Askep Trauma Saluran Kemih

Askep Trauma Saluran Kemih: "

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TRAUMA SALURAN KEMIH


Oleh : Dafid Arifiyanto, 2008


A. Konsep Trauma
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.

B. Klasifikasi
1. Trauma ginjal
2. Trauma ureter
3. Ruptur buli-buli
4. Kontusio buli-buli
5. Trauma buli-buli
6. Trauma uretra
7. Trauma Testis

C. Etiologi
1. Trauma ginjal
Dapat disebabkan oleh trauma langsung baik tajam atau tumpul, di daerah perut bagian depan, samping maupun daerah lumbal. Dapat pula di akibatkan trauma tidak langsung seperti jatuh terduduk, jatuh berdiri dan kkontraksi otot perut yang berlebihan pada hidronefrosis.
a. Cedera dari luar
b. Rudapaksa tumpul
c. Fraktur /patah tulang panggul

2. Trauma ureter
a. Luka tembak atau tusuk.
b. Ruda paksa ureter disebabkan oleh ruda paksa tajam atau tumpul dari luar maupun iatrogenik terutama pada pembedahan rektum, uterus, pembuluh darah panggul atau tindakan endoskopik
3. Ruptur buli-buli
a. Cedera pada abdomen bagian bawah sewaktu kandung kemih penuh
b. Patah tulang panggul mengakibatkan ruptur buli-buli ekstra peritoneal
c. Cedera dinding perut
d. Cedera panggul yang menyebabkan patah tulang sehingga terjadi ruptur buli-buli retro atau intra peritoneal
4. Trauma buli-buli
a. Cedera dari luar
b. Rudapaksa tumpul
c. Fraktur /patah tulang panggul
5. Trauma uretra
a. Fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke kranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat diafragma urogenital.
b. Cedera menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial maupun total.
c. Jatuh terduduk atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara obyek yang keras dengan tulang simfisis.
d. Instrumentasi urologik seperti pemasangan kateter, brusinasi dan bedah endoskopi.
6. Trauma Penis
Pada luka tembak terjadi kerusakan ekstensif pada korpus kavernosum dengan banyak jaringan nekrotik dan perdarahan. Luka akibat benda tajam ditemukan baik karena percobaan bunuh diri, dipotong lawan jenis, digigit binatang atau iatrogenik pada sirkumsisi.
Pada avulsi biasanya kulit penis atau skrotum terlepas. Sedangkan pada strangulasi akan terjadi iskemia dan nekrosis penis pada bagian distal.
7. Trauma Testis
Testis terletak di dalam skrotum dan berada pada tempat yang cukup mobil (bergerak) sehingga relatif jarang terjadi ruptur walaupun sering mengalami kekerasan. Bila ruptur terjadi pada tunika albuginia di belakang tunika vaginali, tidak dijumpai ekimosis dan pembengkakan testis minimal. Bila arteriol di bawah tunika albuginia robek, hematokel bisa besar. Bila ruptur terjadi pada pertemuan tunika albuginia dan tunika vaginalis di dekat epididimis, perdarahan meluas dan timbul hematom skrotum.

D. Manifestasi Klinik
1. Trauma ginjal
· Pada rudapaksa tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan pada rudapksa tajam tampak luka.
· Pada palpasi di dapat nyeri tekan, ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat meluas sering ditandai tanda kehilangan darah yang banyak merupakan tanda cedera vaskuler.
· Nyeri abdomen pada daerah pinggang atau perut bagian atas.
· Fraktur tulang iga terbawah sering menyertai cedera ginjal.
· Hematuria makroskopik atau mikroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih.
2. Trauma ureter
- Pada umumnya tanda dan gejala klinik umumnya tidak spesifik.
- Hematuria menunjukkan cedera pada saluran kemih.
- Bila terjadi ekstravasasi urin dapat timbul urinom pada pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan melalui luka atau tanda rangsang peritoneum bils urin masuk ke rongga intraperitoneal.
- Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria.
3. Trauma buli-buli
- Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat.
- Nyeri suprapubik
- Ketegangan otot dinding perut bawah
- Hematuria
- Ekstravasasi kontras pada sistogram.
4. Ruptur buli-buli
- Ruptur kandung kemih intraperitoneal dapt menimbulkan gejala dan tanda rangsang peritoneum termasuk defans muskuler dan sindrome ileus paralitik.
- Ruptur ekstraperitoneal saluran kemih dapat menimbulkan gejala dan tanda infiltrasi urin retroperitoneal yang mudah menimbulkan septisemia.
5. Trauma uretra
- Pada ruptur uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis.
- Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan.
- Terdapat tetes darah segar di meatus uretra
- Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil.
- Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau bekuan darah.
- Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam.
6. Trauma Penis
- Pada luka tembak tampak luka compang-camping, cedera daerah sekitarnya, jaringan nekrotik, perdarahan serta amputasi penis.
- Luka oleh benda tajam biasanya disertai perdarahan yang banyak, renjatan, pinggir luka tajam, atau amputasi penis.
- Pada luka avulsi akibat mesin, kulit penis dan skrotum terlepas.
- Pada strangulasi tampak bekas jepitan pada penis akibat kateter kondom atau balutan yang terlalu ketat.
- Pada cedera setelah aktivitas seksual tampak penis bengkok dan hemaotom pada penis dan skrotum.
7. Trauma testis
- Pada luka tembak, cedera ekstensif, luka compang-camping dan terdapat jaringan nekrosis serta cedera ikutan pada daerah sekitarnya.
- Pada rudapaksa tumpul, besarnya pembengkakan skrotum dan ekimosis bisa berbeda.
- Cedera akibat rudapaksa tajam segera setelah trauma biasanya penderita mengeluh sakit, mual, muntah, kadang sinkop.
- Terdapat tanda cairan atau darah di dalam skrotum.
- Ditemukan testis yang membesar dan nyeri

