Tienuk dengan Ani dan Aliya di Gedung Agung Yogyakarta
VIVAnews – Mulanya kondang sebagai perias pengantin keraton Yogyakarta. Tienuk Riefki kemudian menjadi langganan keluarga pesohor negeri, mulai dari kalangan presiden, pejabat tinggi, pengusaha, hingga selebritas.
Namanya selalu muncul dalam pernikahan akbar bergaya Jawa. Mulai dari pernikahan keraton, anak dan cucu mantan Presiden Soeharto, Guruh Soekarnoputra dan Tata, keluarga Probosutedjo, hingga selebritas Dian Sastrowardoyo, Wulan Guritno, dan Lulu Tobing.
Setelah membuktikan kepiawaiannya merias Annisa Pohan dan Bambang Agus Harimurti, ia pun kembali mendapat kepercayaan keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merias Edhie Baskoro dan Siti Ruby Aliya Rajasa.
Tienuk akan menangani prosesi siraman dan resepsi pasangan tersebut. Untuk akad tidak karena menggunakan adat Palembang. Siraman dengan adat Jawa akan berlangsung 22 November. Sedangkan resepsi berlangsung pada 26 November, dua hari setelah akad nikah.
Konsep riasannya adalah Paes Ageng khas Yogyakarta. Gaya ini sama seperti riasan Annisa Pohan 2005 silam, atau yang terbaru yang digunakan putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara, beberapa pekan lalu.
Menjadi perias pengantin orang penting sudah biasa bagi Tienuk. Namun, tugas kali ini tetap membuatnya merasa gugup. "Walaupun dulu sudah pernah juga merias anak SBY, tetapi tetap ada rasa tegang, karena acara itu disorot seluruh Indonesia," ujar perias langganan keraton Yogyakarta tersebut.
Di sela kesibukannya melakukan persiapan merias pengantin ke berbagai daerah, Tienuk menyempatkan berbincang dengan VIVAnews di kediamannya, Taman Griya Indah, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Berikut petikan wawancaranya:
Kapan dihubungi keluarga Presiden SBY? Saya diberi perintah atau diminta (merias) sejak akhir Februari lalu. Tapi, waktu itu saya baru ditelepon. Kepastian saya diminta untuk mengurus rias manten, baru saat Pak SBY datang ke Yogyakarta menghadiri acara wisuda akademi TNI dan pelantikan perwira TNI, sekitar bulan Juli.
Waktu itu Pak SBY tindak sini (datang ke Yogyakarta) bersama Ibu Ani dan Mbak Aliya (calon menantu SBY). Saya di-timbali (diminta datang) ke Gedung Agung atau Istana Negara Yogyakarta untuk mematangkan rencana itu. Waktu itu Mbak Aliya ikut.
Waktu saya dipanggil ke Gedung Agung, Pak SBY tidak ada, hanya Ibu Ani dan Mbak Aliya. Saat itu Pak SBY ada acara di Akademi Militer Magelang. Jadi, yang meminta saya untuk mengurus rias pengantin itu adalah Ibu Ani, karena anaknya yang pertama Mas Agus dan Annisa Pohan juga saya yang merias.
Suatu berkah yang besar sekali bagi saya, dipercaya untuk merias pengantin putra-putri beliau dan suatu kebanggan luar biasa bagi saya.
Apa saja yang dibicarakan? Ibu Ani meminta saya untuk merias, lalu kami menentukan jadwal harinya. Tanggal 22 November, acara siraman pakai adat Jawa. Tanggal 24 November, akad nikah menggunakan adat Palembang, tapi saya tidak terlibat. Baru tanggal 26 November acara resepsinya saya terlibat lagi.
Apa tantangannya merias menantu presiden? Sebagai perias pengantin anak SBY, memang rasa tegang pasti ada. Walaupun dulu sudah pernah juga merias manten anak SBY, tapi tetap ada rasa tegang, karena acara itu disorot seluruh Indonesia.
Apa persiapannya? Yang jelas fisik harus sehat. Sedangkan untuk persiapan teknisnya tidak terlalu signifikan, karena sarana dan prasarana sudah ada semua, pakaian-pakaian juga sudah ada, jadi kami tinggal merias saja.
Persiapannya, kalau saya berpuasa dan berdoa. Saya berpuasa untuk saya sendiri, biar saya tenang untuk melakukan pekerjaan itu, supaya konsentrasi saya lebih. Satu minggu sebelum mantenan saya berpuasa.
Apakah pengantin juga harus menjalani ritual puasa? Untuk pengantin sendiri tidak diharuskan. Hanya kalau kuat. Boleh puasa boleh tidak, paling tidak pengantin puasa Senin - Kamis. Itu tergantung pengantinnya, jadi bukan ritual yang harus dilakukan. Kalau sudah menjalankan rangkaian dengan benar saya kira tidak ada rintangan apa-apa.
Konsep riasan? Konsepnya, mengambil Paes Ageng gaya Yogyakarta, gaya Keraton Yogyakarta, seperti , Gusti Kanjeng Ratu Bendara (putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X), kemarin. Riasannya seperti itu, tapi pakaiannya sudah dimodifikasi, kebaya panjang.
