KOMPAS.com - Pada event Jakarta Fashion Week (JFW) 2012 hari ketiga, Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) menampilkan delapan desainer untuk koleksi busana muslim, dan 10 desainer untuk koleksi busana siap pakai dalam dua show yang
berbeda. Dalam show pertama yang digelar di Fashion Tent, Pacific Place, Jakarta, Senin (14/10/2011) lalu, delapan desainer busana muslim memamerkan karyanya terlebih dahulu.
Kekayaan warisan budaya Indonesia membuat beberapa desainer busana muslim ini berusaha mengeksplorasi kain tradisional dari berbagai daerah. Nieta Handayani, misalnya, mengangkat
tema Efyption dari Kalimantan. Busana-busananya menggambarkan suasana padang pasir yang dipadukan dengan unsur etnik. Kain sifon yang ringan melambai dipadukan dengan kain motif
sasirangan, dengan detail lipit dan ruffles menghiasi koleksinya. Koleksi sepatu berbulu serta penutup kepala berupa turban menambah unik tampilan keseluruhan enam busana koleksinya.
Lombok ternyata juga merupakan salah satu penghasil kain songket, dan Lia Afif menggunakan kain songket ali sasak sukarare untuk koleksinya yang bertema Burning in The Dazzle. Lia memadumadankan bahan sifon dan thomson silk dengan bahan stretch dengan warna biru dan gold untuk menggambarkan semangat yang kuat, dan niat untuk memancarkan aura pemakainya. Perpaduan warna terang dan hitam dengan songket lombok, juga diberi aksen manik dengan warna emas yang terangkai memberi kesan glamor.
Kain tenun dari Nusa Tenggara Timur takkan habis dieksplorasi. Ida Royani memilih bahan ini untuk tema From West to The East yang diusungnya. Dalam enam koleksi busananya, Ida memadukan warna rempah atau tumbuhan alami dengan unsur-unsur etnik. Mayoritas kain tradisional yang digunakan untuk memberi kesan etnik, yang diaplikasikan pada rok bawahan yang tetap mempertahankan bentuk asli kain. Hampir semua koleksi dilengkapi selendang dengan motif dan rok warna senada. Penutup kepalanya tampil dalam gaya turban dan topi berbentuk kotak, menambah keunikan busana-busana etnis yang modern ini.
Yessy Riscowaty terinspirasi Moslem Ready To Wear tahun 1950-an yang dipadukan dengan unsur etnik Bali. Koleksinya muncul dalam bentuk gaun terusan dengan siluet hourglass, ditambah coat dan aksen lace. Bahan-bahan yang digunakan antara lain sifon, sutera, cerutti, linen, jacquard, dan tafetta yang memberi kesan feminin, edgy, dan classy.
Para perancang lain menawarkan tema yang lebih beragam, seperti Najua Yanti yang terinspirasi dari bohemian style. Keseluruhan busana koleksi Najua merupakan kolaborasi alur etnik Indonesia dengan pilihan warna dan aksesori gold. Enam busana yang ditampilkannya terdiri atas gamis dan jubah panjang.
Keanekaragaman flora di daerah tropis ditampilkan dalam motif bunga, dedaunan, serta ranting-ranting kering oleh duet Adhi dan Alie. Aplikasi bunga menjadi hiasan pada kerudung, bagian dada, bahu, dan pinggang enam busananya yang keseluruhannya berbentuk gamis. Motif dedaunan, ranting, kupu-kupu diaplikasikan pada bagian bawah gamis dengan bahan yang lebih tipis dan warna yang lebih transparan, sehingga tampak lebih lembut.
Nuniek Mawardi, mengangkat tema Dystopia, karena terinspirasi dari tekstur alami bebatuan yang ada di gunung kapur. Nuniek menggabungkan keteraturan dan ketidakteraturan pada detail. Pemilihan tone warna coklat, biru, hitam, dan abu-abu menambah kesan alam yang natural.
Gaya nyentrik Lady Gaga rupanya memikat hati Irna Mutiara, yang mengolah koleksi busana gamisnya dengan kerudung-kerudung berbentuk tanduk rusa gelombang ombak. Meski memilih warna-warna dingin seperti silver, biru, dan broken white, namun teknik draperi yang diaplikasikan berbeda untuk masing-masing busana memberi kesan feminin dan lembut bagi pengguna busana muslimah.
Klik di sini untuk melihat galeri foto koleksi busana Danar Hadi di Jakarta Fashion Week 2012.
No comments :
Post a Comment