan diseluruh kostovertebral, dan muncul muntah-muntah, maka pasien sedang mengalami episode kolik renal.
Batu yang terjebak dalam ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luarbiasa akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genetalia. Pasien sering akan merasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelompok gejala ini disebut Kolik uretral. Umumnya pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter labih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan hingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara sepontan.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi dengan traktus urinarius dan hematuri. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius , disertai sepsisi yang mengancam kehidupan.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Diagnosa ditegakkan dengan study ginjal, kandungkemih (GUK), urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia dan urin 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, pH dan volume total merupakan bagian dari upaya diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga didapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu pada pasien.
PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron , mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.
Pengurangan nyeri
Tujuannya adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan: morphine atau mepedrine diberikan untuk mencegah syock dan sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air panas atau hangat diarea panggul dapat bermanfaat. Cairan diberika kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kendisi lain yang membutuhkan pembatasan cairan hal ini meningkatkan peningkatan tekanan hidrostatik pada ruang dibelakang batu sehingga mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan menjamin haluaran yang besar.
Pengangkatan Batu
Pemeriksaan sistoskopik dan paase kateter uretral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruuksi , akan segera mengurangi tekanan-tekanan pada ginjal dan mengurangi nyeri.
Terapi Nutrisi dan Medikasi
Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk batu (misalnya Kalsium) efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien dengan batu renal paling sedikit harus minum 8 gelas/ hari untuk mempertahankan keenceran urin, kecuali ada kontraindikasi.
Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (ESWL)
Prosedur noninvasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal. Setelah batu pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan sepontan.
Metode Endurologi Pengangkatan Batu
Menggabungkan ketrampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu ren tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan (nefrolitotomi perkutan) dan nefroskopi dimasukan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan kedalam parenkim ginjal, batu dapat diangkat dengan forceps atau jating, tergantung dari ukurannya
Ureteroskopi
ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses dengan memasukan suatu alat ureteroskop melalui sitoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser litotripsi elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
Pelarutan Batu
Infus cairan kemolitik misalnya: agen pembuat basa (alkylating) dan pembuat asam (acidifying) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain yang menolak metode lain atau memiliki batu struvit.
Pembedahan (Operasi)
Sebelum ada lithotripsi pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan metodel terapi utama. Utuk saat ini bedah dilakukan pada 1-2 % pasien. Intervensi bedah dilakukan jika batu tersebut tidak berespon terhadap penaganan lain.

PROGNOSIS
Prognosis batu sakuran kemih tergantung dari faktor-faktor antara lain:

  1. Besar batu
  2. Letak batu
  3. Adanya infeksi
  4. Adanya obstruksi

Makin besar batu makin jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginal sehingga prognosisnya makin jelek.

Baca selengkapnya - UROLITHIASIS

Asuhan Keperawatan Typhoid (Askep Typhoid)



TYPHOID



A. Pengertian


Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).




B. Etiologi


Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.


C. Patofisiologi (
Pathway Typhoid)



Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.


D. Tanda dan Gejala

Masa tunas typhoid 10 - 14 hari

  1. Minggu I
    Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
  2. Minggu II
    Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :

  1. Uji Widal
    Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

    • Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
    • Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
    • Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
      Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

  2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
    SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

F. Penatalaksanaan


  1. Perawatan

    • Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
    • Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
  2. Diet

    • Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
    • Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
    • Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
    • Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

  3. Pengobatan

    1. Klorampenikol
    2. Tiampenikol
    3. Kotrimoxazol
    4. Amoxilin dan ampicillin

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHOID



A. Pengkajian
  1. Riwayat Kesehatan Sekarang
    Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
  2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
    Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
  3. Riwayat Kesehatan Keluarga
    Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
  4. Riwayat Psikososial
    Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
    Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
  5. Pola Fungsi kesehatan
    Pola nutrisi dan metabolisme :
  6. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.
    Pola istirahat dan tidur
  7. Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
  8. Pemeriksaan Fisik

    • Kesadaran dan keadaan umum pasien
      Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
    • Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
      TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.

B. Masalah Keperawatan yang Muncul

  1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
  2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
  3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.

C. Intervensi

Diagnosa Keperwatan 1. :
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :

  • Observasi suhu tubuh klien
    Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
  • Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas
    Rasional : melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
  • Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun
    Rasional : menjaga kebersihan badan
  • Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik
    Rasional : menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Intervensi :

  • Kaji pola nutrisi klien
    Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
  • Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
    Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan yang tidak disukai.
  • Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
    Rasional : penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
  • Timbang berat badan tiap hari
    Rasional : mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
  • Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
    Rasional : mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
    Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :

  • Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
    Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
  • Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
    Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.
  • Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti
    Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
  • Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
    Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.




Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Typhoid
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Typhoid
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Typhoid
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Typhoid
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Typhoid
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Typhoid
Baca selengkapnya - Asuhan Keperawatan Typhoid (Askep Typhoid)

Askep Intoksikasi Insektisida

Intoksikasi Insektisida


A. Pengkajian

Pengkajian difokusakan padfa masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status jantung,status kesadran.
Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.

B. Masalah keperawatan. Yang mungkin timbul adalah :
  • Tidak efektifnya pola nafas
  • Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh.
  • Gangguan kesadaran
  • Tidak efektifnya koping individu.