E. Penatalaksanaan
a. Trauma ginjal
§ Istirahat baring, sekurang-kurangnya sampai seminggu setelah hematuri berhenti, mobilisasi dilakukan bertahap, bila kemudian hematuri timbul lagi, penderita diistirahatkan lagi.
§ Perhatikan tanda vital dengan ketat. Amati pembesaran tumor di daerah pinggang dan nilai Ht untuk menduga pendarahan. Hematom di pinggang dapat mencapai 1-2 liter.
§ Awasi hematuri dengan menampung urin tiap 3 jam dan dideretkan pada rak, bila perdarahan berhenti maka tabung-tabung akhir berwarna makin coklat, bila tetap/makin rendah, perdarahan tetap berlangsung.
§ Antibiotik spektrum luas selama 2 minggu, karena bekuan darah sekitar ginjal dapat merupakan tempat berkembangnya bakteri.
§ Bila telah diyakini dapat ditangani secara konservatif, penderita dapat diberi minum banyak untuk meningkatkan diuresis sehingga bekuan darah dalam ginjal cepat keluar.
§ Bila perdarahan terus berlangsung dan keadaan umum memburuk, pikirkan tindakan bedah. Tergantung pada kelainan yang dijumpai dapat dilakukan penjahitan, nefrektomi parsiil atu total.

b. Trauma buli-buli
- Istirahat baring sampai hematuri makriskopik hilang.
- Minum banyak untuk meningkatkan diuresis. Bila penderita dapat miksi dengan lancar berarti tidak ada ruptur buli-buli ataupun uretra.
- Bila hematuria berat dan menetap sampai 5-6 hari pasca trauma, buat sistrogram untuk mencari penyebab lain.
- Obat- obatan : Antibiotik: Ampisilin 4x 250-500 mg/ hari per oral. Hemostatik: Adona AC- 17 per oral

c. Ruptur buli-buli
Pada jenis ekstraperitoneal akan timbul benjolan yang nyeri dan pekak pada perkusi di daerah suprapubik akibat masuknya urin ke kavum Retzii. Benjolan ini sukar dibedakan dari hematom akibat patah tulang pelvis yang sering menyertai. Patah tulang pelvis dapat diketahui bila terasa nyeri waktu diadakan penekanan pada kedua krista iliaka.
Bila dalam 24 jam nyeri di daerah suprapubik makin meningkat di samping adanya anuri, diagnnosa ruptura buli-buli ekstraperitoneal dapat dibuat. Pada jenis intraperitoneal, urin masuk ke rongga perut sehingga perut makin kembung dan timbul tanda rangsang peritoneum. Mungkin juga terdapat nyeri suprapubik, tetapi tak terdapat benjolan dan perkusi pekak.

Pemeriksaan Pembantu:
1. Tes Buli- buli
Ø Buli- buli dikosongkan dengan kateter, lalu dimsukkan 300 ml larutan garam faal yang sedikit melebihi kapasitas buli- buli.
Ø Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, cairan yang keluar diukur kembali. Bila selisihnya cukup besar mungkin terdapat ruptur buli- buli.

