KOMPAS.com - Beberapa hari ini pemberitaan media, terutama di pojok kriminal, ramai oleh nama seorang mahasiswa Universitas Trisakti bernama Nadia Dwi Rachma, alias Dea, yang berusia 22 tahun. Keluarga Dea melaporkan kehilangan putri mereka ini sejak 10 hari yang lalu.
Saat tulisan ini ditulis, Dea telah ditemukan oleh pihak berwajib di sebuah tempat kos di kota Semarang. Usut punya usut, ternyata Dea sudah memutuskan pilihannya untuk kabur dari rumah sejak September 2011. Lebih lanjut diungkapkan, niat kabur ini dikarenakan Dea merasa bersalah pada orangtuanya, karena gagal untuk menepati lulus kuliah di bulan Oktober yang telah lewat. Saat pergi Dea membawa serta uang Rp 3 juta (yang semula diberikan untuk membayar uang kuliahnya) sebagai bekal selama perjalanannya, dan pernah dua kali melamar pekerjaan di daerah Semarang.
Mengapa kabur?
Dea sebenarnya bukan lagi disebut remaja, apalagi anak-anak. Dalam perkembangan psikososial menurut Erik Erickson, usia Dea yang 22 tahun telah masuk ke dalam fase Young Adulthood atau dewasa muda. Usia ini sebenarnya adalah usia yang dianggap telah cukup matang baik secara fisik maupun kepribadian.
Namun lebih lanjut teori perkembangan psikososial menurut Erickson ini mengatakan, pada beberapa orang secara kronologis memang usianya sudah mencapai tahapan tertentu, meski begitu secara psikososial ada hambatan dalam perkembangan yang membuatnya terhambat di fase perkembangan sebelumnya.
Melihat kasus Dea, ada kemungkinan walaupun seharusnya ia sudah masuk ke dalam fase Young Adulthood, pada kenyataannya secara perkembangan kepribadian psikososial Dea masih dalam fase sebelumnya, yaitu fase Adolescence. Inilah fase remaja, yang secara kronologis harusnya ditempati oleh anak usia 12-18 tahun.
Pada fase Adolescence, jika anak tidak berhasil melewatinya dengan baik maka ia akan kebingungan, kesulitan dalam membuat keputusan berkaitan dengan kehidupannya, dan merasa serba salah. Sedangkan jika berhasil melewatinya maka anak akan menjadi seseorang yang siap dalam menyongsong masa depan, berkepribadian yang kuat, dan mudah tidak terpengaruh.
Jelas pada kondisi Dea, ada suatu kebingungan dan kesulitan dalam membuat keputusan akibat adanya suatu masalah yang dihadapi. Dea lebih cenderung untuk menghindari masalah dan bukan menghadapinya. Suatu mekanisme pertahanan yang sangat sering dilakukan oleh kita semua sebenarnya.
Peran orangtua
Perkembangan anak tentunya tidak lepas dari peran orangtua. Budaya di Indonesia bahkan masih membolehkan seorang anak yang secara nota bene sudah masuk masa dewasa tinggal dengan orangtuanya. Keputusan anak yang biasanya dipengaruhi oleh pendapat orangtua juga masih merupakan ciri dari keluarga di Indonesia.
Dalam praktek perkembangannya, orangtua diharapkan dapat berperan sahabat yang mendampingi kesulitan anak saat melakukan peran sosialnya. Ketidaktahuan dan kurangnya pengalaman hidup membuat anak seringkali terlalu berani mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. Untuk inilah peran orangtua yang bersifat mendukung dan memberikan informasi sangat dibutuhkan. Bukan tipikal orangtua yang menyalahkan dan mengancam anak untuk menuruti kemauannya.
Dukungan bagi anak saat kesulitan dalam menerima kesalahan ataupun kekalahan sangat penting. Ini membuat mereka merasa nyaman dan tidak takut. Anak tetap harus tahu apa yang dilakukannya adalah salah, dan harus mampu untuk menerimanya dengan lapang. Tetapi, sikap orangtua yang terlalu membesar-besarkan kesalahan tersebut akan membuat anak menjadi minder dan di lain waktu bisa memungkinkannya untuk tidak jujur. Di sini kebijaksanaan orangtua sangatlah penting.
Jadi faktor yang terjadi pada anak adalah suatu keseimbangan proses antara anak dan orangtua. Tidak ada yang paling penting dan paling bisa disalahkan bila terjadi suatu masalah. Kesemuanya mempunyai peran yang saling menutupi kebutuhan psikososial anak. Semoga kita semua dapat menjadi orangtua yang bijaksana.
Oleh: Dr Andri, SpKJ, Psikiater dan Pengamat Kesehatan Jiwa dari FK UKRIDA
* Ingin mengetahui problema ibu bekerja, tips gaya dan menjaga kebugaran, baca Lipsus Working Mom.
No comments :
Post a Comment