TEMPO Interaktif - Ketika pelawak Basuki dan aktor yang juga anggota DPR, Adjie Massaid, meninggal, banyak pihak yang terkejut. Soalnya, kedua figur publik itu bisa dibilang menjalani hidup yang sangat sehat. Bahkan, keduanya wafat hanya beberapa jam setelah berolahraga.
"Ini yang sering disalahpahami, seolah orang kena serangan jantung karena berolahraga. Padahal, itu hanya pemicunya," kata Dr Muhammad Yamin, Sp.JP(K), FACC, FSCAI, ahli utama kardiovaskuler dari Eka Hospital BSD City, Tangerang, saat peresmian pusat unggulan untuk penyakit kardiovaskuler di rumah sakit tersebut.
Pada kasus dua figur publik itu, kemungkinan bibit-bibit masalah jantung sudah ada, baik disadari maupun tidak. "Hanya sering kali tidak dirasakan, begitu terasa juga disangka masuk angin, lalu dikerok, ditunggu. Padahal, dalam penyakit jantung, dikenal time is muscle. Semakin banyak waktu terbuang, semakin banyak otot jantung yang rusak," kata Yamin.
Ahli jantung yang juga berpraktek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini mengatakan, dalam waktu dua jam sejak serangan pertama, sebanyak 50 persen otot jantung bisa rusak. Kerusakan otot jantung yang kecil sekalipun sangat berarti karena, seperti juga otak, jantung adalah organ yang harus terus bekerja dan berdetak tanpa istirahat.
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama kematian (Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995). Demikian pula menurut Euro Heart Survey, dari total perawatan rumah sakit, sekitar 43,2 persen merupakan penyakit jantung koroner (PJK). Kejadian serangan jantung nonfatal dan kematian dalam enam bulan sebanyak 13 persen. Di Amerika Serikat, dari total kematian mendadak sebanyak 400 ribu, 90 persennya merupakan PJK.
Bagaimana dengan Indonesia? Yamin menyebutkan, saat ini, pada kelompok kematian jantung mendadak, 80 persen diakibatkan oleh PJK, 15 persen akibat kardiomiopati atau masalah pada otot dan fungsi elektrik jantung, 5 persen lagi disebabkan oleh hal lain.
"Banyak orang yang meyakinkan diri bahwa kondisinya baik-baik saja, padahal sudah ada masalah jantung yang tersembunyi," kata Thomas R. Behrenbeck, M.D., Ph.D, SCCP, ahli jantung dari Mayo Clinic yang bermitra dengan Eka Hospital.
Penyakit jantung koroner adalah penyumbatan yang terjadi di pembuluh darah yang memberi makan otot jantung (pembuluh koroner). Biasanya disebabkan oleh proses penimbunan lemak atau aterosklerosis.
Faktor yang mempermudah risiko, misalnya hipertensi, merokok, diabetes, kolesterol tinggi, dan kegemukan. Aterosklerosis atau plak mengakibatkan pasokan oksigen dan makanan ke otot jantung menjadi sangat lemah. Otot jantung mengalami kelaparan asupan energi yang sering disebut iskemia.
Setelah bisa memahami dan mengendalikan semua faktor risiko yang mungkin ada, hal lain yang harus diwaspadai adalah munculnya nyeri dada yang tiba-tiba. Pada PJK, nyeri dada bisa muncul mulai di belakang tulang dada dan menjalar ke leher, dari dada menjalar ke bahu dan dada, dari dada menjalar ke rahang, dari dada bawah ke ulu hati (sering disangka sakit maag), di punggung, dan di antara dua belikat.
"Rasanya akan seperti nyeri akibat ada sesuatu yang menekan atau mengimpit dan berlangsung selama lebih dari 30 menit. Disertai gejala berkeringat di seluruh tubuh, mual dan muntah, serta sesak napas," kata dr Frenky Yesaya Siahaan, Sp.BTKV, ahli jantung dari Eka Hospital.
Menurut Behrenbeck, penanganan dini pasien yang terkena serangan jantung sangat penting. Di Indonesia, yang belum memiliki sistem kedaruratan seperti di AS, bisa dibuat pengajaran kepada sebanyak mungkin orang agar mengetahui apa yang harus dilakukan saat tanda-tanda serangan jantung terjadi.
UTAMI WIDOWATI
No comments :
Post a Comment