Kekurangan dari tes ini adalah:
Ø Hasil negatif palsu bil daerah ruptura tertutup bekuan darah, usus atau omentum.
Ø Hasil positif palsu bila muara kateter terlalu tinggi atau kateter tersumbat bekuan darah sehingga selisih cairan tak bisa keluar.
Ø Sukar membedakan jenis ekstraperitoneal dengan intraperitoneal
Ø Bahaya infeksi dan peritonitis bila ada ruptur jenis intraperitoneal.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah pinggang b.d adanya trauma pada ureter atau pada ginjal.
Data penunjang:
­ Letih yang berlebihan
­ Lemas, mual, muntah, keringat dingin
­ Hematoma, hematuri makroskopis/mikroskopis
Tujuan:
Rasa sakit dapat diatasi/hilang.
Kriteria:
· Kolik berkurang/hilang
· Pasien tidak mengeluh sakit
· Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Rencana Tindakan
­ Kaji intensitas, lokasi dan area serta penjalaran dari rasa sakit
­ Observasi adanya abdominal pain
­ Jelaskan kepada pasien penyebab dari rasa sakit
­ Anjurkan pasien banyak minum
­ Berikan posisi serta lingkungan yang nyaman
­ Ajarkan tehnik relaksasi, teknik distorsi serta guide imagine untuk menghilangkan rasa sakit tanpa obat-obatan.
­ Kerjasama dengan tim kesehatan:
· Pemberian obat-obatan narkotika
· Pemberian anti spasmotika

2. Resiko deficit volume cairan b.d perdarahan saluran kemih
Tujuan :
cairan tubuh tetap seimbang
Kriteria :
- Vital signs dalam batas normal
- Tidak terdapat hematuri
- Pemeriksaan laboratorium hematologis dalam batas normal (Hb, ht)
Intervensi :
- Atur posisi tidur klien (pre Syok)
- Monitor TTV
- Monitor urin output
- Berikan cairan oral untuk meningkatkan deuresis
- Kerjasama dengan tim kesehatan :
- Antibiotik
- Hemostatik
- Pembedahan













TRAUMA UROGENITAL

Secara anatomic organ uro-genital (Kauai genetalia eksterna) terletak di rongga ekstraperitoneal, sehingga terlindung oleh organ-organ lain jika mendapat benturan dari luar. Oleh karena itu jika didapatkan cedera organ urogenital, harus dipertimbangkan pula kemungkinan adanya kerusakan organ lain yang mengelilinginya.
Kaidah di dalam trauma urogenital : Pada trauma tajam (Tusuk/tembak) harus difikirkan untuk kemungkinan melakukan eksplorasi, tetapi Trauma tumpul sebagian besar hampir tidak diperlukan tindakan operasi. Gejala penting trauma urogenital adalah didapatkannya hematuri setelah trauma ginjal.

A. Trauma Ginjal
Ginjal terletak di rongga peritoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya, oleh Karena itu cedara ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya.
Cedera ginjal dapat terjadi secara:
1. Langsung akibat benturan yang langsung ,mengenai daerah pinggang atau
2. Tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga peritoneum. Sedangkan jenis perlukaan yang mengenai ginjal dapat merupakan luka tumpul, luka tusuk atau luka tembak.
3. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika inima arteri renalis. Robekan ini akan terus memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.
Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal antara lain hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal.
Klasifikasi Trauma Ginjal
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan dalam 3 jenis seperti pada gambar () yaitu:
1. Cedera minor yang terdiri atas kontusio ginjal dan laserasi minor perenkim ginjal.
2. Cedera major yang terdiri atas laserasi major (yaitu terjadinya kerusakan pada sistem kaliks) dan fragmentasi parenkim ginjal.
3. Cedera pedikel ginjal yaitu cedera pembuluh darah yang merawat ginjal.

Penentuan berat ringannya trauma ginjal ditentukan melalui pemeriksaan yang berurutan dan sistematik yang dikenal sebagai staging trauma ginjal. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan klinik, laboratorium dan pencitraan.

Diagnosis
Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika didapatkan:
a. Trauma didaerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.
b. Hematuri
c. Fraktur kosta sebelah bawah atau fraktur prosesus spinosus vertebrae.

Gambaran klinik yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada deraJat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang terjadi.
Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jelas berupa ekimosis dan terdapat hematuri makroskopik ataupun mikroskopik. Sedangkan pada trauma major atau ruptur pedekel seringkali pasien datang dalam keadaan syock berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani pemeriksaan PIV karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu harus segera dilakukan ekplorasi laparotomi untuk menghentikan perdarahan.