Saya mendiskusikan konsep pernikahannya hanya sama Ibu Ani dan Mbak Aliya. Kami membicarakan pakaiannya apa, dia bilang pakaiannya kebaya panjang gitu untuk resepsinya.
Sedangkan saat membicarakan konsep dengan keluarga Hatta Rajasa, staf saya yang di Jakarta yang hadir dalam rapat panitia bersama. Ada wakil saya di sana, karena saya di Yogja.
Tim yang ikut menangani? Untuk mengurus rias yang kami tangani, tim saya ada delapan orang, 5 laki-laki dan 3 perempuan. Itu untuk siraman dan resepsi menggunakan adat Jawa.
Biayanya? Dipercaya untuk merias saja, bagi saya sudah berkah. Saya tidak mikir biaya. Memang biaya itu pasti ada, tapi yang penting beliau-beliau puas dulu dengan riasan saya. Tarifnya berapa, saya tidak enak. Saya belum rembugan sampai di situ (membicarakan biaya).
Kira-kira biayanya cukup untuk membeli mobil baru? Waduh tidak…, saya standar saja tarifnya.
Kalau untuk biaya rias pengantin putra SBY saya tidak bisa mengira-ngira. Acara belum selesai, masak saya minta biaya, biasanya setelah selesai acara baru diberikan rincian biayanya.
Anda sepertinya menjadi langganan keluarga orang-orang penting? Saya sudah 40 tahun menekuni pekerjaan sebagai rias pengantin, itu saya mulai sendiri, bukan warisan.
Orang-orang penting yang saya rias, antara lain dari keluarga keraton. Yang jelas putra-putri Ngarso Dalem (Raja Kraton Yogya), Sultan HB IX hingga putra-putri Sultan HB X. Putra-putri Sultan HB IX sudah sepuluh kali dan Sultan HBX ini sudah tiga kali, mulai dari Gusti Pembayun, Gusti Condrowirono dan Gusti Bendoro. Lalu putra Sunan Pakubuwono (raja Solo) Gusti Dipo.
Keluarga presiden. Mulai dari keluarga Soekarno, Guruh Soekarno Putra dan Sabina, lalu putra Guntur Soekarno Putra. Putra-putri dan cucu Pak Harto, termasuk keluarga Probosutedjo. Dan sekarang generasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kalau selebritas ada Dian Sastrowardoyo, Wulan Guritno.
Untuk dipercaya menjadi perias orang-orang penting, bagi saya kita harus bekerja sebaik mungkin, semaksimal mungkin, jujur dan apa adanya dan baik itu pasti akan disenangi orang, itu saja.
Yang paling menantang? Semuanya sama, semuanya memiliki keistimewaan sendiri-sendiri. Yang paling lama prosesnya adalah merias keluarga keraton, karena pranatan-nya (aturan) banyak dan harus mengikuti pranatan semua, tidak boleh sembarangan.
Mengapa menekuni dunia rias? Bisnis ini sangat menjanjikan, makanya tata rias pengantin sekarang berkembang pesat, karena hampir semua orang kan pasti jadi pengantin. Entah besar entah kecil, pernikahan itu pasti ada. Dan, karena pengantin pasti dilihat tamunya, makanya sekarang banyak sekali perias-perias pengantin bermunculan.
Di usia 62, masih aktif. Sudah mulai menyiapkan penerus? Saya memiliki murid-murid yang tersebar di seluruh Indonesia, itulah bentuk mewarisinya. Jadi kalau mereka maju saya ikut bangga dan ikut senang, untuk anak-anak saya sendiri belum ada yang saya wariskan, karena belum ada yang mau.
Bagaimana perjalanan karier? Perjalanan karier cukup lama selama 40 tahun, tadinya saya hanya ikut-ikut dulu, magang dulu, ikut ke mana-mana, sering mengikuti lomba dan menang. Dari situ orang mulai mengenal saya.
Sejak tahun 1970an, saya ikut lomba rias pengantin di tingkat daerah maupun nasional, dengan begitu orang mulai mengenal saya. Dengan bekerja sejujur mungkin, apa adanya dan saya menjalani itu hati-hati hingga sekarang seperti ini.
Merias sampai mancanegara? Selain beberapa kali ikut dalam lomba merias, saya juga pernah merias anak Probosutedjo di Inggris. Jadi putri Pak Probo itu dapat orang barat (luar negeri) dan saya disuruh merias di London, tahun 1990-an.
Pengalaman di sana cukup menyenangkan, tapi yang susah itu adalah membawa bunganya. Bunganya bunga melati, jadi bunga melati itu tidak bisa lebih dari dua hari, jadi saat itu harus di es, dimasukan termos supaya tidak layu. Semua perlengkapannya kami bawa dari Indonesia semua, di sana tidak ada bunga melati itu.
Pernah juga merias di Los Angeles. Lalu, merias pengantin anak Duta besar RI di Australia tahun 2005. Kesulitannya merias di luar negeri ya membawa bunga itu.
Ada cabang? Saya tidak punya cabang, karena yang merias pengantin itu harus sendiri, nanti kalau diminta Bu Tienuk yang datang bukan buka saya kan repot. Yang membantu saya ada astiten saya bergilir. (eh)
Laporan: Erick Tanjung| Yogyakarta
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
Kirim Komentar
Anda harus Login untuk mengirimkan komentar
' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }
No comments :
Post a Comment