C. Intervensi.


  • Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, ata katarsis dan kerammas rambut.
  • Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian SA.


  • Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi demamatau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
  • Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan.


  • Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety precautions . Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis .neurosis, mental retardasi dan lain-lain.



Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Intoksikasi Insektisida
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Intoksikasi Insektisida
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Intoksikasi Insektisida
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Intoksikasi Insektisida
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Intoksikasi Insektisida
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Intoksikasi Insektisida
Baca selengkapnya - Askep Intoksikasi Insektisida

Askep Dispepsia

Dispepsia

Diposkan oleh Bapake Adhe & Dika
1. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung.
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.

b. Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
3. Etiologi
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
c. Alkohol dan nikotin rokok
d. Stres
e. Tumor atau kanker saluran pencernaan
4. Insiden
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20 % yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)
5. Manifestasi Klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
6. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
7. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

8. Penatalaksanaan Medik
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

9. Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.


Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Dispepsia
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Dispepsia
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Dispepsia
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Dispepsia
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Dispepsia
Tag: search result for asuhan keperawatan askep Dispepsia
Baca selengkapnya - Askep Dispepsia

Asuhan Keperawatan Anak Diare (Askep Anak Diare)

Diare

A. Pengertian

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer, A.1999, 501).


B. Penyebab

Menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
  1. Faktor infeksi
    • Infeksi enteral
      Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
    • Infeksi parenteral
    • adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
  2. Faktor malabsorbsi
  3. Malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein.
  4. Faktor makanan
  5. Makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
  6. Faktor psikologis
  7. Rasa takut, cemas
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
  1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
    • Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
    • Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
  2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea), disebabkan oleh:
    • Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
    • Kurang kalori protein.
    • Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

C. Patofisiologi

Penyebab diare yang utama adalah gangguan osmotik, akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Diare juga terjadi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan kemudian diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Diare dapat juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Gangguan motalitas usus juga mengakibatkan diare, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.


D. Tanda dan Gejala
  1. Anak sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
  2. Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
  3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
  4. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
  5. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
  6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun.
  7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

E. Pemeriksaan Penunjang
  1. Pemeriksaan tinja
    • Makroskopis dan mikroskopis
    • PH dan kadar gula dalam tinja
    • Bila perlu diadakan uji bakteri
  2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
  3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
  4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

F. Penatalaksanaan
  1. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
    • Cairan per oral
    • Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
    • Cairan parentral
    • Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
      • Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
        • 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
        • 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
        • 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
      • Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
        • 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
      • Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
        • 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
        • 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
        • 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
      • Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
        • Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
        • Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
        • Untuk bayi berat badan lahir rendah
        • Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
  2. Pengobatan dietetik
  3. Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
    • Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
    • Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
    • Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
  4. Obat-obatan
  5. Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
Asuhan Keperawatan Anak dengan Diare

Pengkajian
  1. Identitas
  2. Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
  3. Keluhan Utama
  4. BAB lebih dari 3 x
  5. Riwayat Penyakit Sekarang
  6. BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
  7. Riwayat Penyakit Dahulu
  8. Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
  9. Riwayat Nutrisi
  10. Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
  11. Riwayat Kesehatan Keluarga
  12. Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
  13. Riwayat Kesehatan Lingkungan
  14. Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
  15. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
    • Pertumbuhan
      • Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
      • Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
      • Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah.
      • Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
    • Perkembangan
      • Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
      • Fase anal :
        Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
      • Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
      • Autonomy vs Shame and doundt
        Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
      • Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
        1. Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK).
        2. Meniru membuat garis lurus (GH).
        3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK).
        4. Melepasa pakaian sendiri (BM).
  16. Pemeriksaan Fisik
    • Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
    • Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
    • Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
    • Mata : cekung, kering, sangat cekung.
    • Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
    • Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).
    • Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
    • Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
    • Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
    • Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

Diagnosa Keperawatan
  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
  2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
  3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
  4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
  5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
  6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

Intervensi
Diagnosa 1.:
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :
  • Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt)
  • Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
  • Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :
  • Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
  • R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
  • Pantau intake dan output
  • R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
  • Timbang berat badan setiap hari
  • R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
  • Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
  • R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
  • Kolaborasi :
    • Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
    • R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
    • Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
    • R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
    • Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
    • R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2.:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :
  • Nafsu makan meningkat
  • BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
  • Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
  • R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
  • Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
  • R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
  • Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
  • R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
  • Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
  • R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
  • Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
    • terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
    • obat-obatan atau vitamin ( A)
    • R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3. :
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil :
  • Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
  • Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
  • Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
  • R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
  • Berikan kompres hangat
  • R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
  • Kolaborasi pemberian antipirektik
  • R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4.:
Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)

Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.

Kriteria hasil :
  • Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
  • Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi
  • Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
  • R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
  • Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
  • R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
  • Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
  • R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .
Diagnosa 5.:
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi

Kriteria hasil :
  • Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
  • Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
  • R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
  • Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
  • R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
  • Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
  • R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
  • Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
  • R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
  • Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta


Baca selengkapnya - Asuhan Keperawatan Anak Diare (Askep Anak Diare)

KOTAK PENCARIAN:

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN:

=====
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...