TRAUMA PADA SALURAN KEMIH BAGIAN BAWAH


Trauma pada saluran kemih bagian bawah yang tersendiri adalah jarang. Kebanyakan pasien mengalami cidera lainya seperti cedera pelvis atau abdominal. Pada pasien yang menunjukkan cidera saluran kemih bagian masalah berikut sering dihadapi.

Urethra pria dibagi menjadi dua bagian yg utama, uretra anterior adalah bagian distal dari diafragma urogenitalis, dan uretra posterior adalah proximal terhadap diafragma urogenitalis dan termasuk bagian membranosa dan prostatik. Trauma tumpul adalah penyebab utama cedera uretra posterior. Fraktur pelvis ada pasda lebih dari 95% kasus, tumbukan akibat trauma menimbulkan kekuatan yang merobek uretra yang menyebabkan ruptur pada tingkat diafragma urogenitalis. Straddle injury, penyebab ruptur uretra anterior yg paling sering, terjadi ketika jatuh atau ketika objek tumpul menumbuk daerah perineum dan scrotal, merusakkan uretra. Urethra wanita hampir jarang terkena trauma yg signifikan karena ukurannya yg pendek.

Tanda diagnostik cedera uretra adalah darah pada meatus uretra. Kesalahan diagnosis yg paling sering adalah tidak melihat meatus selama pemeriksaan awal pada tiap pasien yg terkena trauma. 80-90 persen pasien dengan cedera uretra tampak dengan adanya darah di meatus. Hematoma scrotal dan perineum juga terlihat. Pemeriksaan rectal dapat menolong untuk menentukan apak prostat terfiksasi secara normal atau terpisah dan mengambang (floating).

Jika darah terlihat pada meatus uretra atau jika kateter tidak dapat dimasukkan dengan mudah, uretrogram harus dilakukan. Adanya ekstravasasi pada tingkat cedera mengharuskan konsultasi urology dan bedah. Kateter uretra tidak boleh dimasukkan pada pasien yang diketahui mempunyai cedera uretra, karena dapat menyebabkan laserasi yang inkomplit menjadi sobekan yang komplit dan menyebabkan inefeksi ke dalam hematoma.

Pengobatan awal cedera uretra adalah drainase sistotomi suprapubik, sebaiknya dilakukan dalam ruang operasi dengan pemasangan kateter sistotomi secara bedah. Semua pasien ini harus dirawat di rumah sakit untuk stabilisasi dan observasi.

Cedera besar yang paling sering terjadi pada penis adalah penile fracture. Hal ini hanya dapat terjadi pada penis yang ereksi dan berhubungan dengan sexual intercourse atau foreplay. Regangan yang tidak biasanya pada batang penis bisa meuyebabkan laserasi tranversal dari tunica albiginea, biasanya pada dasar penis. Ruptur uretra dapat terjadi pada 20 % kasus. Pemeriksaan menemukan hematoma yang besar pada penis, biasanya mengenai keseluruhan batang penis. Pasien dengan ruptur uretra menunjukkan discharge yang berdarah pada meatusnya.

Uretrogram harus dilakukan pada semua pasien untuk menyingkirkan ruptur uretra dan melakukan konsultasi urologis yang tepat, karena perbaikan secara bedah harus dilakukan secara tepat.

Kejadian traumatic (penyerangan, kontak dalam olahraga, kecelakaan sepeda dan sepeda motor) adalah mekanisme yang utama untuk terjadinya cedera pada testes.

Pasien-pasien tersebut mungkin memperlihatkan hematoma yang massif pada skrotumnya yang menyebabkan palpasi testes menjadi sulit. Rasa nyeri yang nyata pada testes yang terkena, bahkan pada keadaan tidak terdapatnya hematoma harus menyebabkan dokter mencurigai ruptur testis.

Sonografi adalah tes diagnostik yang terpilih. Karakteristik pola sonografi adalah perubahan ekogenisitas diseluruh parenkim terstis yang terkena Karena pengumpulan hematoma dan parenkim yang keluar.

Perbaikan bedah yang cocok diindikasikan pada tiap kasus ruptur testes. Pada kasus dimana hematoma tidak berhubungan dengan ruptur testis, drainase dapat menurunkan angka keseakitan.

Pasien dengan hematoma yang kecil tanpa ruptur testes dapat dipulangkan dan dinasehatkan untuk tetap beristirahat di tempat tidur dengan meninggikan skrotum. Jika pasien dirawat jalan, dukungan pada skrotum dan follow-up urologis harus dilanjutkan untuk menyakinkan perbaikan trauma

Perawat bahagia
"

No comments :

KOTAK PENCARIAN:

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN:

=====
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...